Tampilkan postingan dengan label Tasawuf. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tasawuf. Tampilkan semua postingan

Selasa, 05 April 2011

Gubuk Lebih Baik

bbTersebutlah seorang penganut tasawuf bernama Nidzam al-Mahmudi.  Ia tinggal di sebuah kampung terpencil, dalam sebuah gubuk kecil. Istri dan anak-anaknya hidup dengan amat sederhana. Akan tetapi, semua anaknya berpikiran cerdas dan berpendidikan. Selain penduduk kampung itu, tidak ada yang tahu bahwa ia mempunyai kebun subur berhektar-hektar dan perniagaan yang kian berkembang di beberapa kota besar. Dengan kekayaan yang diputar secara mahir itu ia dapat menghidupi ratusan keluarga yg bergantung padanya. Tingkat kemakmuran para kuli dan pegawainya bahkan jauh lebih tinggi ketimbang sang majikan. Namun, Nidzam al-Mahmudi merasa amat bahagia dan dama menikmati perjalanan usianya. Salah seorang anaknya pernah bertanya, `Mengapa Ayah tidak membangun rumah yang besar dan indah? Bukankah Ayah mampu?” ”Ada beberapa sebab mengapa Ayah lebih suka menempati sebuah gubuk kecil,” jawab sang sufi yang tidak terkenal itu.“Pertama, karena betapa pun besarnya rumah kita, yang kita butuhkan ternyatahanya tempat untuk duduk dan berbaring. Rumah besar sering menjadi penjara bagi penghuninya. Sehari-harian ia Cuma mengurung diri sambil menikmati keindahan istananya. Ia terlepas dari masyarakatnya. Dan ia terlepas dari alam bebas yang indah ini. Akibatnya ia akan kurang bersyukur kepada Allah.” Anaknya yang sudah cukup dewasa itu membenarkan ucapan ayahnya dalam hati. Apalagi ketika sang Ayah melanjutkan argumentasinya, “Kedua, dengan menempati sebuah gubuk kecil, kalian akan menjadi cepat dewasa. Kalian ingin segera memisahkan diri dari orang tua supaya dapat menghuni rumah yang lebih selesa. Ketiga, kami dulu cuma berdua, Ayah dan Ibu. Kelak akan menjadi berdua lagi setelah anak-anak semuanya berumah tangga. Apalagi Ayah dan Ibu menempati rumah yang besar, bukankah kelengangan suasana akan lebih terasa dan
menyiksa?” Si anak tercenung. Alangkah bijaknya sikap sang ayah yang tampak lugu dan polos itu. Ia seorang hartawan yang kekayaannya melimpah. Akan tetapi, keringatnya setiap hari selalu bercucuran
Ia ikut mencangkul dan menuai hasil
tanaman. Ia betul-betul menikmati kekayaannya dengan cara yang paling mendasar. Ia tidak melayang-layang dalam buaian harta benda sehingga sebenarnya bukan merasakan kekayaan, melainkan kepayahan semata-mata. Sebab banyak hartawan lain yang hanya bisa menghitung-hitung kekayaannya dalam bentuk angka-angka. Mereka hanya menikmati lembaran-lembaran kertas yang disangkanya kekayaan yang tiada tara. Padahal hakikatnya ia tidak menikmati apa-apa kecuali angan-angan kosongnya sendiri. Kemudia anak itu lebih terkesima tatkala ayahnya meneruskan, “Anakku, jika aku membangun sebuah istana anggun, biayanya terlalu besar. Dan biaya sebesar itu kalau kubangunkan gubuk- gubuk kecil yang memadai untuk tempat tinggal, berapa banyak tunawisma/gelandangan bisa terangkat martabatnya menjadi warga terhormat? Ingatlah anakku, dunia ini disediakan Tuhan untuk segenap mahkluknya. Dan dunia ini cukup untuk memenuhi kebutuhan semua penghuninya. Akan tetapi, dunia ini akan menjadi sempit dan terlalu sedikit, bahkan tidak cukup, untuk memuaskan hanya keserakahan seorang manusia saja.”






http://alawiy.wordpress.com/
kalam/gubuk-lebih-baik/

Selasa, 15 Februari 2011

Uwais Al-Qorniy

(Pelajaran Buat Kita yang Terjebak dengan Atribut Kehidupan)

Dari Abu Hurairah ra.. : Telah bersabda Rasulullah saw :
“ Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla mencintai makhluk-Nya yang bersifat : 
(i) al-asfiyaa` (yaitu orang-orang yang mempunyai hati dan ruhani yang bersih, suci, jernih dan tulus dan benar-benar dekat dengan Allah swt 
(ii) al-akhfiyaa`(yaitu orang-orang yang mengasingkan diri dari orang ramai, yang diam-diam, yang sembunyi-sembunyi, karena Allah swt)
(iii) al-abriyaa` (yaitu berdebu/kumuh, maksudnya orang-orang yang kehidupannya sangat miskin, penuh pengorbanan dan kesabaran di atas kesusahan dan keperihan hidup yang mereka lalui karena Allah swt) 
(iv) asy-sya'ithah ruusuhum (yaitu orang-orang yang rambut mereka kusut, tidak teratur, mungkin karena sibuk dengan urusan-urusan ukhrowi dan juga menghadapi liku-liku kemiskinan hidup dan juga pengorbanan atas agama Allah swt)
 (v) al-mughobbaroh wujuuhuhum (yaitu orang-orang yang wajah mereka penuh berlumuran debu, lantaran liku-liku kesusahan yang dihadapi dalam hidup mereka yang serba sederhana dan kekurangan karena Allah swt)
(vi) al-khomsoh butuunuhum (yaitu orang-orang yang sangat kempis perut-perut mereka karena kelaparan dan kurang makan
(vii) Orang-orang yang bila mengajukan usul kepada pemimpin- pemimpin mereka tidak diperkenankan
(viii) Jika mereka meminang wanita-wanita yang berharta atau berkedudukan, maka pinangan mereka ditolak.
(ix) Jika mereka pergi dari suatu majlis atau tempat, maka mereka tidak akan dicari oleh orang lain (yaitu orang ramai tidak peduli dengan keperrgian mereka)
(x) Jika mereka hadir dalam suatu majlis, maka orang ramai tidak gembira atas kemunculannya
(xi) Jika mereka jatuh sakit, mereka tidak dijenguk
(xii) Jika mereka meninggal, mereka tidak dilayat Setelah mendengar sabda Rasulullah saw, maka para sahabat bertanya : Wahai Rasulullah, bagaimanakah kami bisa menemui orang-orang yang dicintai Allah swt yang mempunyai sifat-sifat tersebut di atas ?

Rasul saw bersabda : Itulah Uwais Al-Qorniy. 
Para sahabat bertanya lagi : Bagaimanakah ciri-cirinya ?
Sabda Nabi saw : Dia mempunyai mata yang agak kebiru-biruan dan juga rabut berwarna kemerah-merahan/pirang, bidang dadanya, badannya lurus tegak seimbang bila berdiri, mempunyai warna kulit sawo matang, senantiasa dagunya menempel ke dadanya (menundukkan kepalanya karena tawadhu' dan banyak berzikir), pandangan matanya selalu terarah pada tempat sujudnya, selalu meletakkan tangan kanannya di atas yang tangan kirinya, selalu tilawah Al-Quran, selalu menangisi dirinya, mempunyai dua helai kain usang/lusuh, tidak diperhatikan dan dipedulikan orang ramai, selalu memakai kain yang dibuat dari suuf (bulu) dan selalu memakai selendang yang juga dibuat dari suuf (bulu), tidak dikenal (majhuul) oleh penduduk bumi, sangat dikenal (ma'ruuf) oleh ahli langit, seandainya dia bersungguh-sungguh memohon kepada Allah swt pastilah Allah swt akan memperkenankannya, ketahuilah bahwa sesungguhnya di bawah bahunya yang kiri terdapat bintik putih, ketahuilah bahwa bila datang hari kiamat nanti dikatakan kepada hamba-hamba: Masuklah kalian ke dalam syurga!, dan dikatakan kepada Uwais : Berhenti, dan mintalah syafaa'at ! Maka Allah 'Azza wa Jalla pun menerima syafaa'atnya seperti Robii'ah dan Mudhor. Wahai 'Umar! Wahai 'Ali, apabila kalian berdua berjumpa dengannya maka mohonlah kalian berdua kepadanya supaya dia memohon istighfar kepada Allah swt untuk kalian berdua, niscaya Allah akan mengampuni kalian berdua.
Perawi melanjutkan : Maka mereka berdua(yaitu 'Umar dan 'Ali r.huma) terus menanti dan mencari Uwais rah.a. selama sepuluh tahun, tetapi mereka berdua tidak mampu untuk bertemu dengannya. 
Tetapi pada akhir tahun kewafatan 'Umar r.a,. 'Umar .r.a. terus naik ke Bukit Abu Qubais yang berdekatan dengan Masjidil Haram, lalu Beliau menyeru dengan suara yang kuat: 
Wahai jama`ah haji dari Yaman ! Adakah Uwais di kalangan kalian ?
 Lalu berdirilah seorang tua yang berjanggut panjang dan menjawab: Sesungguhnya kami tidak tahu siapa itu Uwais. Akan tetapi, saya ada seorang anak dari saudara saya yang dipanggil Uwais, namanya tidak dikenal orang, lagi pula dia sangat miskin, dia mengembala unta kami, dan pada pandangan kami dia adalah orang yang tidak dipandang orang. 

Dari penjelasan itu, 'Umar r.a. masih belum jelas, seolah beliau tidak menduga. Kemudian
'Umar r.a. pun bertanya lagi: Anak saudara kamu itu, adakah dia berada di Haram saat ini ?
Jawab orang tua yang berjanggut panjang itu : ya, ada
Tanya 'Umar lagi: Di manakah ia bisa saya temui ?
Jawab orang tua itu: dia akan memperlihatkan dirinya pada tuan di 'Arafah.

Perawi melanjutkan ceritanya lagi: Maka 'Umar dan 'Ali r.huma pun dengan segera menuju ke 'Arafah, maka disana mereka berdua mendapati seorang yang sedang berdiri solat, ke arah sebatang tiang, dan ada unta di sekelilingnya yang sedang merumput.
Maka mereka berdua r.a. pun menambat kedua ekor himar mereka kemudian mendekati lelaki itu sambil mengucapkan :
Assalaamu'alaikum wa rahmatullaah!
Uwais rah.a. memendekkan shalatnya kemudian menjawab : Assalaamu'alaikumaa warohmatullaah!
Mereka berdua r.a. bertanya: siapa Anda?
Jawab Uwais rah.a.: Saya adalah seorang pengembala unta dan juga seorang pelayan?
Mereka berdua r.huma membalas: kami tidak bertanya tentang pekerjaan Anda. Siapa nama Anda ?
Jawab Uwais rah.a: 'Abdullah (hamba Allah).
Balas mereka berdua r.huma. lagi: Sesungguhnya kami sudah mengetahui bahwa semua ahli langit dan ahli bumi adalah 'Abiidullah. 
Siapakah nama Anda yang telah diberi oleh ibu Anda ?
Jawab Uwais rah.a: Oh tuan berdua ini ! Sebenarnya apakah yang tuan berdua kehendaki dari saya ?
Jawab mereka berdua: Telah menjelaskan kepada kami Nabi Muhammmad saw akan sifat-sifat Uwais Al-Qorniy, maka sesungguhnya kami telah kenal akan kemerah-merahan dan kebiru-biruan (matanya), dan baginda saw telah mengkhabarkan kepada kami bahwa di bawah bahunya yang kiri ada bintik putih maka terangkanlah kepada kami berdua, apa sekiranya tanda-tanda itu ada pada Anda ?
Maka Uwais rah.a. pun menunjukkan tanda di bawah bahunya, maka memang benar terdapat bintik yang disebut, kemudian mereka berdua r.huma saling berebut-rebut untuk mengecup keningnya.
Keduanya berkata: Kami naik saksi bahwa saudaralah Uwais Al- Qorniy. Maka beristighfarlah, mohonlah ampunan kepada Allah untuk kami berdua, semoga Allah swt memberikan maghfiroh untuk Anda !
Jawab Uwais rah.a.: Tidak aku khususkan dengan istighfarku itu hanya untuk diriku sendiri, akan tetapi saya hanya merangkum semua mu`minin dan mu`minat, muslimin dan muslimat, di daratan dan di lautan. Oh tuan berdua bagaimana sampai Allah swt menyingkapkan keadaan saya kepada tuan berdua, dan Allah swt telah memperkenalkan urusan saya kepada tuan berdua ! Maka sebenarnya siapakah
tuan berdua ini ?
Lalu 'Ali r.a. menjawab: Ini adalah 'Umar, Amiirul Mu`miniin, dan saya 'Ali bin Abi Tholib.
(Setelah mendengar penerangan 'Ali r.a.) maka berdirilah Uwais rah.a. sambil berkata:
Assalaamu'alaika Yaa Amiirol Mu`miniin, Warohmatullaahi Wa Barokaatuh! Dan tuan, Ya 'Ali bin Abi Tholib, semoga Allah membalas tuan berdua (karena berkhidmat) kepada ummat ini dengan penuh kebaikan!
Lalu membalaslah mereka berdua r.huma: Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan.
Maka berkatalah 'Umar r.a. kepada Uwais rah.a.: saya akan beri nafkah Anda dan sedikit pakaian untuk dipakai dan juga tempat. 
Kemudian Uwais rah.a. membalas: Waktu yang telah ditentukan diantara saya dan tuan, saya mungkin tidak akan melihat atau bertemu tuan lagi selepas hari ini, maka beritahu saya apa yang saya harus perbuat dengan nafkah itu dan dengan kain pakaian itu?
Bukankah tuan melihat bahwa saya masih sedang memakai kain sarung dan juga kain selendang ini?
Tuan juga melihat sarung dan selendang ini tidak robek? 
Juga saya masih pakai sandal ? Apa yang saya pakai semua masih layak untuk dipakai?
Saya telah mengambil empat dirham sebagai upah penggembalaan, maka bilakah tuan melihat saya makan dengan uang itu)? 
Wahai Amirul Mu`miniin, sesungguhnya di hadapan saya dan di hadapan tuan ada suatu rintangan yang tersangat sulit untuk diatasi, di mana seorang pun tidak akan dapat melepaskan diri dari rintangan sulit itu kecuali seorang yang sangat kurus kering badannya lagi ringan bebannya (ya'nii sedikit sekali hartanya / miskin), maka ringanlah, semoga Allaah swt merahmati tuan!
Tatkala telah mendengar 'Umar r.a. akan nasihat Uwais rah.a. itu maka terdiamlah ia dan tidak bergerak sedikitpun,
kemudian beliau r.a. menjerit dengan suara kuat : Alangkah baiknya sekiranya ibu 'Umar tidak melahirkan 'Umar! Alangkah baiknya sekiranya ibu 'Umar seorang perempuan yang mandul yang tidak merawat kandungannya!
Kemudian Uwais rah.a. berkata: Wahai Amirul Mu`miniin, mulailah tuan untuk bertindak sewajarnya di sini. Dan saya pun akan memulai bertindak sewajarnya di sini juga.
Maka (dengan haru dan lemas) 'Umar r.a. pun bergerak meninggalkan tempat itu menuju ke arah Makkah dan Uwais Al-Qorniy rah.a. pula terus menggiringkan untanya. Dan dengan tiba-tiba kaumnya ( kaum Uwais) telah datang dengan unta-unta mereka. Dan (dengan persetujuan bersama) akhirnya Uwais Al-Qorniy rah.a. berhenti kerja penggembalaan dan beliau rah.a. pun sepenuhnya beribadah sampai beliau rah.a. menemui Allah 'Azza wa Jalla.


Terjemahan Kitab Sifah As-Sofwah, susunan Al- Imam Al-'Aalim Jamaaluddiin Abil Faroj Ibnu Al-Jauziyy rah.a, jilid 3, halaman 45, 46, 47 dan 48. Daarul Ma'rifah, Beirut, Lebanon.


Sumber:
http://buntetpesantren.org/index.php?option=com_content&view=article&id=689:uwais-al-qorniy&catid=39:tasawuf&Itemid=80