Tampilkan postingan dengan label Tokoh. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tokoh. Tampilkan semua postingan

Kamis, 24 November 2016

Guru Bangsaku

Sejarah pemikiran Gus Dur untuk NKRI.
Di akhir tahun 1998 Gus Dur rawuh (datang) di Wonosobo. Saat itu sedang ramainya era reformasi, beberapa bulan setelah Pak Harto jatuh.
Dan ini terjadi beberapa bulan sebelum Gus Dur menjadi orang nomer satu di Negeri ini.
Beliau masih menjabat sebagai Ketua PBNU.
Bertempat di Gedung PCNU Wonosobo,,Gus Dur mengadakan pertemuan dengan pengurus NU dari Wonosobo, Banjarnegara,Pubalingga, Kebumen,Temanggung dan Magelang.
Tentu saja semua kiai ingin tahu pendapat Gus Dur tentang situasi politik terbaru. Penulis hadir di situ walaupun bukan kiai,dan duduk persis di depan Gus Dur.
Penulis lah yang menuntun Gus Dur menaiki Lantai 2 PCNU Wonosobo.

Pripun Gus situasi politik terbaru?" tanya seorang kiai.
Orde Baru tumbang,tapi Negeri ini sakit keras.” kata Gus Dur.
Kok bisa Gus?”
Ya bisa,,wong yang menumbangkan Orde Baru pakainya emosi dan ambisi tanpa perencanaan yang jelas. Setelah tumbang mereka bingung mau apa,sehingga arah reformasi gak genah. Bahkan Negeri ini di ambang kehancuran,di ambang perang saudara.
Arah politik Negeri ini sedang menggiring Negeri ini ke pinggir jurang kehancuran dan separatisme.
Lihat saja,, baru berapa bulan Orde Reformasi berjalan, kita sudah kehilangan propinsi ke-27 kita, yaitu Timor Timur
.” kata Gus Dur.

,,kita semua akan merasa kasihan dengan sikap Gus Dur yang datar dan seperti capek sekali dan seperti aras-arasen bicara.
Tapi kalau sudah mulai bicara,luar biasa memikat dan ruangan jadi sepi kayak kuburan,tak ada bunyi apapun selain pangendikan Gus Dur.
Seorang kiai penasaran dengan calon presiden devinitif pengganti Pak Habibi yang hanya menjabat sementara sampai sidang MPR.

Ia bertanya: “Gus,,terus siapa yang paling pas jadi Presiden nanti Gus?”
Ya saya, hehehe…” kata Gus Dur datar.

Semua orang kaget dan menyangka Gus Dur guyon seperti biasanya yang memang suka guyon.

Yang bisa jadi presiden di masa seperti ini ya hanya saya kalau Indonesia gak pingin hancur.Dan saya sudah dikabari kalau-kalau saya mau jadi presidan walau sebentar hehehe...” kata Gus Dur mantab.

Siapa yang ngabari dan yang nyuruh Gus?” tanya seorang kiai.
Gak usah tahu.Orang NU tugasnya yakin saja bahwa nanti presidennya pasti dari NU,” kata Gus Dur masih datar seperti guyon.

Orang yang hadir di ruangan itu bingung antara yakin dan tidak yakin mengingat kondisi fisik Gus Dur yang demikian. Ditambah lagi masih ada stok orang yang secara fisik lebih sehat dan berambisi jadi presiden,yaitu Amin Rais dan Megawati.
Tapi tidak ada yang berani mengejar pertanyaan tentang presiden RI.

Kemudian Gus Dur menyambung: “Indonesia dalam masa menuju kehancuran,Separatisme sangat membahayakan.Bukan separatismenya yang membahayakan,tapi yang memback up di belakangnya. Negara-negara Barat ingin Indonesia hancur menjadi Indonesia Serikat,maka mereka melatih para pemberontak,membiayai untuk kemudian meminta merdeka seperti Timor Timur yang dimotori Australia.

Sejenak sang Kiai tertegun. Dan sambil membenarkan letak kacamatanya ia melanjutkan:
Tidak ada orang kita yang sadar bahaya ini. Mereka hanya pada ingin menguasai Negeri ini saja tanpa perduli apakah Negeri ini cerai-berai atau tidak. Maka saya harus jadi presiden, agar bisa memutus mata rantai konspirasi pecah-belah Indonesia. Saya tahu betul mata rantai konspirasi itu. RMS dibantu berapa Negara, Irian Barat siapa yang back up, GAM siapa yang ngojok-ojoki, dan saya dengar beberapa propinsi sudah siap mengajukan memorandum.
Ini sangat berbahaya.

Kemudiaan ia menarik nafas panjang dan melanjutkan: “Saya mau jadi presiden. Tetapi peran saya bukan sebagai pemadam api, Saya akan jadi pencegah kebakaran dan bukan pemadam kebakaran, Kalau saya jadi pemadam setelah api membakar Negeri ini,maka pasti sudah banyak korban. Akan makin sulit, Tapi kalau jadi pencegah kebakaran, hampir pasti gak akan ada orang yang menghargainya. Maka, mungkin kalaupun jadi presiden saya gak akan lama, karena mereka akan salah memahami langakah saya.

Seakan mengerti raut wajah bingung para kiai yang menyimak, Gus Dur pun kembali selorohkan pemikirannya. “Jelasnya begini, tak kasih gambaran,” kata Gus Dur menegaskan setelah melihat semua hadirin tidak mudeng dan agak bingung dengan tamsil Gus Dur.

Begini,,suara langit mengatakan bahwa sebuah rumah akan terbakar,ada dua pilihan,kalau mau jadi pahlawan maka biarkan rumah ini terbakar dulu lalu datang membawa pemadam,Maka semua orang akan menganggap kita pahlawan. Tapi sayang sudah terlanjur gosong dan mungkin banyak yang mati,juga rumahnya sudah jadi jelek,Kita jadi pahlawan pemyelamat yang dielu-elukan.

Kemudian lanjutnya: “Kedua, preventif..Suara langit sama, rumah itu mau terbakar. Penyebabnya tentu saja api. Ndilalah jam sekian akan ada orang naruh jerigen bensin di sebuah tempat.Ndilalah angin membawa sampah dan ranggas ke tempat itu. Ndilallah pada jam tertentu akan ada orang lewat situ. Ndilalah dia rokoknya habis pas dekat rumah itu. Ndilalalah dia tangan kanannya yang lega,Terus membuang puntung rokok ke arah kanan dimana ada tumpukan sampah kering.

Lalu ia sedikit memajukan duduknya, sambil menukas: “Lalu ceritanya kalau dirangkai jadi begini; ada orang lewat dekat rumah, lalu membuang puntung rokok, puntung rokok kena angin sehingga menyalakan sampah kering, api di sampah kering membesar lalu menyambar jerigen bensin yang baru tadi ditaruh di situ dan terbakarlah rumah itu.”

Suara langit ini hampir bisa dibilang pasti, tapi semua ada sebab-musabab, Kalau sebab di cegah maka musabab tidak akan terjadi, Kalau seseorang melihat rumah terbakar lalu ambil ember dan air lalu disiram sehingga tidak meluas maka dia akan jadi pahlawan. Tapi kalau seorang yang waskito, yang tahu akan sebab-musabab,dia akan menghadang orang yang mau menaruh jerigen bensin, atau menghadang orang yang merokok agar tidak lewat situ, atau gak buang puntung rokok di situ sehingga sababun kebakaran tidak terjadi.

Sejenak semua jamaah mangguk-mangguk.
Kemudian Gus Dur melanjutkan: “Tapi nanti yang terjadi adalah,orang yang membawa jerigen akan marah ketika kita cegah dia naruh jerigen bensin di situ: “Apa urusan kamu,ini rumahku, bebas dong aku naruh di mana?Pasti itu yang akan dikatakan orang itu.
Lalu misal ia memilih menghadang orang yang mau buang puntung rokok agar gak usah lewat situ, Kita bilang: “Mas,, tolong jangan lewat sini dan jangan merokok, Karena nanti Panjenengan akan menjadi penyebab kebakaran rumah itu.Apa kata dia: “Dasar orang gila, apa hubungannya aku merokok dengan rumah terbakar? Lagian mana rumah terbakar?! Ada-ada saja orang gila ini. Minggir!! saya mau lewat.”

Kini makin jelas arah pembicaraannya dan semua yang hadir makin khusyuk menyimak. “Nah,ini peran yang harus diambil NU saat ini, Suara langit sudah jelas, Negeri ini atau rumah ini akan terbakar dan harus dicegah penyebabnya, Tapi resikonya kita tidak akan popular, tapi rumah itu selamat.
Tak ada selain NU yang berpikir ke sana.
Mereka lebih memilih
: “Biar saja rumah terbakar asal aku jadi penguasanya, biar rumah besar itu tinggal sedikit asal nanti aku jadi pahlawan maka masyarakat akan memilihku jadi presiden.”

Poro Kiai ingkang kinormatan.” kata Gus Dur kemudian. “Kita yang akan jadi presiden, itu kata suara langit. Kita gak usah mikir bagaimana caranya, Percaya saja, titik.
Dan tugas kita adalah mencegah orang buang puntung rokok dan mencegah orang yang kan menaruh bensin..cPadahal itu banyak sekali dan ada di banyak negara. Dan pekerjaan itu secara dzahir sangat tidak popular,seperti ndingini kerso. Tapi harus kita ambil, waktu yang singkat dalam masa itu nanti, kita gak akan ngurusi dalam Negeri.”
Kita harus memutus mata rantai pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka di Swiss,kita harus temui Hasan Tiro.. Tak cukup Hasan Tiro, presiden dan pimpinan-pimpinan negara yang simpati padanya harus didekati.
Butuh waktu lama,” lanjut Gus Dur.

Belum lagi separatis RMS (Republik Maluku Sarani) yang bermarkas di Belanda,harus ada loby ke negara itu agar tak mendukung RMS.
Juga negara lain yang punya kepentingan di Maluku
,” kata Gus Dur kemudian.
Juga separatis Irian Barat Papua Merdeka,yang saya tahu binaan Amerika.
Saya tahu anggota senat yang jadi penyokong Papua Merdeka,mereka membiayai gerakan separatis itu
.
Asal tahu saja, yang menyerang warga Amerika dan Australia di sana adalah desain mereka sendiri.”

Kemudian Gus Dur menarik nafas berat,sebelum melanjutkan perkataan berikutnya. “Ini yang paling sulit,karena pusatnya di Israel. Maka, selain Amerika saya harus masuk Israel juga. Padahal waktu saya sangat singkat,,Jadi mohon para kiai dan santri banyak istighatsah nanti agar tugas kita ini bisa tercapai.Jangan tangisi apapun yang terjadi nanti,karena kita memilih jadi pencegah yang tidak populer,yang dalam Negeri akan diantemi sana-sini.”
Sekonyong beliau berdiri, lalu menegaskan perkataan terakhirnya: “NKRI bagi NU adalah Harga Mati!
Saya harus pamit karena saya ditunggu pertemuan di Jakarta,untuk membicarakan masa depan negara ini. Wasalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh...” tutup Gus Dur.

Tanpa memperpanjang dialog, Gus Dur langsung pamit.
Kita bubar dengan benak yang campur-aduk,antara percaya dan tidak percaya dengan visi Gus Dur.
Antara realitas dan idealitas, bahwa Gus Dur dengan sangat tegas di hadapan banyak kiai bahwa dialah yang akan jadi presiden.Terngiang-ngiang di telinga kami dengan seribu tanda tanya.
Menghitung peta politik, rasanya gak mungkin,Yang terkuat saat itu adalah PDIP yang punya calon mencorong Megawati putri presiden pertama RI yang menemukan momentnya.
Kedua,.masih ada Partai Golkar yang juga Akbar Tanjung siap jadi presiden.
Di kelompok Islam modern ada Amien Rais yang juga layak jadi presiden,dan dia dianggap sebagian orang sebagai pelopor Reformasi.
Maka kami hanya berpikir bahwa rasional gak rasional, percoyo gak percoyo ya percoyo aja apa yang disampaikan Gus Dur tadi. Juga tentang tamsil rumah tebakar tadi,Sebagian besar hadirin agak bingung walau mantuk-mantuk karena gak melihat korelasinya NU dengan jaringan luar negeri.
Sekitar 3 bulan kemudian, Subhanallah…ternyata Gus Dur benar-benar jadi Presiden. Dan Gus Dur juga benar-benar bersafari ke luar negeri seakan maniak plesiran,Semua negara yang disebutkan di PCNU Wonosobo itu benar-benar dikunjungi,dan reaksi dalam negeri juga persis dugaan Gus Dur saat itu bahwa Gus Dur dianggap foya-foya, menghamburkan duit negara untuk plesiran,Yang dalam jangka waktu beberapa bulan sampai 170 kali lawatan,Luar biasa dengan fisik yang (maaf) begitu,demi untuk sebuah keutuhan NKRI.
Pernah suatu ketika Gus Dur lawatan ke Paris (kalau kami tahu maksudnya kenapa ke Paris). Dalam negeri,para pengamat politik dan politikus mengatakan kalau Gus Dur memakai aji mumpung. Mumpung jadi presiden pelesiran menikmati tempat-tempat indah dunia dengan fasilitas negara.
Apa jawab Gus Dur: “Biar saja, wong namanya wong ora mudeng atau ora seneng. Bagaimana bisa dibilang plesiran wong di Paris dan di Jakarta sama saja,gelap gak lihat apa-apa,koq dibilang plesiran,Biar saja,gitu aja koq repot!”
Masih sangat teringat bahwa pengamat politik yang paling miring mengomentrai lawatan Gus Dur sampai masa Gus Dur lengser adalah Alfian Andi Malarangeng,mantan Menpora.
Tentu warga NU gak akan lupa sakit hatinya mendengar ulasan dia,bagaimana dia skrg.
Satu-satunya pengamat politik yang fair melihat sikap Gus Dur,,ini sekaligus sebagai apresiasi kami warga NU, adalah Hermawan Sulistyo, atau sering dipanggil Mas Kiki. terimakasih Mas Kiki.
Kembali ke topik..Ternyata orang yang paling mengenal sepak terjang Gus Dur adalah justru dari luar Islam sendiri,, Kristen, Tionghoa, Hindu, Budha dll. mereka tahu apa yang akan dilakukan Gus Dur untuk NKRI ini.
Negeri ini tetap utuh minus Timor Timur karena jasa Gus Dur..
Beliau tanpa memikirkan kesehatan diri, tanpa memikirkan popularitas, berkejaran dengan sang waktu untuk mencegah kebakaran rumah besar Indonesia.
Dengan resiko dimusuhi dalam negeri, dihujat oleh separatis Islam dan golongan Islam lainnya,Gus Dur tidak perduli apapun demi NKRI tetap utuh. Diturunkan dari kursi presiden juga gak masalah bagi beliau walau dengan tuduhan yang dibuat-buat.
Silakan dikroscek data ini. Lihat kembali keadaan beberapa tahun silam era reformasi baru berjalan,beliau sama sekali tidak butuh gelar “Pahlawan"

Minggu, 10 April 2011

Habib Umar bin Hafiz, Ulama Habaib Terkenal Masa Kini




Beliau ialah Habib Umar putera dari Muhammad putera dari Salim putera dari Hafiz putera dari Abdullah putera dari Abi Bakr putera dari Aidarus putera dari Hussein putera dari Syeikh Abi Bakr putera dari Salim putera dari Abdullah putera dari Abdul Rahman putera dari Abdullah putera dari Syeikh Abdul Rahman al-Saqqaf putera dari Muhammad Maula al- Dawilah putera dari Ali putera dari Alawi putera dari al-Faqih
al-Muqaddam Muhammad putera dari Ali putera dari Muhammad Shahib Mirbat putera dari Ali Khali Qasam putera dari Alawi putera dari Muhammad putera dari Alawi putera dari Ubaidillah putera
dari Imam al-Muhajir Ahmadputera dari Isa putera dari Muhammad putera dari Ali al- Uraidi putera dari Ja'far al-Sadiq putera dari Muhammad al-Baqir putera dari Ali Zainal Abidin putera dari Hussein sang cucu
lelaki, putera dari pasangan Ali putera dari Abu Talib dan Fatimah az-Zahra puteri dari Rasul Muhammad s.a.w..

Beliau dilahirkan di Tarim, Hadramaut, salah satu kota tertua di Yaman yang menjadi sangat terkenal di seluruh dunia dengan berlimpahnya para ilmuwan dan para alim ulama yang dihasilkan kota ini selama
berabad-abad. Beliau dibesarkan di dalam keluarga yang memiliki tradisi keilmuan Islam dan
kejujuran moral dengan ayahnya yang adalah seorang pejuang martir yang terkenal, Sang Intelektual, Sang Da’i Besar, Muhammad bin Salim bin Hafiz bin Shaikh Abu Bakr bin Salim. Ayahnya ialah salah seorang
ulama intelektual Islam yang mengabdikan hidup mereka demi penyebaran Islam dan pengajaran hukum suci serta aturan-aturan mulia dalam Islam. Beliau secara tragis diculik oleh kelompok komunis dan diperkirakan telah meninggal, semoga Allah mengampuni dosa-dosanya. Demikian pula kedua datuk beliau, Habib Salim bin Hafiz dan Habib Hafiz bin Abdullah yang merupakan paraintelektual Islam yang sangat dihormati kaum ulama dan intelektual Muslim pada masanya. Allah seakan menyiapkan kondisi-kondisi yang sesuai bagi Habib Umar dalam hal hubungannya dengan para intelektual muslim disekitarnya serta kemuliaan yang muncul
dari keluarganya sendiri dan dari lingkungan serta masyarakat dimana ia dibesarkan. Beliau telah mampu menghafal al-Quran pada usia yang sangat muda dan ia juga menghafal berbagai teks inti dalam fiqh, hadis, bahasa Arab dan berbagai ilmu-ilmu keagamaan yang membuatnya termasuk dalam lingkaran keilmuan yang
dipegang teguh oleh begitu banyaknya ulama-ulama tradisional seperti Muhammad bin Alawi bin Shihab dan Syeikh Fadl Baa Fadl serta para ulama lain yang mengajar di Ribat, Tarim yang terkenal itu. Maka beliau pun mempelajari berbagai ilmu termasuk ilmu-ilmu spiritual keagamaan dari ayahnya yang meninggal syahid, Habib
Muhammad bin Salim, yang darinya didapatkan cinta dan perhatiannya yang mendalam pada da'wah dan bimbingan atau tuntunan keagamaan dengan cara Allah s.w.t. Ayahnya begitu memperhatikan sang
‘Umar kecil yang selalu berada di sisi ayahnya di dalam lingkaran ilmu dan zikir.







Namun secara tragis, ketika Habib ‘Umar sedang menemani ayahnya untuk solat Jumaat, ayahnya diculik oleh golongan komunis, dan sang ‘Umar kecil sendirian pulang ke rumahnya dengan masih membawa syal milik ayahnya, dan sejak saat itu ayahnya tidak pernah terlihat lagi. Ini menyebabkan ‘Umar muda menganggap bahawa tanggungjawab untuk meneruskan pekerjaan yang dilakukan ayahnya dalam bidang dakwah sama seperti seakan- akan syal sang ayah menjadi bendera yang diberikan padanya di masa kecil sebelum beliau mati syahid.

  Sejak itu, dengan sang bendera dikibarkannya tinggi-tinggi, dia memulai, secara bersemangat, perjalanan penuh perjuangan, mengumpulkan orang-orang, membentuk majlis-majlis dan dakwah. Perjuangan dan
usahanya yang keras demi melanjutkan pekerjaan ayahnya mulai membuahkan hasil. Kelas-kelas mulai dibuka bagi anak muda maupun orang tua di mesjid-mesjid setempat dimana ditawarkan berbagai kesempatan
untuk menghafal al-Quran dan untuk belajar ilmu-ilmu tradisional. Dia sesungguhnya telah benar- benar memahami Kitab Suci sehingga ia telah diberikan sesuatu yang khusus dari Allah meskipun usianya masih muda. Namun hal ini mulai mengakibatkan kekhawatiran akan keselamatannya dan akhirnya diputuskan beliau dikirim ke kota al-Bayda’ yang terletak di tempat yang disebut Yaman Utara yang menjadikannya jauh dari
jangkauan mereka yang ingin mencelakai sang sayyid muda. Disana dimulai babak penting baru dalam perkembangan beliau. Masuk sekolah Ribat di al-Bayda’ ia mulai belajar ilmu-ilmu tradisional dibawah
bimbingan ahli dari yang mulia Habib Muhammad bin Abdullah al-Haddar, semoga Allah mengampuninya, dan juga dibawah bimbingan ulama mazhab Syafie, Habib Zain bin Sumait, semoga Allah melindunginya. Janji beliau terpenuhi ketika akhirnya dia ditunjuk sebagai seorang guru tak lama sesudahnya. Dia juga terus melanjutkan perjuangannya yang melelahkan dalam bidang dakwah. Kali ini tempatnya adalah al-Bayda’ dan kota-kota serta desa- desa disekitarnya. Tiada satu pun yang terlewat dalam usahanya untuk mengenalkan kembali cinta kasih Allah dan Rasul-Nya s.a.w pada hati mereka seluruhnya. Kelas-kelas dan majelis didirikan, pengajaran dimulai dan orang-orang dibimbing. Usaha beliau yang demikian gigih menyebabkannya kekurangan tidur dan istirahat mulai menunjukkan hasil yang besar bagi mereka tersentuh dengan ajarannya, terutama para pemuda yang sebelumnya telah terjerumus dalam kehidupan yang kosong dan dangkal, namunkini telah mengalami perubahan mendalam hingga mereka sadar bahwa hidup memiliki tujuan,
mereka bangga dengan indentitas baru mereka sebagai orang Islam, mengenakan serban/selendang Islam dan mulai memusatkan perhatian mereka untuk meraih sifat-sifat luhur dan mulia dari Sang Rasul Pesuruh Allah swt.








Sejak saat itu, sekelompok besar orang-orang yang telah dipengaruhi beliau mulai berkumpul mengelilingi beliau dan membantunya dalam perjuangan dakwah maupun keteguhan beliau dalam mengajar di berbagai kota besar maupun kecil di Yaman Utara. Pada masa ini, beliau mulai mengunjungi banyak kota-kota maupun masyaraka di seluruh Yaman, mulai dari kota Ta'iz di utara, untuk belajar ilmu dari mufti Ta‘iz al-Habib Ibrahi bin Aqil bin Yahya yang mulai menunjukkan pada beliau perhatian dan cinta yang besar sebagaimana ia mendapatkan perlakuan yang sama dari Habib Muhammad al-Haddar sehingga ia memberikan puterinya untuk dinikahi setelah menyaksikan bahwa dalam diri beliau terdapat sifat-sifat kejujuran dan kepintaran yang agung. Tak lama setelah itu, beliau melakukan perjalanan melelahkan demi melakukan ibadah Haji di Mekkah dan untuk mengunjungi makam Rasul s.a.w di Madinah. Dalam perjalanannya ke Hijaz, beliau diberkahi kesempatan untuk mempelajari beberapa kitab dari para ulama terkenal disana, terutama dari Habib Abdul Qadir bin Ahmad al-Saqqaf yang menyaksikan bahwa di dalam diri ‘Umar muda, terdapat semangat
pemuda yang penuh cinta kepada Allah dan RasulNya s.a.w. dan sungguh-sungguh tenggelam dalam penyebaran ilmu dan keadilan terhadap sesama umat manusia sehingga beliau dicintai al-Habib Abdul
Qadir salah seorang guru besarnya. Begitu pula beliau diberkahi untuk menerima ilmu dan bimbingan dari kedua pilar keadilan di Hijaz, yakni Habib Ahmad Mashur al-Haddad dan Habib Attas al-Habshi.
Sejak itulah nama Habib Umar bin Hafiz mulai tersebar luas terutama dikeranakan kegigihan usaha beliau dalam menyerukan agama Islam dan memperbaharui ajaran-ajaran awal yang tradisional. Namun kepopularan dan ketenaran yang besar ini tidak sedikitpun mengurangi usaha pengajaran beliau, bahkan sebaliknya, ini
menjadikannya mendapatkan sumber d tambahan dimana tujuan-tujuan mulia lainnya dapat dipertahankan.








Tiada waktu yang terbuang sia-sia, setiap saat dipenuhi dengan mengingat Allah dalam berbagai manifestasinya, dan dalam berbagai situasi dan lokasi yang berbeda. Perhatiannya yang
mendalam terhadap membangun keimanan terutama pada mereka yang berada didekatnya, telah menjadi salah satu dari perilaku beliau yang paling terlihat jelas sehingga membuat nama beliau tersebar luas bahkan hingga sampai ke Dunia Baru. Negara Oman akan menjadi fase berikutnya dalam pergerakan menuju pembaharuan abad ke-15. Setelah menyambut baik undangan dari sekelompok Muslim yang memiliki hasrat dan keinginan menggebu untuk menerima manfaat dari ajarannya, beliau meninggalkan tanah kelahirannya dan tidak kembali hingga beberapa tahun kemudian. Bibit-bibit pengajaran dan kemuliaan juga ditanamkan
di kota Shihr di Yaman timur, kota pertama yang disinggahinya ketika kembali ke Hadramaut, Yaman.
Disana ajaran-ajaran beliau mulai tertanam dan diabadikan dengan  pembangunan Ribat al-Mustafa. Ini merupakan titik balik utama dan dapat memberi tanda lebih dari satu jalan, dalam hal
melengkapi aspek teoritis dari usaha ini dan menciptakan bukti-bukti kongkrit yang dapat mewakili pengajaran-pengajaran di masa depan. Kepulangannya ke Tarim menjadi tanda sebuah perubahan
mendasar dari tahun-tahun yang ia habiskan untuk belajar, mengajar, membangun mental agamis orang-orang disekelilingnya, menyebarkan seruan dan menyerukan yang benar serta melarang yang salah.
Dar-al-Mustafa menjadi hadiah beliau bagi dunia, dan di pesantren itu pulalah dunia diserukan. Dalam waktu yang dapat dikatakan demikian singkat, penduduk Tarim akan menyaksikan berkumpulnya
pada murid dari berbagai daerah yang jauh bersatu di satu kota yang hampir terlupakan ketika masih dikuasai para pembangkang komunis. Murid-murid dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Kepulauan Comoro, Tanzania, Kenya, Mesir, Inggris, Pakistan, Amerika Serikat dan Kanada, juga negara-negara Arab lain dan negara bagian di Arab akan diawasi secara langsung oleh Habib Umar. Mereka ini akan menjadi perwakilan dan penerus dari apa yang kini telah menjadi perjuangan asli demi memperbaharui ajaran Islam tradisional di abad ke-15 setelah hari kebangkitan. Berdirinya berbagai institusi Islami serupa di Yaman dan di negara-negara lain dibawah manajemen al-Habib Umar akan menjadi sebuah tonggak utama dalam penyebaran Ilmu dan perilaku mulia serta menyediakan kesempatan bagi orang-orang awam yang kesempatan tersebut dahulunya telah dirampas dari mereka.


 


Habib Umar kini tinggal di Tarim, Yaman dimana beliau mengawasi perkembangan di Dar al-Mustafa dan berbagai sekolah lain yang telah dibangun dibawah manajemen beliau. Beliau masih memegang peran aktif dalam penyebaran Islam, sedemikian aktifnya sehingga beliau meluangkan hampir sepanjang tahunnya mengunjungi berbagai negara di seluruh dunia demi melakukan kegiatan-kegiatan mulianya.





sumber: www.ildib.co.cc/2011/01/habib-umar-bin-hafiz-ulama-habaib