Sabtu, 19 Februari 2011

Habib Munzir Al Musawwa Cerita unik tentang sedekah sembunyi- sembunyi.


Al habib Munzir Almusawa menjelaskan : ada 3 macam sedeqah, yaitu sedekah secara sembunyi- sembunyi, sedekah secara terang- terangan, dan sedekah dengan MA'AF… contohnya

Diriwayatkan didalam Shahih Bukhari ketika salah seorang yang mengumpulkan hartanya yang banyak untuk bershadaqah sembunyi – sembunyi. Ia kumpulkan uang sampai berjumlah sekian ribu dinar dalam 1 tahun. Kerja khusus untuk bershadaqah tapi sembunyi – sembunyi. Sudah terkumpul, pergi keluar malam hari. Dilihat ada seorang wanita tidur di jalanan. “Wah ini orang susah”, kasih uang ia menutup wajahnya memberikan bungkusan uang itu dan lari supaya tidak diketahui wajahnya. Pagi hari gempar di kampung. Ada pelacur diberi shadaqah oleh orang sembunyi – sembunyi. Ia berkata “Subhanallah!! Salah beri, aku kira wanita susah ternyata pelacur”, “Ya Rabb aku setahun mengumpulkan uang untuk dapat pahala shadaqah yang sembunyi – sembunyi ternyata uangku untuk pelacur”. Tapi ia tidak putus asa, ia kumpulkan lagi uang sampai setahun yang jumlahnya sekian ribu dinar. Sekarang aku tidak mau tertipu, pilih – pilih dulu. Dilihatnya orang sedang duduk diam saja di satu tempat yang gelap. “ini pasti orang susah”, diberi padanya lalu lari. Paginya gempar lagi, pencuri sedang ingin mencuri mendapat uang shadaqah dengan jumlah uang yang besar. “Ya Rabb 2 tahun aku bekerja khusus untuk memberi nafkah orang yang susah dengan sembunyi – sembunyi. Tahun pertama pelacur, tahun kedua pencuri”. Ia tidak jera, kumpulkan lagi sampai 1 tahun. “Ya Rabb ini yang terakhir, kalau sudah masih lagi sampai shadaqah bukan kepada mustahiq, selesai Ya Rabb aku tidak mampu lagi”. Dia lihat orangtua tengah malam jalan sendiri dengan tongkatnya tertatih – tatih. “Wah ini orang yang pasti berhak, malam – malam begini orangtua jalan malam - malam dengan tongkat pasti orang susah”. Dilemparnya uang itu “ini untukmu” dan ia pun pergi. Pagi hari gempar lagi kampung, “ada kabar apa?” orang paling kaya dan paling kikir dapat uang semalam oleh orang yang shadaqah sembunyi – sembunyi. “Ya Rabb yang pertama pelacur, yang kedua pencuri, yang ketiga orang paling kaya dan paling kikir di kampungnya. Ya Rabb apa arti dari perbuatanku?”. Ia pun diam, sekian tahun kemudian… 20 tahun kemudian, Allah Swt sampaikan kabar padanya ada dua orang ulama besar adik kakak. Muridnya puluhan ribu dan ia termasuk orang yang asyik dengan ulama itu. Ini ulama adik kakak dua – duanya orang yang sangat luar biasa ilmunya luas, pengikutnya puluhan ribu. Ia berkata “Subhanallah!! ini ulama adik kakak siapa ayahnya?”. Kasak – kusuk tanya kesana – kemari ternyata 2 orang anak itu adalah ibunya seorang pelacur dulu tapi tengah malam ada yang memberi shadaqah sembunyi – sembunyi. Ibunya itu melacur untuk nafkah anaknya maka ia taubat dari pelacurannya dan ia sekolahkan kedua anaknya dengan hartanya itu. Allah jadikan dengan harta itu anak ini jadi orang baik menjadi ulama besar dan pahalanya kembali padanya. Airmatanya mengalir, ternyata yang kuberikan 20 tahun yang lalu Allah menjadikannya berlipat ganda sampai muncul 2 orang ulama shalih sampai puluhan ribu orang yang beribadah mengikuti ilmunya dan pahalanya untuk dia. Ini keikhlasan seseorang. Tidak lama kemudian ia dengar lagi ada seorang wali shalih wafat. Masya Allah ratusan ribu yang mengantar jenazahnya. Siapa orang itu? Orang itu dulu pencuri, saat ia sedang mencuri ia berdoa kepada Allah “Ya Rabb beri aku keluhuran kalau aku dapat rizqi malam ini aku taubat”. Ada yang melemparinya uang lantas ia bertaubat ia bershadaqah, ia masuk ibadah dan ia tidak keluar dari tempat ibadahnya sampai Allah angkat ia menjadi orang yang shalih.


Lantas ia (orang ygersedekah yg terharu atas dua kabar itu berkata) berdoa “Ya Rabb tinggal yang ketiga, bagaimana dengan orangtua yang paling kaya dan kikir di kampung kami”. “oo orang itu sudah wafat tapi ia pindah ke tempat lain berwasiat mengirimkan seluruh hartanya untuk membangun Baitul Maal bagi para anak yatim sampai sekarang itu hartanya masih makmur”. Kenapa? gara – gara dia malu tengah malam katanya, dia yg kaya kikir, tengah malam ada yang sedekahi. Dia berkata “ini orang sedekah padaku, sementara aku tidak pernah shadaqah. Aku nafkahkan seluruh hartaku dan harta ini untuk baitul maal” dan untungnya terus berlipat ganda sampai 20 tahun tidak berhenti. Ini pelipatgandakan di dunia dan pahalanya di hari kiamat dinaungi oleh Allah Swt. Rasulullah berdiri “siapa yang mau berinfak?” sayyidina Utsman berdiri “ aku ya Rasulullah 100 ekor onta” (1 ekor onta itu harganya 40 ekor kambing) 100 ekor onta sudah dengan pelananya “Siap”, sayyidina Utsman bin Affan ra, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata “jazakallah khair ya Utsman” duduk Sayyidina Utsman, Rasul berdiri lagi, “ ada lagi yang mau berinfak?” Sayyidina Utsman berdiri lagi “ ya Rasulullah, aku 200 ekor onta tambah yang tadi 100 jadi 300” Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam berkata “ cukup Utsman duduk, yang lain ada yang bantu?” diri lagi Sayyidina Utsman “ ya Rasulullah 300 ekor onta tambah 300 yang tadi 200 pertama 100, 200, 300 jadi jumlahnya 600 ekor onta dengan pelananya dengan perlengkapannya fisabilillah ” Maka berkatalah Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam “ tidak ada lagi yang akan musibah menimpa Utsman bin Affan setelah ini” seluruh biaya menuju perang Tabuk ditanggung Utsman bin Affan Ra. Jika ingin dimaafkan dari dosa-dosa, maka maafkan kesalahan orang lain
kepadamu dan kau akan
dibebaskan dan
mendapatkan cahaya
maaf dari Sang Maha
Pemaaf, karena Sang
Maha Pemaaf malu jika
tidak memaafkan hamba-
Nya yang pemaaf.
Sebagaimana sebuah doa
yang teriwayatkan dalam
riwayat yang shahih:
“ Wahai Allah,
sesungguhya Engkau
Maha pemaaf, menyukai
maaf maka maafkanlah
kami ”
Sumber:
blog.its.ac.id/syafii/
category/doa-amalan/

Jumat, 18 Februari 2011

Pembenci RasulullahTerpanggang Di atasQubbah Khadlra (QubahHijau Makam Rasulullah)



Terjemah:
Dikutip dari Syekh az-Zabidi: “Para musuh Rasulullah setelah mereka selesai menghancurkan makam-makam mulia di komplek pemakaman al Baqi ’; mereka pindah ke Qubah Rasulullah untuk
menghancurkannya. Salah seorang dari mereka lalu naik ke puncak Qubah untuk mulai menghancurkannya, tapi kemudian Allah mengirimkan petir/api menyambar orang tersebut yang dengan hanya satu kali hantaman saja orang tersebut langsung mati hingga -raganya- menempel di atas Qubah mulia itu. Setelah itu tidak ada seorang pun yang mampu menurunkan mayat orang tersebut dari atas Qubah; selamanya. Lalu ada salah seorang yang sangat saleh dan bertakwa mimpi
diberitahukan oleh Rasulullah bahwa tidak akan ada seorangpun yang mampu menurunkan mayat orang tersebut. Dari sini kemudian orang tersebut “ dikuburkan” ditempatnya (di atas Qubah; dengan
ditutupkan sesuatu di atasnya) supaya menjadi pelajaran ”. foto tahun 1427 H.


Selain Masjid Nabawi, tempat bersejarah dan penuh berkah lainnya di kota Madinah adalah kompleks pemakaman Baqi. Di tempat itulah dimakamkan para imam ahlulbait, keluarga nabi, dan juga para sahabat termasuk kalangan syuhada. Dahulu, tempat tersebut cukup rapi dengan bangunan dan kubah tempat orang berkumpul untuk berziarah. Sampai akhirnya, kelompok Wahabi menguasai Jazirah Arab. Secara bertahap dan dengan alasan yang rapuh, pada hari Rabu 8 Syawal 1345 H bertepatan dengan 21 April 1925, pemakaman Baqi dihancurkan secara total oleh Raja Abdul Aziz dari Arab Saudi. Pada tahun yang sama, ia juga menghancurkan makam manusia suci di Jannatul Mualla (Makkah) di mana ibunda Nabi Muhammad s.a.w.w (Siti Aminah as.), istri Nabi, kakek dan
leluhur Nabi dikuburkan.

                                   (Baca: Makam Keluarga dan Sahabat Nabi Dihancurkan)

Pemakaman Baqi tahun 1903

Ada satu bangunan berkubah yang belum dihancurkan: Kubah Hijau Nabi. Ada sebuah kisah tentang usaha penghancuran kubah Masjid Nabawi yang layak diambil hikmahnya oleh kita. Inilah sebuah mukjizat yang telah terjadi sekitar 90 tahun yang lalu yang disampaikan oleh Syekh Az-Zubaidi. Seseorang berusaha untuk menghancurkan Kubah Masjid Nabawi di mana di dalamnya terdapat makam Nabi Muhammad saw. Namun, ketika orang itu memanjat kubah dan memulai menghancurkannya, tiba- tiba sebuah kilat menyambarnya dan ia tewas seketika. Tidak ada seorangpun yang mampu memindahkan mayat tersebut dari atas kubah. Dikisahkan pula, ada orang saleh dari Madinah yang dalam mimpinya mendengar sebuah suara yang mengatakan bahwa tidak ada seorangpun yang bisa mengangkat mayat tersebut dari kubah. Hal itu sebagai sebuah peringatan dan pelajaran bagi mereka yang berpikir dan berusaha untuk menghancurkannya di masa mendatang! Akhirnya, mayat tersebut tetap berada di atas kubah dan ditutupi dengan kotak hijau agar tidak terlihat oleh orang- orang. Wallahualam.





Catatan: You don’t have to believe this article. Anda bisa mencari gambar Kubah Hijau yang lain dan menemukan semacam titik berwarna gelap karena kotak tersebut telah di ikat dengan tali. Informasi ini pertama kali saya dapat dari Ust. Abbas Alhabsyi. Jika ingin berbagai artikel ini jangan lupa sertakan sumbernya. Shallû ‘ala an-nabî wa âlih…

Rabu, 16 Februari 2011

AKSI TERORIS DI DALANGI WAHABI

“Zionist yahudi ingin menguasai dunia penghalangnya adalah Islam dan Kristen ” bagai mana yahudi untuk mengalahkan islam dan kristen?
 1. Yahudi mengadu islam vs kristen dengan membuat aliran-aliran radikal (spt majelis mujahidin indonesia (wahaby), noordin M top cs (wahaby), taliban (wahaby, taliban/alqaida adalah pendatang yang memecah balah umat islam di afgan dan yang merusak perjuangan suci rakyat afgan melawan penjajah, ia menegakan hukum wahaby bukan hukum islam), dsb.
2. Mengadu sesama umat islam (membuat aliran-aliran sesat seperti wahhaby, islam liberal, dsb.)
3. Mengadau sesama kristen (seperti membuat aliran-aliran radikal dalam kristen)


Yang Saya Maksud Wahabi Aliran Keras   
Tidak semua Wahabi, lho. Yang saya maksudkan adalah Wahabi aliran keras. Kelompok ini tidak mau berpartai, karena partai menurutnya kafir


Wahabi aliran keras. Itu yang dimaksudkan Hendropriyono ketika menyebut habitat Noordin M Top sehingga sulit untuk ditangkap. Kepada Sabili di Jogjakarta, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) itu menjelaskan siapa yang dimaksud dengan Wahabi di balik serangan bom di Indonesia .
Dalam sebuah wawancara di stasiun televisi swasta, Jenderal TNI (Purn) Dr. Ir. Drs. Abdullah Mahmud Hendropriyono SH, SE, MBA, MH menyebut Wahabi, terkait dengan rentetan pemboman yang terjadi di negeri ini. Ketika Sabili mengkonfirmasi wahabi yang dimaksud, Hendro menjelaskan panjang lebar.
“Ketika itu saya ditanya oleh Metro TV tentang teroris, kenapa masih terus terjadi? Saya bilang, selama lingkungan masih ada yang menerima Noordin M Top, maka terorisme akan terus berlangsung. Agama kita, memberi pengertian yang dalam, bahwa tujuan yang baik tidak harus menghalalkan segala cara. Yang rugi, jelas umat Islam dan negara kita sendiri. Karena itu, harus dihentikan. Tujuan baik kalau caranya salah tetap salah.”
Lantas siapa yang dimaksud dengan lingkungan atau habitat Noordin M Top? Dikatakan Hendro, doktrin klasik kita, cuma mengenal dua, yaitu: al mukminin dan al kafirin. Antara al mukminin dan al kafirin itu ada yang dipertajam, dan ada yang memperhalus. “Yang mengkafir-kafirkan sesama Muslim inilah yang saya maksud sebagai habitat. Abu Ghifari, mantan anggota Jamaah Islamiyah (JI) adalah salah satu yang tidak setuju doktrin mengkafir-kafirkan, makanya dia keluar dari JI, tapi bukan berarti dia tidak Islam. Kalau anggota JI punya pendirian seperti dia, Indonesia pasti aman.” Hendro memberi contoh, Yayasan Muaddib di Cilacap, justru menciptakan masyarakat sendiri. Inilah masyarakat yang menjadi habitat Noordin M Top. Sekarang polisi terus memburu ketua yayasan pesantren itu.

========================================================================



                                             Baca Buku Membongkar “Jamaah Islamiyah”


Menurut Hendro, Noordin M Top punya akses langsung ke Al Qaidah. Karenanya, dunia kecolongan. Usamah bin Ladin dan Aiman Az Zawahir, sudah masuk ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Begitu JI dikendalikan oleh Abu Rusydan dan Nasir Abbas, organisasi itu mulai moderat.

“Tidak semua Wahabi, lho. Yang saya maksudkan adalah Wahabi aliran keras. Kelompok ini tidak mau berpartai, karena partai menurutnya kafir. Kelompok keras ini beranggapan, dalam Islam tidak ada demokrasi. Menuru tsaya, setiap negara seyogianya punya filsafat dan ideologinya sendiri. Setelah itu, kita bisa hidup berdampingan secara damai. Tapi kalau mengusung ideologi internasionalisme, tidak bakal ketemu.” Dikatakan Hendro, bahasa yang digunakan dalam terorisme ternyata terbelah atas dua tata permainan bahasa; mengancam dan berdoa. “Para pelaku terorisme juga mengalami kegagalan kategori, yaitu ketidakmampuan untuk membedakan pengetahuannya sehingga mengakibatkan subjek dan objek terorisme menjadi tak terbatas, ” ungkap Hendro yang baru menyandang predikat doktor ilmu filsafat Universitas Gajah Mada (UGM) dan berhasil meraih cumlaude Sabtu lalu (25/7).

Subjek terorisme mempunyai kondisi kejiwaan yang memungkinkan berkembangnya fisik, emosi dan intelektual secara optimal, karena mereka adalah orang normal, buka orang gila. Semua tindak terorisme, termasuk di Indonesia saat ini, adalah implementasi cara berpikir para pelakunya. Terorisme sendiri terjadi akibat ideologi, bukan kepentingan. “Apa yang bisa menghentikan terorisme adalah dengan menghentikan cara berpikir seorang yang berkepribadian terbelah. Kalau itu berhenti, teroris berhenti.” Terorisme, kata Hendro, terjadi akibat benturan dua filsafat universal dunia, yakni demokrasi yang tidak dilaksanakan secara etis dan fundamentalisme. Selama keduanya belum berubah ke arah yang lebih baik dan menyatu, terorisme akan terus ada. Diakui Hendro, di antara ideologi itu, ada yang menginginkan liberalisme dan kapitalistik. Sedangkan Islam menginginkan kekhilafahan. Kalau kitaningin perdamaian dunia, maka harus merupakan sintesis dari dua tesis. Sekuler-liberal dengan Islam yang akomodatif- moderat. “Kalau tidak gitu, gak ketemu. Teror dibalas teror gak selesai. Dunia akan terus kecolongan, sebelum kita selesaikan. ”
Jadi yang ngebom-ngebom itu Wahabi, begitu? “Wahabi aliran keras lah yang mengakomodir Noordin M Top masih tetap hidup. Apa susahnya mencari Noordin M Top, dia orang Malaysia, logatnya saja kentara bahwa dia bukan orang Indonesia. Makanya lingkungan atau habitatnya harus dibersihkan. Yaitu aliran keras Wahabi yang kawin dengan aliran keras Ikhwanul Muslimin.” Bukankah Wahabi dengan Ikhwanul Muslimin berbeda? “Ya, akhirnya mengerucut di Al Qaidah. Jadi Usamah itu adalah gabungan salafi, wahabi, ikhwan, ” terang Hendropriyono. Seringkali Wahabi dijadikan stigma terhadap kelompok Islam tertentu. Yang ujung-ujungnya adalah Islamphobia. Menanggapi itu, Hendro mengatakan, “ Itu orang nggak ngerti. Apa gunanya kita punya kementrian agama, harusnya diberi penjelasan, apa itu wahabi, salafi, Ikhwanul Muslimin dan Al Qaidah, biar jelas. Kalau yang menjelaskan intelijen, saya disalahin melulu. Capek saya, ” ujar lelaki kelahiran Yogyakarta , 7 Mei 1945. Yang jelas, tudingan Wahabi pernah dilekatkan pada PKS dan ormas Islam lainnya. Mereka tidak terima. “ Memang, orang pasti akan bertanya, Wahabi yang mana? Salafi yang mana? Itu sama saja menyebut Jawa yang mana? Sekali lagi, yang saya maksudkan adalah Wahabi aliran keras yang tidak mau berpartai. Kalau ada yang mengikuti demokrasi, mereka akan mengkafirkan. Ini Wahabi yang saya maksud. Orang yang menyebut kafir karena menolak demokrasi, ini harus dibersihin. Terorisme akan hidup terus selama masih ada orang yang suka mengkafirkan !”

Apakah penyebutan Wahabi ini akan menjadi pukat harimau bagi gerakan Islam? Hendro yang mengaku dari kecil sekolah di Muhammadiyah pun juga Wahabi. Tapi, Hendro mengatakan, Muhammadiyah bukan Wahabi yang merusak. “ Mereka takut. Kan saya tidak mau pukul rata, saya bukan orang tolol, ini Wahabi yang mana dulu. Yang maksudkan ialah wahabi aliran keras. Memang yang lembut bisa menjadi keras. Itulah harus kita bersihin. Sebut saja Muhammadiyah, ada tarik menarik, untuk menjadi Wahabi, ada pula yang ingin menjadi Liberal. Posisi Muhammadiyah pun jadi rebutan ideologi. ” Perkembangan geopolitik global menjadi penyebab lahirnya terorisme global. Tapi tidak harus teror jawabannya, harusnya uswatun hasanah. Teror itu bukan perang. Hendro tidak setuju, dengan memunculkan Wahabi ini akan melemahkan spirit Islam sendiri. “Oh, nggak, bukan begitu. Kita tidak usah bergantung Wahabi. Kita berpedoman pada Al-Qur ’an dan Hadits. Kenapa kita harus ikut-ikutan yang bukan Nabi. Tujuan baik kalau jalannya salah, keliru.” Persoalannya bukan hanya di dalam internal umat Islam sendiri, melainkan juga keterlibatan unsur asing.
Hendro mengatakan, bukan tidak mungkin, ada keterlibatan CIA. Yang jelas, yang bisa menyelesaikan adalah kita sendiri, bukan orang lain. Sebab, jika dari luar, nambah gak karuan negeri ini. Menurut Hendro, untuk menghancurkan suatu jaringan ada empat poin yang bisa dilakukan.
Pertama, tangkap orang-orang kunci. Kedua, putuskan hubungan. Ketiga pangkas support logistic. Ke empat bersihkan lingkungan. Kempat inilah yang akan menghancurkan organisasi. Ketika bom berulangkali terjadi, ada kemirisan yang muncul, umat Islam kembali menjadi kambing hitam. “ Itulah yang membuat saya sedih. Makanya sebelum saya mati, mudah-mudahan saya masih bisa melihat Indonesia aman, dan menjadi ummatan wahidah, umat yang bersatu. Umat ini terbelah akibat Noordin M Top. ”

(sabili) (Oleh Adhes Satria & Eman Mulyatman)



http://swaramuslim.net/more.php?id=6307_0_1_0_M

Selasa, 15 Februari 2011

RIZKI

Semua rizki makhluk telah ditanggung oleh Allah SWT, maka suatu dawuh mengatakan:
”Bebaskan dirimu dari tadbir(mengatur). Engkau istirahatkan dirimu dari mengatur dirimu. ” Dalam segala bidang baik soal ekonomi, sandang, pangan papan dll. Janganlah kamu mengatur dirimu sendiri, janganlah merepotkan diri sendiri kangelan untuk mengatur itu. Sebab hal-hal yang sudah ada yang kompeten untuk mengurusnya, kamu jangan campur tangan. Hal-hal yang sudah diurus dan dirampungkan orang lain, jangan mencampurinya. Bidangmu, kewajibanmu masih banyak yang harus dikerjakan, jadi mudahnya bahwa tadbir itu mengatur. Misalnya soal ekonomi, soal makan itu sudah diatur,diurus oleh Tuhan.

”Dan tidak ada satu binatangpun di bumi (termasuk manusia)  melainkan Tuhan yang memberi rizki. Dan Tuhan yang Maha Mengetahui tempat tinggal dan tempat-tempat berlindungnya. ”(QS. Hud: 6)

“Daabbah” barang hidup yang ada di bumi ataupun yang ada dilainya bumi. Itu semua “ ILLA ‘ALALLOHI RIZQUHA” tidak ada selain Allah yang menanggung rizkinya. Jadi kalau rizkinya sudah ditanggung Tuhan, di cukupi Tuhan lalu ikut cawe-cawe soal yang sudah dicukupi itu maka: Pertama: tidak ada gunanya sebab dia masih ada tugas atau kewajiban yang lain.Kedua: namanya menggasab hak orang lain, kompetensi lain. Yaitu haknya Tuhan, sebab Tuhan yang mencukupi kenapa ikut campur. Maka semua makhluk yang hidup rizkinya sudah dicukupi Tuhan, jadi manusia tidak perlu memikirkan soal rizki. Rizki yang ditangung oleh Allah SWT itu adalah Rizki primer yaitu rizki yang kalau tidak ada rizki itu menyebabkan tidak bisa hidup atau mati. Ini yang ditanggung Tuhan, terbatas. Adapun lainya, itu tidak ditanggung Tuhan. Umumnya mengenai banyak sedikitnya yang dibutuhkan manusia itu relative, sekian kurang, sekian kurang tidak ada batasnya, umpamanya satu gelas air. Kalau tidak ada satu gelas ini bisa mati. Ya satu gelas ini yang di tanggung Tuhan. Adapun yang lain yang lebih bahkan berlimpah-limpah tidak ditanggung Tuhan. Dengan demikian mengatur atau mengusahakan, memperhatikan apa-apa yang sudah ditanggung Tuhan, itu namanya buang-buang waktu dan tenaga, tidak boleh. Maksudnya tidak boleh itu kalau tidak didasari LILLAH-BILLAH. Kalau LILLAH-BILLAH itu bukan ikut campur tapi melaksanakan perintah (LILLAH).

 Jadi jangan sampai salah penafsirkan. Memperhatikan dengan LILLAH-BILLAH, ini yang memperhatikan Tuhan (BILLAH). Jadi hanya ujud lahirnya saja memperhatikan, sedang sesungguhnya yang memperhatikan itu Allah (BILLAH). Disamping itu dengan dasar niat LILLAH dan BILLAH berarti melaksanakan perintah, bukan di dorong oleh keinginan nafsu atau kebutuhan hawa nafsu. Dengan demikian baik itu rizki yang ditanggung Tuhan, yang terbatas atau rizki yang tidak ditanggung yang tidak terbatas, mengusahakan, memikirkan atau memperhatikannya kalau tidak didasari LILLAH BILLAH itu terkecam. Tapi kalau didasari LILLAH-BILLAH dengan sendiri sudah tidak menjadi persoalan lagi. Rizki yang bertumpuk-tumpuk, yang melampaui batas, yang keterlaluan sekalipun dengan niat LILLAH tidak boleh. Sebab lalu “ISROF” namanya melampaui batas atau berlebih-lebihan. Ya harus sekedarnya, jangan sampai menyolok kekayaanya, padahal dimasyarakat masih banyak yang kelaparan. Jadi orang yang sudah banyak rizkinya sangat menyoloki lalu masih mempeng, maka mempengnya tidak boleh diniati LILLAH. Sebab isrof dan isrof itu dilarang Tuhan. Padahal perkara yang dilarang Tuhan tidak boleh diniati LILLAH, suul adab. Sebab jelas itu nanti kekayaanya hanya untuk menumpuk harta buat kepentingan pribadinya sendiri. Kalau memang dasar LILLAH mestinya hasil yang lebih itu harus digunakan untuk menolong kepada siapa- siapa yang wajar ditolong dan untuk membiayai apa-apa yang harus, patut dibiayai. Jadi soal LILLAH itu terbatas hanya buat soal-soal yang diridhai Allah SWT wa Rasuluhi SAW. Soal mengatur atau mengusahakan masalah ekonomi misalnya,

pertama: yang diridhai Allah SWT wa Rasulihi SAW. Dan jangan sampai merugikan pihak lain.
Kedua: harus didasari LILLAH dan BILLAH. Kalau sungguh-sungguh didasari LILLAH-BILLAH ini bukan ikut campur sebab BILLAH. Jadi bukan dia yang memperhatikan.
Dan LILLAH berarti melaksanakan perintah.

Dawuh Syekh Sahal At- Tustari: ”Barangsiapa mengecam usaha, berarti mengecam sunah Rasulullah SAW. ” “Dan barangsiapa mengecam tawakkal, berarti mengecam iman.” Memang sudah diqodar begini, begitu kemudian dikecam, ini sama saja mengecam iman. Soal usaha atau ikhtiyar misalnya, orang kok hanya usaha saja tidak mau tawakkal tidak mau pasrah saja pada Tuhan, mengecam begini sama dengan mengecam sunah Rasulullah SAW. Menyalahi sunah atau ajaran yang dibawa Rasulullah SAW, dibidang syari ’at. Begitu juga barangsiapa mengecam tawakkal tidak mau usaha, tidak mau ikhtiyar umpamanya, ini namanya mengecam atau meninggalkan iman. Maka kedua-duanya harus diisi. Mengisi bidang syari ’at, usaha, beramal, bekerja, tapi dalam pada itu harus yakin, iman bahwa segala sesuatu Tuhan yang menciptakan, yang menentukan. Bukan karena amalku, usahaku. Bahkan amalku, usahaku ini BILLAH Tuhan yang menciptakan, harus begitu. Ada istilah: ”Tawakkal itu bergerak tapi diam, diam tapi bergerak ”. ”Idltidrob” bergerak anti diam (aktif dan dinamis) Tapi “Wa salukunun bila idltirob” diam anti bergerak (pasrah, menyerah). Artinya lahiriyahnya harus bergerak usaha, jangan pasif, tapi hatinya tentram, tenang dan yakin iman kepada Allah SWT. ”BILA IDLTIROB” tidak goyang, tidak mamang, tidak bingung. Atau ada istilah lain, tapi soal kesadaran yaitu: ” AL-ARIF KAAINUN BAINUN” Orang yang sadar kepada Allah itu lahiriyahnya ditengah-tengah masyarakat KAAINUUN ” tapi batinya ”BAAINUN” jauh dari masyarakat. Hatinya senantiasa dihadapan Allah SWT wa Rasuluhi SAW. Jadi lahirnya berada ditengah-tengah masyarakat, berjuang untuk masyarakat tapi batinya senantiasa hudlur, senantiasa tawakkal, senantiasa berdepe-depe kepada Allah SWT.
Kegiatan mengusahakan apa-apa yang telah dijamin Allah bagimu yaitu rizkimu, disamping ketledoran dan keglonjomanmu melaksanakan apa-apa yang dikehendaki (diamanatkan) Allah kepadamu, itu menunjukkan butanya mata hatimu. Berusaha soal rizki jika sampai meneledorkan kewajiban terhadap ibadah kepada Allah SWT, sampai mengurangi amal- amal ibadah yang melancarkan jalan kesadaran kepada Allah SWT wa Rasulihi SAW, terkecam. Membuktikan mata hati yang buta, buta terhadap Allah SWT. Itu baru usaha rizki yang pokok yang sangat dibutuhkan, lebih-lebih kalau usaha melebihi dari pada itu, lebih terkecam. Malah dalam syari ’at dilarang berlebih-lebihan (isrof). Tidak boleh.
Kesemuanya itu jika usaha tidak didasarkan niat LILLAH, menurut istilah Wahidiyah, disamping kesadaran Billah. Yaitu bahwa yang menggerakkan usaha itu adalah atas titah Allah SWT. Maka usaha soal Rizki baik kebutuhan yang pokok maupun kebutuhan lain-lain asal didasari LILLAH-BILLAH dan LIRRASUL-BIRRASUL seperti ajaran Wahidiyah itu tidak menjadi persoalan. Sebab dengan begitu otomatis berarti melakukan amal ibadah yang akan membawa pendekatan diri kepada Allah SWT wa Rasulihi SAW. Disamping itu otomatis menurut perhitungan asal betul-betul tepat LILLAH-BILLAH, LIRRASUL-BIRRASUL tidak mungkin sampai teledor atau glonjom melaksanakan amanat-amanat Allah SWT.
Secara umum amanat atau kehendak atau perintah Allah SWT menciptakan bangsa manusia dan bangsa jin di dunia ini tiada lain supaya mengabdikan diri kepadaNya. Sebagai firman Allah SWT:
”Dan tiada Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya (mereka) mengabdikan diri kepadaKu ”.(QS. Adz- Dzaariyaat: 56)

Dengan demikian marilah kita senantiasa mengoreksi diri kita, apakah termasuk orang yang ngoyo soal ekonomi, soal dunia dan disamping itu tledor dalam melaksanakan ”Liya’ buduuni” ataukah kita betul-betul sudah tepat LILLAH-BILLAH LIRRASUL-BIRRASUL. Allahu a ’lam

Jangan Sembunyikan Yang Hak

“Dan janganlah kamu campur-adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui. ” (QS. Al Baqarah: 42)
Ayat di atas memberikan kaidah penting dalam cara ke Islaman yang kaffah (sempurna) da kholish (murni).
Pada ungkapan WALAA TAL BISUUL HAQQA BILBAATHIL (dan janganlah kamu campur_adukkan yang hak dengan yang bathil mengandung petunjuk agar kita semua kaum muslimin menghindari bid ’ah dholaalah (kreasi yang sesat) dalam beragama.
Sehingga dengan demikian, kita melaksanakan Islam secara lurus dan murni serta terhindar dari kesesatan.
Pencampuran Islam dengan kesesatan ini di dalam istilah Islam dinamakan bid ’ah. Nah, dalam kaitan dengan bid ’ah, maka kata bid’ah ini secara bahasa berasal dari kata bada ’a yang berarti menciptakan sesuatu tanpa contoh sebelumnya.
Dari sudut bahasa, maka seluruh kreasi manusia, baik dalam lingkup keagamaan ataupun dalam lingkup keduniawian dinamakan bid’ah. Dari sudut pandang bahasa inilah, maka Amirul Mukminin Umar bin Khatthab RA mengomentari shalat tarawih berjama ’ah,

“sebaik-baik bid’ah adalah ini.” (Riwayat Bukhari dan Malik).

Dari sudut pandang bahasa ini pulalah, maka Imam Asy Syafi ’i rahimahullah membagi bid’ah menjadi dua, yaitu bid’ah ghoiru madzmumah (kreasi yang tidak tercela), yaitu kreasi yang tidak menyalahi Al Qur ’an dan Sunnah dan bid’ah dholaalah (kreasi sesat), yaitu kreasi yang menyalahi (Manaqib Al Imam Asy Syafi ’I juz I hal. 469). Dari sudut pandang ini pulalah, maka para huffadz, seperti Al Hafidz Ibnu Abdil Barr, Al Hafidz Ibnul Atsir, Al Hafidz Ibnu Hajar dan lain-lain membagi bid’ah menjadi dua, yaitu kreasi baik (bid ’ah hasanah) dan kreasi tercela (bid’ah sayyi’ah). Yang menjadi masalah adalah pengertian bid ’ah secara syar’i.

Ketika Rasulullah SAW bersabda: ”Setiap bid’ah sesat.” (HR. Muslim),

maka apakah maksud bid ’ah dari ungkapan disini?
Ada perbedaan di kalangan manusia dalam memaknai bid ’ah secara syar’i yang dimaksudkan dalam hadits di atas.

       Kelompok pertama adalah mereka yang mengatakan bahwa bid ’ah adalah semua kreasi baru tanpa memperdulikan aspek-aspek duniawi atau keagamaan. Kelompok ini diwakili oleh salah seorang tokoh Saudi, Al  Utsaimin (Al Ibda’ fi kamalisy syar’i hal. 13).
Jika kita mengikuti kaidah kelompok pertama ini, maka seluruh kreasi manusia yang tidak ada di masa Rasulullah SAW adalah sesat dan masuk neraka. Sehingga dengan demikian, manusia tidak boleh menggunakan misalnya telephon, mobil, hp, internet dan lain-lain.

       Kelompok kedua adalah mereka yang mengatakan bahwa bid ’ah semua amalan yang tidak pernah dilakukan, diperintahkan dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam bidang keagamaan. Pengertian ini seringkali dikemukakan oleh pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab (Wahabi). Berdasarkan pengertian kelompok kedua ini, maka semua kreasi doa (seperti hizb Nawawi, Hizb Barqi), semua kreasi shalawat (seperti Shalawat Nariyah, Munjiyat, Shalawat Barzanji, termasuk shalawat Wahidiyah, dll) adalah bid ’ah, sesat dan tertolak.
     
        Kelompok ketiga adalah mereka yang mengatakan bahwa bid ’ah yang dimaksudkan dalam hadits di atas adalah segala sesuatu hal baru yang menyelisihi atau tidak bisa dikembalikan kepada Al Qur ’an, Sunnah atau Ijma’. Maka hal tersebut bukan bid’ah dhalaalah (bid’ah sesat) yang dimaksudkan dalam hadits di atas. Di antara penganut tafsir ini adalah Al Imam Asy Syafi ’i rahimahullah (Manaqib Al Imam Asy Syafi ’i juz I hal 469) dan para hufadz hadits.
Dari ketiga pendapat tersebut maka jika kita memilih pendapat pertama, nampaknyamustahil dan hal ini bertentangan dengan kenyataan dalam sejarah.

Sesungguhnya para sahabat Rasulullah SAW banyak melakukan hal-hal baru yang tidak ada pada masa Rasulullah SAW. Seperti penggunaan nama Amirul Mukminin pada Khalifah, pelaksanaan tarawih berjama ’ah secara terus menerus (pada masa Rasulullah SAW pernah berjama ’ah tapi kemudian sendiri-sendiri), pembukuan Al Qur ’an dan lain-lain.
Jika kita mengikuti kelompok kedua, maka kita pun akan menemui beberapa kontradiksi dengan kenyataan pada masa Rasulullah SAW maupun para sahabat. Jika kita mengatakan bahwa bila sesuatu itu baik, pastilah Rasulullah SAW akan paling dahulu melakukanya. Namun ternyata hal ini tidak sesuai dengan realita dalam kehidupan para sahabat dan tabi ’in. berikut ini beberapa contoh:

1. Dalam kasus pembukuan Al Qur ’an menjadi satu buku, ini baru dilakukan pada masa Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq RA.

2. Penunggalan kondifkasi model Al Qur ’an baru dilakukan dimasa Amirul Mukminin Utsman RA.

3. Dalam kasus pembacaan qunut, Umar bin Khaththab RA memilki doa qunut tersendiri yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW (Al Adzkar An Nawawi hal 49).

4. Dalam masalah doa, seorang tabi’in Imam Ali Zainal bin Husain bin Ali bin Abi Thalib RA mengarang rangkaian doa yang kemudian diberi nama Ash Shahifah As Sajadiyyah.

Menurut saya, kelompok ketiga yang mengatakan bahwa bid ’ah yang dimaksudkan dalam hadits di atas adalah segala sesuatu hal baru yang menyelisihi atau tidak bisa dikembalikan kepada Al Qur ’an, Sunnah atau Ijma’. Tetapi jika hal baru tersebut masih bisa dikembalikan kepada dasar Al Qur ’an, Sunnah atau Ijma’, maka hal tersebut bukan bid’ah dhalaalah (bid’ah sesat) yang dimaskudkan dalam hadits Rasulullah SAW di atas: KULLU BID ’ATTHUNN DHALAALAH (setiap bid ’ah adalah sesat). Ini lebih sesuai dengan realita dalam perjalanan sejarah Islam maupun kandungan hadits.

” Barangsiapa yang membuat perkara baru dalam perkara kami ini sesuatu yang bukan darinya, maka ia tertolak. ” (HR. Abu Dawud), justru menguatkan bolehnya berkreasi menyusun doa, shalawat dan kalimat-kalimat baik lainya. Karena hadits ini memiliki beberapa kandungan makna (mafhum) sebagai berikut:

     1. Bahwa dalam hadits tersebut, ada perkara baru dalam urusan agama yang tidak berasal dari agama (perkara yang tidak memiliki dasar baik secara umum maupun khusus).

     2. Perkara ini tertolak perkara baru dalam urusan agama yang tidak berasal dari agama (perkara yang tidak memiliki dasar baik secara umum maupun khusus ) ini tertolak.
Point 1 dan 2 ini disebut mafhum manthuq pemahaman eksplisit).

      3. Secara terisrat (implisit/ mafhum), ketika Rasulullah SAW menyatakan bahwa ada perkara baru dalam agama yang tidak berasal dari agama, hal ini mengisyaratkan adanya perkara baru dalam urusan agama yang berasal dari agama (perkara yang tidak memiliki dasar dari agama, baik secara umum maupun khusus).
      Berbeda jika redaksi hadits itu berbunyi:  “ Barang siapa yang 7membuat perkara baru dalam perkara ini, maka ia tertolak. ” Jika redaksi hadits demikian, maka seluruh kreasi baru secara mutlak ditolak. Tapi nyatanya dalam hadits di atas ungkapan, ”… hal-hal baru dalam perkara kami” masih
disifati dengan ungkapan” yang tidak berasal darinya”. Sehingga dengan demikian, ungkapan ini mengharuskan adanya hal-hal baru yang berasal dari agama.

     4. Perkara pada poin no. 3, yaitu perkara baru dalam urusan agama yang berasal dari agama (perkara yang memiliki dasar dari agama baik secara umum maupun khusus) tersebut secara
otomatis tidak tertolak oleh cakupan hadits di atas. Karena penolakan hadits hanya pada perkara baru yang tidak ada dasarnya dari agama. Poin 3 ini disebut dengan mafhum mukhalafah (pemahaman implisit). Inilah yang kemudian mendasari munculnya berbagai redaksi doa, shalawat atau bacaan-bacaan lain dari para sahabat maupun tabi ’in.

Karena itulah, sangat bijaksana ketika Al Imam Asy Syafi ’i rahimahullah berkata,: ”Setiap sesuatu yang mempunyai dasar dari dalil-dalil syara ’ bukan termasuk bid’ah meskipun belum pernah dilakukan oleh salaf. Karena sikap mereka meninggalkan hal tersebut terkadang karena udzur yang terjadi pada saat itu, atau karena ada amaliah lain yang lebih utama atau barangkali belum diketahui oleh mereka. ” (Itqaan Shin’ah fi tahqiiqi ma’na bid’ah hal. 5).

Pemahaman ini pulalah yang kemudian memunculkan istilah bahasa (bukan istilah syara’) bid’ah hasanah. Istilah bid’ah hasanah ini bukan berarti merupakan kontradiksi dari hadits ” kullubid’ah dholaalah”. Karena bid’ah dalam hadits “kullu bid’ah dholaalah” adalah bid’ah syar’i, sedangkan bid’ah hasanah yang diungkapkan oleh para huffadz merujuk pada istilah kebahasaan dengan pengertian ;”Sesuatu yang tidak dilakukan/dicontohkan oleh Rasulullah SAW, namun berada dalam keumuman atau kekhususan sebuah dalil.


Hadits Nabi Saw Yang Menganjurkan Berbuat Bid'ah Hasanah (Yang Baik) Dan Melarang Berbuat Bid'ah Dhalalah (Yang Buruk) !!! (2).
Diantara saudara2ku pengikut syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab memberi komentar menyangkut hadits Nabi Saw,
"mAN sANNA fIL iSLAM sUNNATAN hASANATAN ...,wA MAN SANNA FIL iSLAM sUNNATAN sAYYIATAN .."
sebagai berikut :
“Barangsiapa membuat satu sunnah (cara atau jalan) yang baik di dalam Islam maka dia mendapat pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun. Dan barangsiapa yang membuat satu sunnah yang buruk di dalam Islam, dia mendapat dosanya dan dosa orang-orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa mengurangi dosanya sedikitpun.” (Shahih, HR. Muslim no. 1017).
Bantahannya :
Pertama : Sesungguhnya makna dari (barangsiapa yang membuat satu sunnah) adalah menetapkan suatu amalan yang sifatnya tanfidz (pelaksanaan), bukan amalan tasyri’ (penetapan hukum). Maka yang dimaksud dalam hadits ini adalah amalan yang ada tuntunannya dalam Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam . Makna ini ditunjukkan pula oleh sebab keluarnya hadits tersebut, yaitu sedekah yang disyariatkan.
Kedua : Rasul yang mengatakan :
“Barangsiapa yang membuat satu sunnah (cara atau jalan) yang baik di dalam Islam.”
Adalah juga yang mengatakan :
“Semua bid’ah itu adalah sesat.”
Dan tidak mungkin muncul dari Ash-Shadiqul Mashduq (Rasul yang benar dan dibenarkan) suatu perkataan yang mendustakan ucapannya yang lain. Tidak mungkin pula perkataan beliau saling bertentangan.
Dengan alasan ini, maka tidak boleh kita mengambil satu hadits dan mempertentangkannya dengan hadits yang lain. Karena sesungguhnya ini adalah seperti perbuatan orang yang beriman kepada sebagian Al-Kitab tetapi kafir kepada sebagian yang lain.
Ketiga : Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam mengatakan (barangsiapa membuat sunnah) bukan mengatakan (barangsiapa yang membuat bid’ah). Juga mengatakan (dalam Islam). Sedangkan bid’ah bukan dari ajaran Islam. Beliau juga mengatakan (yang baik). Dan perbuatan bid’ah itu bukanlah sesuatu yang hasanah (baik).
Tidak ada persamaan antara As Sunnah dan bid’ah, karena sunnah itu adalah jalan yang diikuti, sedangkan bid’ah adalah perkara baru yang diada-adakan di dalam agama.
Keempat : Tidak satupun kita dapatkan keterangan yang dinukil dari salafus shalih menyatakan bahwa mereka menafsirkan Sunnah Hasanah itu sebagai bid’ah yang dibuat-buat sendiri oleh manusia.

-------------------------------T A N G G A P A N --------------------------------------

      1). Hadits Man Sanna Fil Islam Sunnatan Hasanatan yg diriwayatkan oleh Imam Muslim tersebut bersifat umum, lafazhnya sangat jelas yaitu

"BARANGSIAPA MERINTIS PERBUATAN BAIK DALAM ISLAM MAKA BAGINYA PAHALA DARI PERBUATAN TERSEBUT, JUGA PAHALA DARI ORANG2 YG MELAKUKAN (MENGIKUTI)-NYA SETELAHNYA TANPA BERKURANG SEDIKITPUN PAHALA MEREKA.

Dan barangsiapa merintis perbuatan buruk dalam Islam maka baginya dosa dari perbuatan tsb, juga dosa dari orang yg melakukan (mengikuti)-nya setelahnya tanpa berkurang dosa-dosa mereka sedikitpun."
Inilah petunjuk dari Nabi Saw menyangkut perkara baru alias bid'ah.
Hadits ini secara spesifik menjelaskan bahwa siapa saja yg merintis atau memulai di dalam Agama Islam perbuatan baik akan memperoleh pahala. Merintis perbuatan baik dalam Agama Islam artinya membuat perkara baru alias bid'ah yg baik.
Sebaliknya siapa saja yg merintis atau memulai di dalam Agama Islam perbuatan buruk akan berdosa. Merintis perbuatan buruk dalam Agama Islam artinya membuat perkara baru alias bid'ah yg buruk.
Karena itu kalau hadits ini ditafsirkan sebatas melakukan atau menghidupkan perbuatan yg telah dilakukan atau dicontohkan Nabi Saw seperti bersedekah maka lafazh hadits ini menjadi.

"MAN AHYAA SUNNATAN MIN SUNNATII.. 
( Barangsiapa menghidupkan sunnahku,.." sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Amru bin Auf.
Hadits ini lafazh nya sangat berbeda dengan hadits Man Sanna Fil Islam yg diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Hurairah.

      2). Penggunaan kata Sanna (Man Sanna) ini juga digunakan Nabi Saw untuk menunjukkan bahwa kata SANNA itu dimaksudkan Nabi Saw sebagai orang yg pertama kali melakukan suatu amalan, bukan mencontoh atau mengikuti amalan yg pernah dilakukan oleh orang lain. Hal ini kita temukan dalam hadits berikut ini : " Tiap-tiap jiwa yang terbunuh dengan penganiayaan.
MAKA PUTRA ADAM YG PERTAMA (QABIL) MENDAPAT BAGIAN DARI DOSA PENUMPAHAN DARAH, KARENA DIALAH ORANG PERTAMA YG MELAKUKAN PEMBUNUHAN [Man Sanna al-Qatl(a)]."
Dalam hadits yg diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Ibnu Mas'ud ini, Nabi Saw menggunakan kata SANNA utk menjelaskan bahwa Qabil adalah orang yg merintis (pertama kali melakukan) pembunuhan. Jadi kata Sanna tidak dapat ditafsirkan sebagai mengikuti atau mencontoh sunnah (perbuatan) Nabi Saw.
Perhatikanlah dengan seksama, Lafazh hadits ini sejalan dan memperkuat maksud hadits " WA MAN SANNA FIL ISLAM SUNNATAN SAYYIATAN......(Dan barangsiapa merintis perbuatan buruk dalam Islam maka baginya dosa dari perbuatan tsb, juga dosa dari orang yg melakukan (mengikuti)-nya setelahnya tanpa berkurang dosa-dosa mereka sedikitpun)"

      3). Penggunaan kata SANNA tidak dapat ditafsirkan sebagai melaksanakan amalan yg dicontohkan atau dilakukan Nabi Saw karena akan menimbulkan kontradiksi dengan lafazh hadits "Man SANNA Fil Islam Sunnatan Sayyiatan..(Barangsiapa merintis dalam Islam Sunnah(perbuatan) Nabi yang buruk. Jelas tidak ada seorang muslim pun yg meyakini adanya Sunnah Nabi yg buruk !

      4). Kata MERINTIS (SANNA) yang artinya sebagai membuat perkara baru yg tidak pernah dilakukan sebelumnya oleh siapapun juga ditegaskan oleh para ahli bahasa.
Imam Azhari dan Az-Zabidi sebagaimana pernah dirujuk oleh ustadz Firanda Andirja berkata : "Setiap orang yang memulai suatu perkara lalu dikerjakan setelahnya oleh orang-orang maka dikatakan dialah yang telah merintisnya" (Tahdziib al-Lughoh, karya al-Azhari, tahqiq Ahmad Abdul Halim, Ad-Daar Al-Mishriyah, 12/306)
Hal ini juga sebagaimana disampaikan oleh Az-Zabidi dalam kitabnya Taajul 'Aruus min Jawahir al-Qoomuus, 35/234, Ibnul Manzhuur dalam kitabnya Lisaanul 'Arob 13/220)

     5). Menafsirkan perkataan Nabi Saw : "KULLA BID'ATIN DHALAALAH.." sebagai semua bid'ah sesat jelas keliru dan sangat-sangat keliru. Anggapan saudaraku itu, seolah2 hadits Kulla Bid'atin Dhalaalah bertentangan dengan hadits MAN SANNA Fil Islam Sunnatan Hasanatan jelas sangat salah.Y Kedua hadits tersebut tidak bertentangan bahkan saling menguatkan. Karena kata KULLA/KULLUN tidak bersifat umum, menyeluruh tanpa ada pengecualian sebagaimana diyakini syaikh Utsaimin. Perkataan Nabi Saw "KULLA BID'ATIN DHALAALAH" yg terjemahannya Setiap bid'ah sesat memiliki pengecualian.

i].. Di dalam al-Qur'an, surat Al Kahfi ayat 78-79 Allah Swt berfirman :
' Khidir berkata : " Inilah perpisahan antara aku dengan kamu, Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan2 yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. Adapun perahu itu adalah kepunyaan orang2 miskin yg bekerja dilaut , dan aku bertujuan merusakkan perahu itu karena dihadapan mereka ada seorang penguasa yang merampas setiap perahu [KULLA SAFIINATIN GHASHBA(n)]'
kedua ayat ini menjelaskan bahwa kata KULLA tidak menunjukkan arti umum, menyeluruh, dan tidak boleh ada pengecualian.
Kata KULLA di dalam firman Allah Swt ini menunjukkan bahwa tidak semua perahu (hanya perahu yg baik) akan dirampas sang penguasa. Sedangkan perahu yg rusak tidak akan dirampas. Itulah sebabnya Nabi Khidir merusak perahu milik orang2 miskin agar tidak dirampas perahu milik orang2 miskin itu, yg mana perbuatan tersebut dicela oleh Nabi Musa.
Jadi menurut Allah Swt, kata KULLA tidak bersifat umum, menyeluruh, tanpa pengecualian, dan tidak berarti semua sebagaimana diyakini syaikh Utsaimin.
ii]. Nabi Saw juga bersabda :

"BARANGSIAPA MEMBUAT PERKARA BARU DALAM SYARIAT INI YG TIDAK SESUAI DENGANNYA, MAKA IA TERTOLAK ( Man Ahdatsa fii amrina hadzaa maa laisaminhu fahuwa raddun") [HR. Muslim]

Dengan demikian Nabi Saw memberi petunjuk bahwa membuat perkara baru alias bid'ah yg tidak sesuai syariat akan tertolak, sebaliknya membuat perkara baru alias bid'ah yg sesuai dengan syariat tidak tertolak.
Dengan kata lain kata KULLA/KULLUN menurut Nabi Saw bukan dimaksudkan sebagai menyeluruh, tanpa pengecualian. Bid'ah yg yg tidak sesuai syariat alias bid'ah dhalaalah (buruk) tertolak bahkan dalam hadits lainnya disebutkan berdosa mengerjakannya. Sedangkan Bid'ah yang sesuai syariat alias bid'ah hasanah yg baik tidak tertolak bahkan akan mendapat pahala mengerjakannya.
Jadi kedua hadits tersebut sangat berkaitan dan saling menguatkan.

     6). Mengenai mengapa Nabi Saw tidak menggunakan kata bid'ah di dalam hadits Man Sanna fil Islam Sunnatan Hasanatan/ Sayyiatan itu hanya masalah sinonim atau persamaan kata. Nabi juga menggunakan kata MAN AHDATSA FI AMRINAA sebagai kata persamaan utk menunjukkan perbuatan bid'ah !
Semoga dengan penjelasan ini saudara2ku pengikut syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menyadari kekeliruan dan kesalahannya selama ini, yg bertaklid buta kepada fatwa dan perkataan syaikh Utsaimin.


 ”Allahu a’lam

Uwais Al-Qorniy

(Pelajaran Buat Kita yang Terjebak dengan Atribut Kehidupan)

Dari Abu Hurairah ra.. : Telah bersabda Rasulullah saw :
“ Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla mencintai makhluk-Nya yang bersifat : 
(i) al-asfiyaa` (yaitu orang-orang yang mempunyai hati dan ruhani yang bersih, suci, jernih dan tulus dan benar-benar dekat dengan Allah swt 
(ii) al-akhfiyaa`(yaitu orang-orang yang mengasingkan diri dari orang ramai, yang diam-diam, yang sembunyi-sembunyi, karena Allah swt)
(iii) al-abriyaa` (yaitu berdebu/kumuh, maksudnya orang-orang yang kehidupannya sangat miskin, penuh pengorbanan dan kesabaran di atas kesusahan dan keperihan hidup yang mereka lalui karena Allah swt) 
(iv) asy-sya'ithah ruusuhum (yaitu orang-orang yang rambut mereka kusut, tidak teratur, mungkin karena sibuk dengan urusan-urusan ukhrowi dan juga menghadapi liku-liku kemiskinan hidup dan juga pengorbanan atas agama Allah swt)
 (v) al-mughobbaroh wujuuhuhum (yaitu orang-orang yang wajah mereka penuh berlumuran debu, lantaran liku-liku kesusahan yang dihadapi dalam hidup mereka yang serba sederhana dan kekurangan karena Allah swt)
(vi) al-khomsoh butuunuhum (yaitu orang-orang yang sangat kempis perut-perut mereka karena kelaparan dan kurang makan
(vii) Orang-orang yang bila mengajukan usul kepada pemimpin- pemimpin mereka tidak diperkenankan
(viii) Jika mereka meminang wanita-wanita yang berharta atau berkedudukan, maka pinangan mereka ditolak.
(ix) Jika mereka pergi dari suatu majlis atau tempat, maka mereka tidak akan dicari oleh orang lain (yaitu orang ramai tidak peduli dengan keperrgian mereka)
(x) Jika mereka hadir dalam suatu majlis, maka orang ramai tidak gembira atas kemunculannya
(xi) Jika mereka jatuh sakit, mereka tidak dijenguk
(xii) Jika mereka meninggal, mereka tidak dilayat Setelah mendengar sabda Rasulullah saw, maka para sahabat bertanya : Wahai Rasulullah, bagaimanakah kami bisa menemui orang-orang yang dicintai Allah swt yang mempunyai sifat-sifat tersebut di atas ?

Rasul saw bersabda : Itulah Uwais Al-Qorniy. 
Para sahabat bertanya lagi : Bagaimanakah ciri-cirinya ?
Sabda Nabi saw : Dia mempunyai mata yang agak kebiru-biruan dan juga rabut berwarna kemerah-merahan/pirang, bidang dadanya, badannya lurus tegak seimbang bila berdiri, mempunyai warna kulit sawo matang, senantiasa dagunya menempel ke dadanya (menundukkan kepalanya karena tawadhu' dan banyak berzikir), pandangan matanya selalu terarah pada tempat sujudnya, selalu meletakkan tangan kanannya di atas yang tangan kirinya, selalu tilawah Al-Quran, selalu menangisi dirinya, mempunyai dua helai kain usang/lusuh, tidak diperhatikan dan dipedulikan orang ramai, selalu memakai kain yang dibuat dari suuf (bulu) dan selalu memakai selendang yang juga dibuat dari suuf (bulu), tidak dikenal (majhuul) oleh penduduk bumi, sangat dikenal (ma'ruuf) oleh ahli langit, seandainya dia bersungguh-sungguh memohon kepada Allah swt pastilah Allah swt akan memperkenankannya, ketahuilah bahwa sesungguhnya di bawah bahunya yang kiri terdapat bintik putih, ketahuilah bahwa bila datang hari kiamat nanti dikatakan kepada hamba-hamba: Masuklah kalian ke dalam syurga!, dan dikatakan kepada Uwais : Berhenti, dan mintalah syafaa'at ! Maka Allah 'Azza wa Jalla pun menerima syafaa'atnya seperti Robii'ah dan Mudhor. Wahai 'Umar! Wahai 'Ali, apabila kalian berdua berjumpa dengannya maka mohonlah kalian berdua kepadanya supaya dia memohon istighfar kepada Allah swt untuk kalian berdua, niscaya Allah akan mengampuni kalian berdua.
Perawi melanjutkan : Maka mereka berdua(yaitu 'Umar dan 'Ali r.huma) terus menanti dan mencari Uwais rah.a. selama sepuluh tahun, tetapi mereka berdua tidak mampu untuk bertemu dengannya. 
Tetapi pada akhir tahun kewafatan 'Umar r.a,. 'Umar .r.a. terus naik ke Bukit Abu Qubais yang berdekatan dengan Masjidil Haram, lalu Beliau menyeru dengan suara yang kuat: 
Wahai jama`ah haji dari Yaman ! Adakah Uwais di kalangan kalian ?
 Lalu berdirilah seorang tua yang berjanggut panjang dan menjawab: Sesungguhnya kami tidak tahu siapa itu Uwais. Akan tetapi, saya ada seorang anak dari saudara saya yang dipanggil Uwais, namanya tidak dikenal orang, lagi pula dia sangat miskin, dia mengembala unta kami, dan pada pandangan kami dia adalah orang yang tidak dipandang orang. 

Dari penjelasan itu, 'Umar r.a. masih belum jelas, seolah beliau tidak menduga. Kemudian
'Umar r.a. pun bertanya lagi: Anak saudara kamu itu, adakah dia berada di Haram saat ini ?
Jawab orang tua yang berjanggut panjang itu : ya, ada
Tanya 'Umar lagi: Di manakah ia bisa saya temui ?
Jawab orang tua itu: dia akan memperlihatkan dirinya pada tuan di 'Arafah.

Perawi melanjutkan ceritanya lagi: Maka 'Umar dan 'Ali r.huma pun dengan segera menuju ke 'Arafah, maka disana mereka berdua mendapati seorang yang sedang berdiri solat, ke arah sebatang tiang, dan ada unta di sekelilingnya yang sedang merumput.
Maka mereka berdua r.a. pun menambat kedua ekor himar mereka kemudian mendekati lelaki itu sambil mengucapkan :
Assalaamu'alaikum wa rahmatullaah!
Uwais rah.a. memendekkan shalatnya kemudian menjawab : Assalaamu'alaikumaa warohmatullaah!
Mereka berdua r.a. bertanya: siapa Anda?
Jawab Uwais rah.a.: Saya adalah seorang pengembala unta dan juga seorang pelayan?
Mereka berdua r.huma membalas: kami tidak bertanya tentang pekerjaan Anda. Siapa nama Anda ?
Jawab Uwais rah.a: 'Abdullah (hamba Allah).
Balas mereka berdua r.huma. lagi: Sesungguhnya kami sudah mengetahui bahwa semua ahli langit dan ahli bumi adalah 'Abiidullah. 
Siapakah nama Anda yang telah diberi oleh ibu Anda ?
Jawab Uwais rah.a: Oh tuan berdua ini ! Sebenarnya apakah yang tuan berdua kehendaki dari saya ?
Jawab mereka berdua: Telah menjelaskan kepada kami Nabi Muhammmad saw akan sifat-sifat Uwais Al-Qorniy, maka sesungguhnya kami telah kenal akan kemerah-merahan dan kebiru-biruan (matanya), dan baginda saw telah mengkhabarkan kepada kami bahwa di bawah bahunya yang kiri ada bintik putih maka terangkanlah kepada kami berdua, apa sekiranya tanda-tanda itu ada pada Anda ?
Maka Uwais rah.a. pun menunjukkan tanda di bawah bahunya, maka memang benar terdapat bintik yang disebut, kemudian mereka berdua r.huma saling berebut-rebut untuk mengecup keningnya.
Keduanya berkata: Kami naik saksi bahwa saudaralah Uwais Al- Qorniy. Maka beristighfarlah, mohonlah ampunan kepada Allah untuk kami berdua, semoga Allah swt memberikan maghfiroh untuk Anda !
Jawab Uwais rah.a.: Tidak aku khususkan dengan istighfarku itu hanya untuk diriku sendiri, akan tetapi saya hanya merangkum semua mu`minin dan mu`minat, muslimin dan muslimat, di daratan dan di lautan. Oh tuan berdua bagaimana sampai Allah swt menyingkapkan keadaan saya kepada tuan berdua, dan Allah swt telah memperkenalkan urusan saya kepada tuan berdua ! Maka sebenarnya siapakah
tuan berdua ini ?
Lalu 'Ali r.a. menjawab: Ini adalah 'Umar, Amiirul Mu`miniin, dan saya 'Ali bin Abi Tholib.
(Setelah mendengar penerangan 'Ali r.a.) maka berdirilah Uwais rah.a. sambil berkata:
Assalaamu'alaika Yaa Amiirol Mu`miniin, Warohmatullaahi Wa Barokaatuh! Dan tuan, Ya 'Ali bin Abi Tholib, semoga Allah membalas tuan berdua (karena berkhidmat) kepada ummat ini dengan penuh kebaikan!
Lalu membalaslah mereka berdua r.huma: Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan.
Maka berkatalah 'Umar r.a. kepada Uwais rah.a.: saya akan beri nafkah Anda dan sedikit pakaian untuk dipakai dan juga tempat. 
Kemudian Uwais rah.a. membalas: Waktu yang telah ditentukan diantara saya dan tuan, saya mungkin tidak akan melihat atau bertemu tuan lagi selepas hari ini, maka beritahu saya apa yang saya harus perbuat dengan nafkah itu dan dengan kain pakaian itu?
Bukankah tuan melihat bahwa saya masih sedang memakai kain sarung dan juga kain selendang ini?
Tuan juga melihat sarung dan selendang ini tidak robek? 
Juga saya masih pakai sandal ? Apa yang saya pakai semua masih layak untuk dipakai?
Saya telah mengambil empat dirham sebagai upah penggembalaan, maka bilakah tuan melihat saya makan dengan uang itu)? 
Wahai Amirul Mu`miniin, sesungguhnya di hadapan saya dan di hadapan tuan ada suatu rintangan yang tersangat sulit untuk diatasi, di mana seorang pun tidak akan dapat melepaskan diri dari rintangan sulit itu kecuali seorang yang sangat kurus kering badannya lagi ringan bebannya (ya'nii sedikit sekali hartanya / miskin), maka ringanlah, semoga Allaah swt merahmati tuan!
Tatkala telah mendengar 'Umar r.a. akan nasihat Uwais rah.a. itu maka terdiamlah ia dan tidak bergerak sedikitpun,
kemudian beliau r.a. menjerit dengan suara kuat : Alangkah baiknya sekiranya ibu 'Umar tidak melahirkan 'Umar! Alangkah baiknya sekiranya ibu 'Umar seorang perempuan yang mandul yang tidak merawat kandungannya!
Kemudian Uwais rah.a. berkata: Wahai Amirul Mu`miniin, mulailah tuan untuk bertindak sewajarnya di sini. Dan saya pun akan memulai bertindak sewajarnya di sini juga.
Maka (dengan haru dan lemas) 'Umar r.a. pun bergerak meninggalkan tempat itu menuju ke arah Makkah dan Uwais Al-Qorniy rah.a. pula terus menggiringkan untanya. Dan dengan tiba-tiba kaumnya ( kaum Uwais) telah datang dengan unta-unta mereka. Dan (dengan persetujuan bersama) akhirnya Uwais Al-Qorniy rah.a. berhenti kerja penggembalaan dan beliau rah.a. pun sepenuhnya beribadah sampai beliau rah.a. menemui Allah 'Azza wa Jalla.


Terjemahan Kitab Sifah As-Sofwah, susunan Al- Imam Al-'Aalim Jamaaluddiin Abil Faroj Ibnu Al-Jauziyy rah.a, jilid 3, halaman 45, 46, 47 dan 48. Daarul Ma'rifah, Beirut, Lebanon.


Sumber:
http://buntetpesantren.org/index.php?option=com_content&view=article&id=689:uwais-al-qorniy&catid=39:tasawuf&Itemid=80

KEMULIAAN DAN KEAGUNGAN RASULULLAH

Bismillaahirrohmaanirrohiim


MALAM MAULID NABI
MUHAMMAD SHOLLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM, untuk menumbuhkan rasa cinta kepada beliau, mari kita renungkan dan perhatikan bersama bagaimana Agungnya dan
Mulianya akhlak
beliau,

semoga dengan semakin kenal
beliau, semakin bertambah rasa cinta kepada beliau...
Amin
Allaahumma Amin

Mari kita baca dan renungkan bersama,
semoga banyak hikmah yang bisa kita petik, sehingga kita bisa meneladani beliau

Kalau pakaian beliau terkoyak atau robek,
Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam menambal dan menjahitnya sendiri tanpa perlu menyuruh isterinya.
Beliau juga memerah susu kambing untuk keperluan keluarga mau pun untuk di jual.
Setiap kali beliau pulang ke rumah, bila di lihat tidak ada makanan yang sudah masak untuk di makan, sambil tersenyum baginda menyingsing lengan bajunya untuk membantu istrinya di dapur.
Sayyidatina ‘Aisyah rodliyallahu'anhaa menceritakan: ”Kalau Nabi berada di rumah, beliau selalu membantu urusan rumah tangga.
Jika mendengar azan, beliau cepat-cepat berangkat ke masjid, dan cepat-cepat pulang kembali
sesudah selesai sholat. Pernah Rasulullah pulang pada waktu pagi. Tentulah beliau amat lapar waktu itu.
Tetapi dilihatnya tidak ada apa pun yang ada untuk di buat sarapan.
Yang mentah pun tidak ada karena Sayyidatina ‘Aisyah
rodliyallahu'anhaa belum ke pasar. Maka beliau shollallahu'alaihi wasallam bertanya, “Belum ada
sarapan ya Khumaira ?” (Khumaira adalah panggilan
mesra untuk Sayidatina ‘Aisyah yang berarti ‘Wahai yang kemerah-
merahan)
Aisyah rodliyallahu'anhaa menjawab dengan merasa agak serba salah, “Belum ada apa-apa Yaa
Rasulallah. ” Rasulullah lantas berkata, ”Kalau begitu saya puasa saja hari ini. ” tanpa sedikit pun tergambar rasa kesal
di wajahnya. Pernah Rasulullah bersabda, “sebaik-baik lelaki adalah yang paling baik dan lemah lembut terhadap isterinya. ”
Subhaanallaah.... prihatin, sabar dan
tawadhu'nya Rasulullah sebagai kepala keluarga.
Pada suatu ketika Rasulullah menjadi imam sholat. Dilihat oleh para sahabat, pergerakan beliau antara satu rukun ke satu rukun yang lain amat sukar sekali. Dan mereka mendengar bunyi kemerutuk seolah-olah sendi-sendi pada tubuh beliau yang mulia itu bergeser antara satu sama lain. Sahabat Umar r.a. yang tidak
tahan melihat keadaan beliau itu langsung bertanya setelah selesai sholat :

“Yaa Rasulallah, kami melihat seolah-olah tuan menanggung penderitaan yang amat berat, apakah anda sakit yaa Rasulallah ?”
“Tidak, ya Umar .
Alhamdulillah, saya sehat dan segar ” jawab beliau.
“Yaa Rasulallah… mengapa setiap kali baginda menggerakkan tubuh, kami mendengar seolah-olah sendi bergesekan di tubuh baginda?
Kami yakin anda sedang sakit …” desak Umar r.a. penuh cemas. Akhirnya Rasulullah mengangkat jubahnya.
Para sahabat amat terkejut. Perut baginda yang kempis, kelihatan di sehelai kain yang berisi batu kerikil, buat menahan rasa lapar. Batu-batu kecil itulah yang menimbulkan bunyi-bunyi halus setiap kali bergeraknya tubuh baginda.
“Yaa Rasulallah!
Adakah bila baginda menyatakan lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan mendapatkannya buat baginda ?”

Lalu beliau menjawab dengan lembut dan senyum, ”Tidak para sahabatku. saya tahu, apa pun akan kalian korbankan demi Rasulmu. Tetapi apakah yang akan saya jawab di hadapan
ALLAH s.w.t. nanti, apabila saya sebagai pemimpin, menjadi beban kepada umatnya ?”

“Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah ALLAH s.w.t. buatku, agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia ini lebih-lebih lagi tiada yang kelaparan di Akhirat kelak.”

Subhanallaah... betapa
cintanya beliau kepada
umatnya..... sedang cinta kita kepada beliau???

apakah kita sering ingat pada beliau???

apakah kita
sering membaca sholawat untuk beliau???

apakah akhlak Rasulullah yang begitu lembut, santun, pemaaf, ikhlas dan tawadlu' serta selalu menyentuh hati telah kita teladani???

Baginda pernah tanpa rasa canggung sedikitpun makan di sebelah seorang tua yang penuh kudis, miskin dan kotor.
Hanya diam dan bersabar saat kain surbannya di ambil dengan kasar oleh seorang Arab Badwi hingga berbekas merah di lehernya.
Dan dengan penuh rasa kehamba'an baginda membasuh tempat yang di kencingi si Badwi di dalam masjid sebelum menegur dengan lembut perbuatan itu.
Kecintaannya yang tinggi terhadap ALLAH s.w.t. dan rasa kehambaan dalam diri Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam yang tinggi menjadikan beliau seorang yang tawadlu' yang tidak ingin dimuliakan. Anugerah kemuliaan dari ALLAH s.w.t. tidak di jadikan sebab untuk merasa lebih dari yang lain, ketika di depan umum maupun dalam kesendirian.
Ketika pintu Surga telah terbuka, seluas-luasnya untuk baginda, baginda masih berdiri di waktu-waktu sepi malam hari, terus-menerus beribadah, hingga pernah baginda terjatuh, lantaran kakinya sudah bengkak-bengkak.
Fisiknya sudah tidak mampu menanggung kemauan jiwanya yang
tinggi.
Bila ditanya oleh Sayyidatina ‘Aisyah rodliyallahu 'anhaa, “ Yaa Rasulallah, bukankah anda telah di jamin Surga?
Mengapa anda masih bersusah payah
begini ?”
Jawab baginda dengan lunak, “Yaa ‘Aisyah, bukankah saya ini hanyalah seorang hamba?
Sesungguhnya saya ingin menjadi hamba-Nya yang
bersyukur.”
Rasulullah benar-benar sosok hamba yang sangat bersyukur kepada-Nya, beliau mensyukuri semua anugerah yang beliau terima dengan ibadah yang sungguh-sungguh....
Subhaanallaah.....
Renungan untuk kita, bagaimana ibadah kita, sudahkah sungguh-sungguh sebagaimana Rasulullah???

atau masih jauh dari rasa sungguh-sungguh???

ataukah masih merasa berat atau merasa terbebani dengan ibadah-ibadah yang wajibkan pada kita???

jawabannya ada di hati kita masing-masing.... bila kita mau berfikir
memang nikmat ALLAH s.w.t. pada kita banyak sehingga tidak
mungkin kita menghitungnya, tapi sayang banyak manusia yang tidak mau memikirkan dan merenungkan nikmat-nikmat ALLAH s.w.t. yang telah diberikan-Nya, terutama nikmat IMAN dan ISLAM.

ALLAH s.w.t. telah berfirman dalam QS. Al-Qolam
ayat 4 yang terjemahnya "Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berakhlak (berbudi pekerti) yang
agung"

Demikian sedikit apa yang ana bisa sampaikan tentang agungnya dan mulianya Rasulullah, tidak lupa ana sampaikan terima kasih kepada siapa yang menyempatkan waktu membaca artikel sederhana ini


Alhamdulillaahirobbil'aalamiin

Senin, 14 Februari 2011

25 Habaib Support

Tim Penulis Buku Syiah
Jumat pagi (18/12/28),
sekitar 25 habaib dan
ulama dari berbagai kota
di Jawa Timur, juga Jawa
Tengah dan Jawa Barat,
berkunjung ke Pondok
Pesantren Sidogiri. Di
antaranya Habib Ahmad
Zein Alkaff (Surabaya),
Habib Abdul Kadir Al-
Haddar (Banyuwangi),
dan Habib Taufik Assegaf
(Pasuruan). Rombongan
yang dikoordinir Habib
Thohir Alkaff dari
Pekalongan ini tiba
sekitar pukul 08.30 wis.
Kedatangan mereka
bertujuan memberi
dukungan moril pada Tim
Penulis buku
“ MUNGKINKAH SUNNAH-
SYIAH DALAM
UKHUWAH? Jawaban
atas Buku Dr. Quraish
Shihab (Sunnah-Syiah
Bergandengan Tangan!
Mungkinkah ?)” terbitan
Pustaka Sidogiri.
Sebelum acara dimulai,
KH Lutfi Bashori dari
Singosari Malang
menawarkan berbagai
metode mengasah
kemampuan pematangan
mental, agar Tim Penulis
memiliki mental yang
kuat sebelum
menghadapi berbagai
kemungkinan ketika
berhadapan langsung
dengan tokoh-tokoh
Syiah. Baik melalui
seminar di masjid-masjid
yang kemungkinan
sebagian pesertanya ada
yang Syiah, maupun
mengundang pengikut
Syiah yang telah sadar.
Pertemuan di kantor
sekretariat PPS ini
dibuka oleh Sekretaris
Umum PPS HM Masykuri
Abdurrahman. Kemudian
sambutan Habib Thohir
Alkaff atas nama
koodinator. Dalam
sambutannya, beliau
banyak mengucapkan
terimakasih pada Tim
Penulis atas usaha
penyelesaian buku
tersebut. Selanjutnya,
Habib Thohir
menyampaikan maksud
kedatangannya, langkah-
langkah menghadapi
Syiah, serta menanyakan
kabar adanya tantangan
dari pendukung Prof DR
Quraish Shihab. Beliau
juga menyampaikan pada
Tim Penulis agar tidak
ragu menyatakan
kesediaan jika ada
tantangan resmi dari
pihak Quraish Shihab.
Kemudian acara
dilanjutkan dialog. Dari
dialog banyak diperoleh
poin-poin penting dan
pengetahuan baru dari
tokoh-tokoh yang hadir,
yang pernah bersentuhan
atau berhadapan
langsung dengan orang-
orang Syiah. (Saiful
Anwar)

RATIBUL HADDAD

- Ratib Al-Haddad - 


رَاتِبُ الْحَدَّادِ
( ِلْحَبِيْب عَبْدِ الله بْنِ عَلَوِي الْحَدَّاد)

الْفَاتِحَة : أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَلرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. ماَلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ. إِيِّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ. اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ. صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّآلِّيْنَ. رَبِّ اغْفِرْلِيْ وَلِوَالِدَيَّ آمِيْنِ

اَللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّموَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَه إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَآءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّموَاتِ وَالأَرْضَ وَلاَ يَؤدُه حِفْظُهُمَا وَهُوَ العَلِيُّ العَظِيْمُ. آمَنَ الرَّسُوْلُ بِمَآ أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّه وَالْمُؤْمِنُوْنَ كُلٌّ آمَنَ بِاللهِ وَمَلآئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْناَ وَأَطَعْناَ غُفْراَنَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيْرُ. لاََ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَآ إِنْ نَسِيْنَآ أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنآ أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْناَ عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
(x3) سٌبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اْللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ

 سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحاَنَ اللهِ الْعَظِيْمِ (x3) 

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ (x3)

اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ (x3)

أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّآمَّاتِ مِنْ شَرِّمَا خَلَقَ (x3)

بِسْمِ اللهِ الَّذِي لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الأَرْضِ وَلاَ فِي الْسَّمَآءِ وَهُوَ الْسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ (x3)

رَضِيْنَا بِاللهِ رَبًّا وَبِالإِسْلاَمِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا (x3)

بِسْمِ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلّهِ وَالْخَيْرُ وَالشَّرُّ بِمَشِيْئَةِ اللهِ (x3)

آمَنَّا بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ تُبْناَ إِلَى اللهِ باَطِناً وَظَاهِرًا (x3)

يَا رَبَّنَا وَاعْفُ عَنَّا وَامْحُ الَّذِيْ كَانَ مِنَّا (x3)

ياَ ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْراَمِ أَمِتْناَ عَلَى دِيْنِ الإِسْلاَمِ (x7)

ياَ قَوِيُّ ياَ مَتِيْنُ اكْفِ شَرَّ الظَّالِمِيْنَ (x3)

أَصْلَحَ اللهُ أُمُوْرَ الْمُسْلِمِيْنَ صَرَفَ اللهُ شَرَّ الْمُؤْذِيْنَ (x3)

يَا عَلِيُّ يَا كَبِيْرُ يَا عَلِيْمُ يَا قَدِيْرُ يَا سَمِيعُ يَا بَصِيْرُ يَا لَطِيْفُ يَا خَبِيْرُ (x3)

ياَ فَارِجَ الهَمِّ يَا كَاشِفَ الغَّمِّ يَا مَنْ لِعَبْدِهِ يَغْفِرُ وَيَرْحَمُ (x3)

أَسْتَغْفِرُ اللهَ رَبَّ الْبَرَايَا أَسْتَغْفِرُ اللهَ مِنَ الْخَطَاياَ (x4)

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ (x25)

مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّفَ وَكَرَّمَ وَمَجَّدَ وَعَظَّمَ وَرَضِيَ اللهُ تَعاَلَى عَنْ اَهْلِ بَيْتِهِ الطَّيِّبِيِنَ الطَّاهِرِيْنَ وَأَصْحَابِهِ الأَكْرَمِيْنَ الْمُهْتَدِيْنَ. وَأَزْوَاجِهِ الطَّاهِرَاتِ أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِيْنَ. وَالتَّابِعِيْنَ وَ التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَعَلَيْناَ مَعَهُمْ وَفِيْهِمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. بِسْم اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ. اَللهُ الصَّمَدُ. لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يٌوْلَدْ. وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (x25)




𝗞𝗘𝗜𝗦𝗧𝗜𝗠𝗘𝗪𝗔𝗔𝗡 𝗠𝗘𝗠𝗕𝗔𝗖𝗔 𝗥𝗔𝗧𝗜𝗕𝗨𝗟 𝗛𝗔𝗗𝗗𝗔𝗗, 𝗬𝗔𝗡𝗚 𝗣𝗨𝗡𝗬𝗔 𝗥𝗔𝗧𝗜𝗕𝗨𝗟 𝗛𝗔𝗗𝗗𝗔𝗗 𝗕𝗔𝗖𝗔𝗟𝗔𝗛 𝗗𝗘𝗡𝗚𝗔𝗡 𝗜𝗦𝗧𝗜𝗤𝗢𝗠𝗔𝗛,
𝗠𝗔𝗟𝗔𝗠 𝗞𝗘 - 𝟮𝟳 𝗥𝗔𝗠𝗔𝗗𝗛𝗔𝗡 𝗔𝗗𝗔𝗟𝗔𝗛 𝗠𝗔𝗟𝗔𝗠 𝗧𝗘𝗥𝗖𝗜𝗣𝗧𝗔𝗡𝗬𝗔 𝗥𝗔𝗧𝗜𝗕𝗨𝗟 𝗛𝗔𝗗𝗗𝗔̂𝗗
Ratibul Haddad diambil dari nama penyusunnya Sayyidina Al-Imam Al-Quthb Al-Ghauts Habib Abdullah Bin ‘Alawi Al-Haddad RA, Seorang Imam Mujaddid (Pembaharu Islam). Ratibul Haddad disusun dengan Izin Allah Swt, Isyarah pada malam Lailatul Qadar 27 Ramadhan 1071 H atau 26 Mei 1661 M.
Ratib ini disusun untuk memenuhi permintaan dari salah seorang murid beliau, yaitu ‘Amir dari keluarga Bani Sa’d yang tinggal di sebuah kampung di Shibam, Hadhramaut. Tujuan ‘Amir membuat permintaan tersebut ialah agar penduduk kampungnya memiliki wirid dan dzikir yang tersusun. Permintaan penyusunan Ratib ini pula bertujuan agar mereka dapat mempertahankan dan menyelamatkan diri daripada ajaran sesat yang sedang melanda Hadhramaut ketika itu.
Pertama kalinya Ratib ini dibaca di kampung ‘Amir sendiri, yaitu di kota Shibam setelah mendapat izin dan ijazah daripada Al-Imam Abdullah Al-Haddad sendiri. Setelah itu Ratib ini dibaca di Masjid Al-Imam Al-Haddad di Al-Hawi, Tarim pada tahun 1072 Hijriah bertepatan dengan tahun 1661 Masehi. Biasaannya Ratib ini dibaca berjamaah bersama doa dan shalat sunnat setelah solat Isya’. Pada bulan Ramadhan Ratib dibaca sebelum solat Isya’ untuk menghindari kesempitan waktu menunaikan solat Tarawih. Alhamdulillah, melalui perantara pengamalan Ratib Al-Haddad tersebut, dengan izin Allah kawasan-kawasan di mana Ratib itu diamalkan, dapat terhindar dari ancaman ajaran sesat.
Apabila Imam Al-Haddad berangkat menunaikan ibadah Haji, Ratib pun dibaca di Makkah dan Madinah. Ratib dibaca setiap malam di Bab al-Safa di Makkah dan Bab al-Rahmah di Madinah. Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi pernah menyatakan bahwa barang siapa yang membaca Ratib Al-Haddad dengan penuh keyakinan dan iman dengan terus membaca “La ilaha illallah” 1000 kali (pada umumnya dibaca 50-100 kali), Insya Allah orang yang istiqomah mengamalkannya akan mendapatkan pengalaman yang di luar dugaan dan tak pernah dibayangkannya.
Setiap ayat, doa, dan nama Allah yang disebutkan di dalam ratib ini diambil dari bacaan Al Quran dan Hadis Rasul SAW. bilangan bacaan di setiap doa dibuat sebanyak tiga kali, karena itu adalah bilangan ganjil (witir). Semua ini berdasarkan arahan dari al Habib Abdullah bin Alwi al Haddad sendiri
* Cerita-cerita yang dikumpulkan mengenai kelebihan Ratib Al-Haddad banyak tercatat dalam buku Syarah Ratib Al-Haddad, di antaranya, :
1. Telah berkata Habib Abu Bakar bin Abdullah Al-Jufri yang bertempat tinggal di Seiwun (Hadhramaut): “Pada suatu masa kami serombongan sedang menuju ke Makkah untuk menunaikan Haji, bahtera kami terkandas tidak dapat meneruskan perjalanannya kerana tidak ada angin yang menolaknya. Maka kami berlabuh di sebuah pantai, lalu kami isikan gerbah-gerbah (tempat isi air terbuat dari kulit) kami dengan air, dan kami pun berangkat berjalan kaki siang dan malam, kerana kami bimbang akan ketinggalan Haji. Di suatu perhentian, kami cuba meminum air dalam gerbah itu dan kami dapati airnya payau dan masin, lalu kami buangkan air itu. Kami duduk tidak tahu apa yang mesti hendak dibuat. Maka saya anjurkan rombongan kami itu untuk membaca Ratib Haddad ini, mudah-mudahan Allah akan memberikan kelapangan dari perkara yang kami hadapi itu. Belum sempat kami habis membacanya, tiba-tiba kami lihat dari kejauhan sekumpulan orang yang sedang menunggang unta menuju ke tempat kami, kami bergembira sekali. Tetapi bila mereka mendekati kami, kami dapati mereka itu perompak-perompak yang kerap merampas harta-benda orang yang lalu-lalang di situ. Namun rupanya Allah Ta’ala telah melembutkan hati mereka bila mereka dapati kami terkandas di situ, lalu mereka memberi kami minum dan mengajak kami menunggang unta mereka untuk disampaikan kami ke tempat sekumpulan kaum Syarif* tanpa diganggu kami sama sekali, dan dari situ kami pun berangkat lagi menuju ke Haji, syukurlah atas bantuan Alloh SWT karena berkat membaca Ratib ini.
2. Cerita ini pula diberitakan oleh seorang yang mencintai keturunan Sayyid, katanya: “Sekali peristiwa saya berangkat dari negeri Ahsa’i menuju ke Hufuf. Di perjalanan itu saya terlihat kaum Badwi yang biasanya merampas hak orang yang melintasi perjalanan itu. Saya pun berhenti dan duduk, di mana tempat itu pula saya gariskan tanahnya mengelilingiku dan saya duduk di tengah-tengahnya membaca Ratib ini. Dengan kuasa Alloh mereka telah berlalu di hadapanku seperti orang yang tidak menampakku, sedang aku memandang mereka.”
3. Begitu juga pernah berlaku semacam itu kepada seorang alim yang mulia, namanya Hasan bin Harun ketika dia keluar bersama-sama teman-temannya dari negerinya di sudut Oman menuju ke Hadhramaut. Di perjalanan mereka dibajak oleh gerombolan perompak, maka dia menyuruh orang-orang yang bersama-samanya membaca Ratib ini. Alhamdulillah, gerombolan perompak itu tidak mengapa-apakan siapapun, malah mereka berlalu dengan tidak mengganggu.
4. Apa yang diberitakan oleh seorang Arif Billah Abdul Wahid bin Subait Az-Zarafi, katanya: Ada seorang penguasa yang ganas yang dikenal dengan nama Tahmas yang juga dikenal dengan nama Nadir Syah. Tahmas ini adalah seorang penguasa ajam yang telah menguasai banyak dari negeri-negeri di sekitarannya. Dia telah menyediakan tentaranya untuk memerangi negeri Aughan. Sultan Aughan yang bernama Sulaiman mengutus orang kepada Imam Habib Abdullah Haddad memberitahunya, bahwa Tahmas sedang menyiapkan tentera untuk menyerangnya. Maka Habib Abdullah Haddad mengirim Ratib ini dan menyuruh Sultan Sulaiman dan rakyatnya membacanya. Sultan Sulaiman pun mengamalkan bacaan Ratib ini dan memerintahkan tenteranya dan sekalian rakyatnya untuk membaca Ratib i ini dengan bertitah: “Kita tidak akan dapat dikuasai Tahmas kerana kita ada benteng yang kuat, iaitu Ratib Haddad ini.” Benarlah apa yang dikatakan Sultan Sulaiman itu, bahwa negerinya terlepas dari penyerangan Tahmas dan terselamat dari angkara penguasa yang ganas itu dengan sebab berkat Ratib Haddad ini.
5. Saudara penulis Syarah Ratib Al-Haddad ini yang bernama Abdullah bin Ahmad juga pernah mengalami peristiwa yang sama, yaitu ketika dia berangkat dari negeri Syiher menuju ke bandar Syugrah dengan kapal, tiba-tiba angin macet tiada bertiup lagi, lalu kapal itu pun terkandas tidak bergerak lagi. Agak lama kami menunggu namun tidak berhasil juga. Maka saya mengajak rekan-rekan membaca Ratib ini , maka tidak berapa lama datang angin membawa kapal kami ke tujuannya dengan selamat dengan berkah membaca Ratib ini.
6. Suatu pengalaman lagi dari Sayyid Awadh Barakat Asy-Syathiri Ba’alawi ketika dia belayar dengan kapal, lalu kapal itu telah tersesat jalan sehingga membawanya terkandas di pinggir sebuah batu karang. Ketika itu angin juga macet tidak dapat menggerakkan kapal itu keluar dari bahayanya. Kami sekalian merasa bimbang, lalu kami membaca Ratib ini dengan niat Alloh akan menyelamatkan kami. Maka dengan kuasa Alloh SWT datanglah angin dan menarik kami keluar dari tempat itu menuju ke tempat tujuan kami. Maka kerana itu saya amalkan membaca Ratib ini. Pada suatu malam saya tertidur sebelum membacanya, lalu saya bermimpi Habib Abdullah Haddad datang mengingatkanku supaya membaca Ratib ini, dan saya pun tersadar dari tidur dan terus membaca Ratib Haddad itu.
7. Di antaranya lagi apa yang diceritakan oleh Syeikh Allamah Sufi murid Ahmad Asy-Syajjar, iaitu Muhammad bin Rumi Al-Hijazi, dia berkata: “Saya bermimpi seolah-olah saya berada di hadapan Habib Abdullah Haddad, penyusun Ratib ini. Tiba-tiba datang seorang lelaki memohon sesuatu daripada Habib Abdullah Haddad, maka dia telah memberiku semacam rantai dan sayapun memberikannya kepada orang itu. Pada hari besoknya, datang kepadaku seorang lelaki dan meminta daripadaku ijazah (kebenaran guru) untuk membaca Ratib Haddad ini, sebagaimana yang diijazahkan kepadaku oleh guruku Ahmad Asy-Syajjar. Aku pun memberitahu orang itu tentang mimpiku semalam, yakni ketika saya berada di majlis Habib Abdullah Haddad, lalu ada seorang yang datang kepadanya. Kalau begitu, kataku, engkaulah orang itu.” Dari kebiasaan Syeikh Al-Hijazi ini, dia selalu membaca Ratib Haddad ketika saat ketakutan baik di siang hari mahupun malamnya, dan memang jika dapat dibaca pada kedua-dua masa itulah yang paling utama, sebagaimana yang dipesan oleh penyusun Ratib ini sendiri.
8. Ada seorang dari kota Quds (Syam) sesudah dihayatinya sendiri tentang banyak kelebihan membaca Ratib ini, dia lalu membuat suatu ruang di sudut rumahnya yang dinamakan Tempat Baca Ratib, di mana dikumpulkan orang untuk mengamalkan bacaan Ratib ini di situ pada waktu siang dan malam.
9. Di antaranya lagi, apa yang diberitakan oleh Sayyid Ali bin Hassan, penduduk Mirbath, katanya: “Sekali peristiwa aku tertidur sebelum aku membaca Ratib, aku lalu bermimpi datang kepadaku seorang Malaikat mengatakan kepadaku: “Setiap malam kami para Malaikat berkhidmat buatmu begini dan begitu dari bermacam-macam kebaikan, tetapi pada malam ini kami tidak membuat apa-apa pun karena engkau tidak membaca Ratib. Aku terus terjaga dari tidur lalu membaca Ratib Haddad itu dengan serta-merta.
10. Setengah kaum Sayyid bercerita tentang pengalamannya: “Jika aku tertidur ketika aku membaca Ratib sebelum aku menghabiskan bacaannya, aku bermimpi melihat berbagai-bagai hal yang mengherankan, tetapi jika sudah menghabiskan bacaannya, tidak bermimpi apa-apa pun.”
11. Di antara yang diberitakan lagi, bahawa seorang pecinta kaum Sayyid, Muhammad bin Ibrahim bin Muhammad Mughairiban yang tinggal di negeri Shai’ar, dia bercerita: “Dari adat kebiasaan Sidi Habib Zainul Abidin bin Ali bin Sidi Abdullah Haddad yang selalu aku berkhidmat kepadanya tidak pernah sekalipun meninggalkan bacaan Ratib ini. Tiba-tiba suatu malam kami tertidur pada awal waktu Isya’, kami tidak membaca Ratib dan tidak bersembahyang Isya’, semua orang termasuk Sidi Habib Zainul Abidin. Kami tidak sedarkan diri melainkan di waktu pagi, di mana kami dapati sebagian rumah kami terbakar. Kini tahulah kami bahwa semua itu berlaku karena tidak membaca Ratib ini. Sebab itu kemudian kami tidak pernah meninggalkan bacaannya lagi, dan apabila sudah membacanya kami merasa tenteram, tiada sesuatupun yang akan membahayakan kami, dan kami tidak bimbang lagi terhadap rumah kami, meskipun ia terbuat dari dedaunan korma, dan bila kami tidak membacanya, hati kami tidak tenteram dan selalu kebimbangan.”
12. Saya rasa cukup dengan beberapa cerita yang saya sampaikan di sini mengenai kelebihan Ratib ini dan anda sendiri dapat meneliti , sehingga Sidi Habib Muhammad bin Zain bin Semait sendiri pernah mengatakan dalam bukunya Ghayatul Qasd Wal Murad, bahawa roh Saiyidina penyusun Ratib ini akan hadir apabila dibaca Ratib ini, dan di sana ada lagi rahasia-rahasia kebatinan yang lain yang dapat dicapai ketika membacanya dan ini adalah mujarab dan benar-benar mujarab, tidak perlu diragukan lagi.
13. Berkata Habib Alwi bin Ahmad, penulis Syarah Ratib Al-Haddad: “Siapa yang melarang orang membaca Ratib ini dan juga wirid-wirid para salihin, niscaya dia akan ditimpa bencana yang berat daripada Allah Ta’ala, dan hal ini pernah berlaku dan bukan omong-omong kosong.”
14. Berkata Sidi Habib Muhammad bin Zain bin Semait Ba’alawi di dalam kitabnya Ghayatul Qasd Wal Murad: Telah berkata Saiyidina Habib Abdullah Haddad: “Siapa yang menentang atau membangkang orang yang membaca Ratib kami ini dengan secara terang-terangan atau disembunyikan pembangkangannya itu akan mendapat bencana seperti yang ditimpa ke atas orang-orang yang membelakangi zikir dan wirid atau yang lalai hati mereka dari berzikir kepada Allah Ta’ala.
Pertama-tama, Ratib ini hanya dibaca di kampung Amir sendir,i yaitu Kota Syibam setelah mendapat izin dan ijazah dari al Habib Abdullah bin Alwi al Haddad sendiri. Selepas itu, Ratib ini pun dibaca di Masjid al Hawi milik beliau yang berada di kota Tarim. Biasanya Ratib ini dibaca secara berjamaah setelah shalat ‘isya’. Pada bulan Ramadan, ratib ini dibaca sebelum shalat Isya untuk mengisi kesempitan waktu menunaikan shalat Tarawih. Ini adalah waktu yang telah ditentukan oleh al Habib Abdullah bin Alwi al Haddad untuk daerah-daerah yang mengamalkan Ratib ini. Biidznillah, daerah-daerah yang mengamalkan ratib ini selamat dan tidak terpengaruh dari kesesatan tersebut. Setelah al Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad berangkat menunaikan ibadah Haji, Ratib al Haddad mulai dibaca di Mekkah dan Madinah. Al Habib Ahmad bin Zain al Habsyi berkata, “Barang siapa yang membaca Ratib al Haddad dengan penuh keyakinan dan iman, ia akan mendapat sesuatu yang di luar dugaannya”.
Apa lagi yang hendak diterangkan mengenai Ratib ini untuk mendorong anda supaya melazimkan diri mengamalkan bacaannya setiap hari, sekurang-kurangnya sehari setiap malam, mudah-mudahan anda akan terbuka hati untuk melakukannya dan mendapat faedah daripada amalan ini.
( Dipetik dari: Syarah Ratib Haddad karangan Syed Ahmad Semait, terbitan Pustaka Nasional Pte. Ltd. )
* IMAM HADDAD RA DIMATA PARA ULAMA
1. Imam Abdullah Al-Haddad bin Alwi bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin Alwi bin Ahmad bin Abu Bakar bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin al-Faqih Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi bin Muhammad Shahibu Marbath bin Ali Khali` Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi bin Ja`far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin al-Husain bin Ali bin Abi Thalib, suami Fathimah az-Zahra binti Rasulillah SAW.
2. Al-Arifbillah Quthbil Anfas Al-Imam Habib Umar bin Abdurrohman Al-Athos ra. mengatakan, “Al-Habib Abdullah Al-Haddad ibarat pakaian yang dilipat dan baru dibuka di zaman ini, sebab beliau termasuk orang terdahulu, hanya saja ditunda kehidupan beliau demi kebahagiaan umat di zaman ini (abad 12 H)”.
3. Al-Imam Arifbillah Al-Habib Ali bin Abdullah Al-Idrus ra. mengatakan, “Sayyid Abdullah bin Alwy Al-Haddad adalah Sultan seluruh golongan Ba Alawy”.
4. Al-Imam Arifbillah Muhammad bin Abdurrohman Madehej ra. mengatakan, “Mutiara ucapan Al-Habib Abdullah Al-Haddad merupakan obat bagi mereka yang mempunyai hati cemerlang sebab mutiara beliau segar dan baru, langsung dari Allah SWT. Di zaman sekarang ini kamu jangan tertipu dengan siapapun, walaupun kamu sudah melihat dia sudah memperlihatkan banyak melakukan amal ibadah dan menampakkan karomah, sesungguhnya orang zaman sekarang tidak mampu berbuat apa-apa jika mereka tidak berhubungan (kontak hati) dengan Al-Habib Abdullah Al-Haddad sebab Allah SWT telah menghibahkan kepada beliau banyak hal yang tidak mungkin dapat diukur.”
4. Al-Imam Abdullah bin Ahmad Bafaqih ra. mengatakan, “Sejak kecil Al-Habib Abdullah Al-Haddad bila matahari mulai menyising, mencari beberapa masjid yang ada di kota Tarim untuk sholat sunnah 100 hingga 200 raka’at kemudian berdoa dan sering membaca Yasin sambil menangis. Al-Habib Abdullah Al-Haddad telah mendapat anugrah (fath) dari Allah sejak masa kecilnya”.
5. Sayyid Syaikh Al-Imam Khoir Al-Diin Al-Dzarkali ra. menyebut Al-Habib Abdullah Al-Haddad sebagai fadhillun min ahli Tarim (orang utama dari Kota Tarim).
6. Al-Habib Muhammad bin Zein bin Smith ra. berkata, “Masa kecil Al-Habib Abdullah Al-Haddad adalah masa kecil yang unik. Uniknya semasa kecil beliau sudah mampu mendiskusikan masalah-masalah sufistik yang sulit seperti mengaji dan mengkaji pemikiran Syaikh Ibnu Al-Faridh, Ibnu Aroby, Ibnu Athoilah dan kitab-kitab Al-Ghodzali. Beliau tumbuh dari fitroh yang asli dan sempurna dalam kemanusiaannya, wataknya dan kepribadiannya”.
7. Al-Habib Hasan bin Alwy bin Awudh Bahsin ra. mengatakan, “Bahwa Allah telah mengumpulkan pada diri Al-Habib Al-Haddad syarat-syarat Al-Quthbaniyyah.”
8. Al-Habib Abu Bakar bin Said Al-Jufri ra. berkata tentang majelis Al-Habib Abdullah Al-Haddad sebagai majelis ilmu tanpa belajar (ilmun billa ta’alum) dan merupakan kebaikan secara menyeluruh. Dalam kesempatan yang lain beliau mengatakan, “Aku telah berkumpul dengan lebih dari 40 Waliyullah, tetapi aku tidak pernah menyaksikan yang seperti Al-Habib Abdullah Al-Haddad dan tidak ada pula yang mengunggulinya, beliau adalah Nafs Rohmani, bahwa Al-Habib Abdullah Al-Haddad adalah asal dan tiada segala sesuatu kecuali dari dirinya.”
9. Seorang guru Masjidil Harom dan Nabawi, Syaikh Syihab Ahmad al-Tanbakati ra. berkata, “Aku dulu sangat ber-ta’alluq (bergantung) kepada Sayyidi Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani. Kadang-kadang dia tampak di hadapan mataku. Akan tetapi setelah aku ber-intima’ (condong) kepada Al-Habib Abdullah Al-Haddad, maka aku tidak lagi melihatnya. Kejadian ini aku sampaikan kepada Al-Habib Abdullah Al-Haddad. Beliau berkata,’Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani di sisi kami bagaikan ayah. Bila yang satu ghoib (tidak terlihat), maka akan diganti dengan yang lainnya. Allah lebih mengetahui.’ Maka semenjak itu aku ber-ta’alluq kepadanya.”
10. Al-Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi ra. seorang murid Al-Habib Abdullah Al-Haddad yang mendapat mandat besar dari beliau, menyatakan kekagumannya terhadap gurunya dengan mengatakan, ”Seandainya aku dan tuanku Al-Habib Abdullah Al-Haddad ziaroh ke makam, kemudian beliau mengatakan kepada orang-orang yang mati untuk bangkit dari kuburnya, pasti mereka akan bangkit sebagai orang-orang hidup dengan izin Allah. Karena aku menyaksikan sendiri bagaimana dia setiap hari telah mampu menghidupkan orang-orang yang bodoh dan lupa dengan cahaya ilmu dan nasihat. Beliau adalah lauatan ilmu pengetahuan yang tiada bertepi, yang sampai pada tingkatan Mujtahid dalam ilmu-ilmu Islam, Iman dan Ihsan. Beliau adalah mujaddid pada ilmu-ilmu tersebut bagi penghuni zaman ini. ”
11. Syaikh Abdurrohman Al-Baiti ra. pernah berziaroh bersama Al-Habib Abdullah Al-Haddad ke makam Sayidina Al-Faqih Al-Muqoddam Muhammad bin Ali Ba’Alawy, dalam hatinya terbetik sebuah pertanyaan ketika sedang berziaroh, “Bila dalam sebuah majelis zikir para sufi hadir Al-Faqih Al-Muqaddam, Syaikh Abdurrohman Asseqaff, Syaikh Umar al-Mukhdor, Syaikh Abdullah Al-Idrus, Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani, dan yang semisal setara dengan mereka, mana diantara mereka yang akan berada di baris depan? Pada waktu itu guruku, Al-Habib Abdullah Al-Haddad, menyingkap apa yang ada dibenakku, kemudian dia mengatakan, ‘Saya adalah jalan keluar bagi mereka, dan tiada seseorang yang bisa masuk kepada mereka kecuali melaluiku.’ Setelah itu aku memahami bahwa beliau Al-Habib Abdullah Al-Haddad, adalah dari abad 2 H, yang diakhirkan kemunculannya oleh Allah SWT pada abad ini sebagai rohmat bagi penghuninya.”
12. Al-Habib Ahmad bin Umar bin Semith ra. mengatakan, “Bahwa Allah memudahkan bagi pembaca karya-karya Al-Habib Abdullah Al-Haddad untuk mendapat pemahaman (futuh), dan berkah membaca karyanya Allah memudahkan segala urusannya agama, dunia dan akhirat, serta akan diberi ‘Afiat (kesejahteraan) yang sempurna dan besar kepadanya.”
13. Al-Habib Thohir bin Umar Al-Hadad ra. mengatakan, “Semoga Allah mencurahkan kebahagiaan dan kelapangan, serta rezeki yang halal, banyak dan memudahkannya, bagi mereka yang hendak membaca karya-karya Al-Quthb Aqthob wal Ghouts Al-Habib Abdullah bin Alwy Al-Haddad ra.”
14. Al-Habib Umar bin Zain bin Semith ra. mengatakan bahwa seseorang yang hidup sezaman dengan Al-Habib Abdullah Al-Haddad ra., bermukim di Mekkah, sehari setelah Al-Habib Abdullah Al-Haddad wafat, ia memberitahukan kepada sejumlah orang bahwa semalam beliau ra. sudah wafat. Ketika ditanya darimana ia mengetahuinya, ia menjawab, “Tiap hari, siang dan malam, saya melihat beliau selalu datang berthowaf mengitari Ka’bah (padahal beliau berada di Tarim, Hadhromaut). Hari ini saya tidak melihatnya lagi, karena itulah saya mengetahui bahwa beliau sudah wafat.”
Ya Allah, curahkan dan limpahkanlah keridhoan atasnya dan anugerahilah kami dengan rahasia-rahasia yang Engkau simpan dan berikan padanya, Amin ya rabbal'alamiin.
Semoga orang yang istiqomah mengamalkan Ratib Imam Haddad ini diselamatkan Allah Swt dari pada kesulitan, kesusahan, kesempitan hidup, dijauhkan dari penyakit lahir dan batin, dilindungi dari gangguan jin dan manusia, wafat dalam keadaan khusnul khotimah. Aamiin... Aamiin... Aamiin ya rabbal'alamiin...!!!
اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين
INSYA ALLAH BERKAH BERMANFAAT DUNIA AKHIRAT
KEPADA BELIAU AL-HABIB ABDULLAH BIN ALWY AL-HADDAD
RODHIYALLAHU TAA'LA A'NHU AL-FATIHAH.......
...الفاتحه
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ . الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ، إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ، اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ، صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ.
رَبِّ فَانْفَعْـــــــــــنَا بِبَرْكَتِهِمْ وَاهْدِنَا الْحُسْنٰى بِحُرْمَــــــــــــتِهِمْ وَاَمِتْنَافِى طَرِيْقَتِهِـــــــــــــــمْ وَمُعَافَــــــــــــــــــــاةٍ مِنَ الْفِتَـــــــــــــــــنِ
وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد والحمد لله رب العا لمين
ﺍَﻟﻠّـٰﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠَﻰٰ ﺳَﻴِّﺪِﻧَﺎ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻋَﺪَﺩَ ﻣَﺎﻓِﻲ ﻋِﻠْﻢِ ﺍﻟﻠّـٰﻪِ ﺻَﻼَﺓً ﺩَﺍﺋِﻤَﺔً ﺑِﺪَﻭَﺍﻡِ ﻣُﻠْڪِ ﺍﻟﻠّـٰﻪِ، ﻋَﺪَﺩَ ﺃَﻧْﻮَﻉِ ﺍﻟﺮِّﺯْﻕِ ﻭَﺍﻟْﻔُﺘُﻮْﺣَﺎﺕ،ِ ﻋَﺪَﺩَ ﺧَﻠْﻘِﻪٖ ﻭَﺭِﺿٰﻰ ﻧَﻔْﺴِﻪٖ ﻭَﺯِﻧَﺔَ ﻋَﺮْﺷِﻪٖ ﻭَﻣِﺪَﺩَ ڪَﻠِﻤَﺘِﻪٖ، ﻭَﻋَﺪَﺩَ ﻧِﻌَﻢِ ﺍﻟﻠّـٰﻪِ ﻭَﺇِﻓْﻀَﺎﻟِﻪٖ
اللَّـﮬـُمَّ صـَلِِّ ؏َـلٰے سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ؏َـلٰے اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ﷺ
Semoga berkah Rasulallah ﷺ, berkah bacaan Sholawat, Berkah para Waliyullah, Berkah orang2 Sholih, semoga kita semua di beri sehat lahir batin, panjang umur barokah umur, tambah ilmu barokah ilmu, banyak rejeki barokah rejeki, bahagia dan selamat dunia akhirat, Chusnul khotimah mati iman sempurna, masuk syurga bighoiri hisab mendapat SYAFAAT dari RASULULLAH ﷺ
AAMIIN...... YA ALLAH......
Mari kita selalu ISTIQOMAH memperbanyak SHOLAWAT 1.000 kali lebih setiap harinya, lebih2 di malam / hari jum'at dan di bulan ramadhan yang mana AMAL2 di lipatkan
اَللّٰـــــــــهُمَّ صَلِّ عَلٰے سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰے أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ فِے الْأَوَّلِيْنَ وَالْأَخِرِيْنَ وَفِےالْمَلٓاءِ الْأَعْلَے إِلَے يَوْمِ الدِّيْنِ
Mungkin gambar 1 orang dan teks yang menyatakan 'Bacalah wahai saudara-saudaraku, berlindunglah kalian pada masa ini, sebab pada masa ini tidak ada aman, tidak pula stabil dan tidak ada ketenangan yang sempurna. Bacalah kalian Ratib Imam Al-Haddad, dan Ratib Imam Al-Haddad ini, ada didalamnya doa-doa Nabi yang disusun oleh Imam Al-Haddad, terdapat penjagaan, perlindungan dan benteng didalamnya. AL-WALI AL-'ARIFBILLAH HABIB HUSSEIN BIN UMAR L-HADDAD