Minggu, 27 Februari 2011

Belajar mencapai sebuah keikhlasan

“Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan untuk beribadah kepada Alloh dengan mengikhlaskan agama untuk-Nya ”. (QS. Al-Bayyinah:5)

itulah yang diperintahkan kepada kita kaum muslimin karena itu adalah tauhid dan ikhlas dua hal yang harus bersatu tidak boleh tidak... tentang orang yang ikhlas ini

Allah berfirman : 15:39. Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, 15:40.

kecuali hamba- hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka. lihat ya akhi dan ukhti fillah hanya orang yang ikhlaslah yang selamat dari godaan iblis? maka berusahalah untuk mengikhlaskan hatimu besarkanlah dahulu keikhlasanmu lalu amalmu berapa banyak mereka yang beramal besar karena keikhlasan kurang yang mereka dapatkan hanya kerugian. Apakah yang dijamin syetan tak dapat digoda ini ulama, ustad, tahfidz, yang derwaman, mereka yang bergelar, bahkan mujahid sekalipun, TIDAK, DEMI ALLAH SWT TIDAK! tapi mereka yang mukhlis mereka yang mengikhlaskan niatnya untuk mencari keridhaan Allah, sekalipun baju mereka robek, rambut mereka kusut, masai atau tak ada sedikit pun harta dan jabatan mereka. ketakwaan itu ada didalam dadamu sabda Rasul.



1. Dari ‘Umar bin Khothob RA, ia berkata:

Aku mendengar Rosululloh SAW bersabda: “ Sesungguhnya amal perbuatan tergantung niat, dan seseorang hanya memperoleh balasan berdasarkan apa yang ia niatkan; siapa hijrahnya (diniatkan) menuju Alloh dan Rosul- Nya maka hirjahnya itu menuju Alloh dan Rosul- Nya; dan siapa hijrahnya karena dunia yang akan ia raih atau wanita yang akan ia nikahi, maka ia berhijrah kepada apa yang ia tuju ”. (HR. Bukhori dan Muslim)



2. Dan dari Abu Umamah RA berkata:

Ada seorang lelaki datang kepada Rosululloh SAW lalu bersabda, “ Menurut Anda bagaimana dengan seseorang yang berperang lantaran ingin mendapatkan imbalan dan ketenaran; apa yang ia dapatkan ?” Rosululloh SAW menjawab, “ Tidak mendapat apa- apa.” Lelaki itu terus mengulangi pertanyaannya beberapa kali namun Rosululloh SAW tetap mengatakan, “Tidak mendapat apa- apa.” Setelah itu beliau bersabda, “ Sesungguhnya Alloh tidak menerima amal selain yang ikhlas dan dalam rangka mencari wajah-Nya. ” (HR. Abu Dawud dan Nasai) Itu yang haq yg harus engkau tanam didalam hatimu wahai saudaraku mereka yang berniat mengorbankan segalanya kepada Allah



3. Dan dari Abu Huroiroh RA ia berkata:

Aku mendengar Rosululloh SAW bersabda, “ Sesungguhnya manusia pertama yang akan diberi keputusan di hari kiamat adalah orang yang mati syahid. Ia dipanggil dan diperlihatkan nikmat- nikmat yang pernah diberikan kepadanya dan dia pun mengakuinya. Alloh berfirman: ‘Apa yang kau perbuat dengan nikmat-nikmat itu ?’ Ia berkata: ‘Aku berperang karena-Mu hingga aku mati syahid. ’ Alloh berfirman: ‘ Kamu dusta, tapi kamu berperang supaya dikatakan pemberani dan orang telah mengatakannya. ’ Kemudian ia diperintahkan untuk diseret pada wajahnya hingga akhirnya dilempar ke neraka. Kemudian seseorang yang mempelajari dan mengajarkan ilmu serta membaca Al-Quran; ia dipanggil dan diperlihatkan nikmat- nikmat yang pernah diberikan kepadanya dan dia pun mengakuinya. Alloh berfirman: ‘Apa yang telah kau perbuat dengan nikmat-nikmat itu ?’ ia berkata: ‘Aku mempelajari ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al-Quran karena-Mu. ’ Alloh berfirman: ‘ Kamu dusta, tetapi kamu belajar agar dikatakan sebagai orang alim, kamu membaca Al-Quran agar disebut sebagai Qori ’ dan orang telah mengatakannya.’ Kemudian ia diperintahkan untuk diseret pada wajahnya hingga akhirnya dilempar ke neraka. Kemudian seseorang yang Alloh lapangkan keadaannya dan Alloh beri beraneka ragam jenis harta benda; ia dipanggil dan diperlihatkan nikmat-nikmat yang pernah diberikan kepadanya dan ia pun mengakuinya. Alloh berfirman: ‘Apa yang telah kau perbuat dengan nikmat-nikmat itu ?’ ia berkata: ‘Tidak kubiarkan satu jalan pun yang Engkau suka ada infak di sana melainkan aku berinfak di sana karena-Mu. ’ Alloh berfirman: ‘ Kamu dusta, akan tetapi kamu melakukannya agar disebut dermawan dan orang telah mengatakannya. ’ Kemudian diperintahkan agar ia diseret pada wajahnya hingga dilempar ke neraka. ” (HR. Muslim)

Wahai saudaraku inilah kekihlasan inti dari amal karena dgn inilah turunnya hidayah dan taufik, dengan inilah tentramnya hati dan pikiran, masuknya iman dan ketakwaan selamatnya diri dari syetan dan iblis, jika ada yang bertanya: "ilmu ikhlas itu berat" maka kukatakan wahai saudaraku :"jika tidak berat bagimana mungkin iblis bisa berlepas diri dari orang ikhlas?" maka berusahalah ikhtarlah selamatkanlah hatimu dari penyakit hati , berperang dengan iblis dihatimu dengan menggunakan senjata keikhlasan. maka perbaikilah keikhlasanmu lalu amalmu jika sudah mantab keikhlasanmu maka perbanyaklah amalmu. Sungguh amal yang sedikit namun ikhlas akan lebih berharga dihadapan Allah swt daripada banyaknya amal tanpa keikhlasan sama sekali.

Wallahu a'lam...

Sumber : MELATI

Rabu, 23 Februari 2011

Syaikh Abul- Hasan Ali al-Asy'ari Aqidah Ahlus-Sunnah wal Jama'ah

Asy'ariyyah adalah
sebutan bagi sebuah
faham atau ajaran
aqidah yang dinisbatkan
kepada Syaikh Abul-
Hasan Ali al-Asy'ari
(Lahir dan wafat di
Basrah tahun 260 H- 324
H.). Para pengikutnya
sering disebut dengan
Asy'ariyyuun atau
Asyaa'irah (pengikut
mazhab al-Asy'ari).
Abul-Hasan Ali Al-
Asy'ari, yang kemudian
dikenal sebagai pelopor
aqidah Ahlus-Sunnah
wal Jama'ah, memiliki
garis keturunan (garis
ke-10) dari seorang
Sahabat Rasulullah Saw.
yang terkenal
keindahan suaranya
dalam membaca al-
Qur'an, yaitu Abu Musa
al-Asy'ari. Beliau lahir 55
tahun setelah wafatnya
al-Imam Syafi'I, dan
Abul-Hasan al-Asy'ari
adalah pengikut Mazhab
Syafi'i.
Pada mulanya, beliau
beraqidah Mu'tazilah
karena berguru kepada
seorang ulama
Mu'tazilah yang
bernama Muhammad
bin Abdul Wahab al-
Jubba'i (Wafat 295H.).
Setelah menjadi
pengikut Mu'tazilah
selama + 40 tahun,
beliau bertobat lalu
mencetuskan semangat
beraqidah berdasarkan
Al-Qur'an dan Hadis
sebagaimana yang
diyakini oleh Nabi Saw.
dan para Sahabat
beliau, serta para ulama
salaf (seperti Imam
Malik, Imam Syafi'I,
Imam Ahmad, dan lain-
lainnya).
Dalam mengusung
aqidah Ahlussunnah
Wal-Jama'ah ini,
terdapat pula seorang
ulama yang sejalan
dengan al-Asy'ari, yaitu
Syaikh Abu Manshur al-
Maturidi (wafat di
Samarkand Asia Tengah
pada tahun 333 H).
Meskipun paham atau
ajaran yang mereka
sampaikan itu sama
atau hampir sama,
namun al-Asy'ari lebih
dikenal nama dan
karyanya serta lebih
banyak pengikutnya,
sehingga para pengikut
aqidah Ahlus-Sunnah
wal Jama'ah lebih sering
disebut dengan al-
Asyaa'irah (pengikut al-
Asy'ari) atau al-
Asy'ariyyun.
Ahlus-Sunnah wal-
jama'ah lahir sebagai
reaksi dari penyebaran
aqidah Mu'tazilah yang
cenderung
mengedepankan akal
ketimbang al-Qur'an
atau Hadis. Banyak
keyakinan Mu'tazilah
yang dianggap oleh al-
Asy'ari menyimpang
jauh dari dasarnya.
Lebih buruknya, ketika
Mu'tazilah sudah
menjadi paham
penguasa (masa
Khalifah al-Ma'mun, al-
Mu'tashim, & al-Watsiq
dari Daulah Bani
Abbasiyah), banyak
ulama yang ditangkap
dan dipaksa untuk
meyakini paham
tersebut. Di antara
ulama yang ditangkap
dan disiksa karena tidak
mau mengakui paham
Mu'tazilah itu adalah
Imam Ahmad bin
Hanbal.
Ajaran al-Asy'ari dan al-
Maturidi (Ahlus-Sunnah
wal-Jama'ah) ini
kemudian berhasil
meruntuhkan paham
Mu'tazilah, dan umat
Islam kembali
mendasari aqidah
mereka dengan al-
Qur'an dan Hadis serta
dalil-dalil 'aqly (akal)
sebagaimana
dicontohkan oleh para
salafush-shaleh.
Pada masa berikutnya,
aqidah Ahlus-Sunnah
wal-Jama'ah ini dianut
dan disebarluaskan oleh
ulama-ulama besar
seperti Abu Bakar al-
Qaffal (wafat 365 H.),
Abu Ishaq al-Isfarayini
(wafat 411 H.), al-
Baihaqi (wafat 458 H.),
Imam al-Haramain al-
Juwaini (wafat 460 H.),
al-Qusyairi (wafat 465
H.), al-Baqillani (wafat
403 H.), Imam al-Ghazali
(wafat 505 H.),
Fakhruddin ar-Razi
(wafat 606 H.), 'Izzuddin
bin Abdus-Salam (wafat
660 H.), Abdullah asy-
Syarqawi ( wafat 1227
H.), Ibrahim al-Bajuri
(wafat 1272 H.), Syekh
Muhammad Nawawi
Banten (wafat 1315 H.),
Zainal Abidin al-Fatani
(Thailand), dan lain-
lainnya.
Karya-karya tulis
mereka banyak
bertebaran dan
dijadikan pegangan di
seantero dunia Islam,
sehingga aqidah Ahlus-
Sunnah wal-Jama'ah itu
menjadi paham para
ulama dan umat Islam
mayoritas di berbagai
negeri seperti: Maroko,
Aljazair, Tunisia, Libya,
Turki, Mesir, sebagian
Irak, India, sebagian
Pakistan, Indonesia,
Filipina, Thailand,
Malaysia, Somalia,
Sudan, Nigeria,
Afghanistan, sebagian
Libanon, Hadhramaut,
sebagian Hijaz, sebagian
Yaman, sebagian besar
daerah Sovyet, dan
Tiongkok. (Untuk lebih
jelasnya, lihat "I'tiqad
Ahlussunnah Wal-
Jama'ah" karya KH.
Siradjuddin Abbas,
diterbitkan oleh
Pustaka Tarbiyah
Jakarta).
Para Ulama pengikut
empat Mazhab (Hanafi,
Maliki, Syafi'I, dan
Hanbali) adalah
penganut aqidah Ahlus-
Sunnah wal-Jama'ah.
Ajaran aqidah Ahlus-
Sunnah wal-Jama'ah
inilah yang dijadikan
dasar oleh para ulama
untuk membolehkan
kebiasaan-kebiasaan
baik seperti: Peringatan
Maulid Nabi Muhammad
Saw., Isra' Mi'raj,
tahlilan kematian,
ziarah kubur,
menghadiahkan pahala
kepada orang
meninggal, ziarah ke
makam Rasulullah Saw.
dan orang-orang shaleh,
tawassul, dan lain
sebagainya, yang secara
substansial kesemuanya
didasari dengan dalil-
dalil yang kuat dari al-
Qur'an dan Hadis serta
Atsar para Sahabat
Rasulullah Saw.
Belakangan, Asy'ariyyah
sering dipisahkan
penyebutannya dari
Ahlussunnah Wal-
jama'ah, hal seperti ini
telah dilakukan oleh
Ibnu Taimiyah di dalam
pembahasan fatwa-
fatwanya yang
kemudian diikuti oleh
para pengikutnya, yaitu
kaum Salafi & Wahabi.
Akan tetapi, antara
pandangan Ibnu
Taimiyah dan kaum
Salafi & Wahabi di masa
belakangan tentang
Asy'ariyyah terdapat
perbedaan. Ibnu
Taimiyah berpandangan
bahwa aqidah
Ahlussunnah Wal-
Jama'ah adalah aqidah
para ulama salaf (yaitu
para Shahabat
Rasulullah Saw. dan
para ulama yang hidup
di 3 generasi pertama
masa Islam + 300 H.),
bukan monopoli sebuah
kelompok saja seperti
Asy'ariyyah. Artinya,
Ibnu Taimiyah
berpendapat bahwa
para Shahabat
Rasulullah Saw., para
tabi'in, ulama madzhab
yang empat, dan siapa
saja yang berpedoman
kepada al-Qur'an, as-
Sunnah, serta ijma'
ulama salaf, adalah
Ahlussunnah Wal-
jama'ah (lihat Majmu'
Fatawa Ibni Taimiyah,
Dar 'Alam al-Kutub, juz
3, hal. 157).
Secara tidak langsung
Ibnu Taimiyah masih
mengakui Asy'ariyyah
termasuk bagian dari
Ahlussunnah Wal-
Jama'ah terutama pada
pendapat-pendapat
yang ia anggap sejalan
dengan prinsip al-
Qur'an, as-Sunnah, dan
ijma' ulama salaf.
Sedangkan kaum Salafi
& Wahabi belakangan
lebih cenderung
menganggap
Asy'ariyyah sebagai
aliran sesat yang bukan
termasuk Ahlussunnah
Wal-jama'ah.
Pembahasan-
pembahasan Kaum
Salafi & Wahabi ini
kemudian mengarahkan
umat untuk
menganggap bahwa
Asy'ariyyah hanyalah
kelompok aliran ilmu
kalam (ilmu
pembicaraan) yang
tidak ada hubungannya
dengan nama
Ahlussunnah Wal-
Jama'ah. Ilmu kalam
mereka anggap sebagai
hasil pembahasan-
pembahasan keyakinan
agama dengan logika
yang didasari oleh
pemikiran filsafat, dan
dengan keadaan seperti
itu ia banyak dikecam
oleh para ulama salaf.
Pertanyaannya,
bagaimana mungkin
kecaman para ulama
salaf terhadap
kelompok-kelompok ahli
kalam diarahkan
kepada Asy'ariyyah
sedangkan para ulama
salaf tersebut tidak
pernah menjumpai
Asy'ariyyah yang baru
muncul setelah mereka
wafat? Jika pun ada
kecaman itu, maka
sebenarnya yang
mereka kecam adalah
aliran-aliran aqidah
atau ilmu kalam yang
dianggap sesat dan
sudah berkembang di
saat itu, seperti:
Qadariyyah,
Jabbariyyah, Khawarij,
Syi'ah, dan Mu'tazilah.
Pendek kata,
Asy'ariyyah menurut
kaum Salafi & Wahabi
adalah bukan
Ahlussunnah Wal-
Jama'ah, melainkan
aliran bid'ah yang harus
dijauhi. Perhatikanlah
fatwa-fatwa ulama
Salafi & Wahabi berikut
ini:
Syaikh Abdullah bin
Abdurrahman al-Jibrin
berkata:
"Kemudian muncul juga
kelompok yang lain, dan
mereka menyebut
dirinya Asy'ariyah.
Mereka mengingkari
sebagian sifat Allah dan
menetapkan sebagian
yang lain. Mereka
menetapkan sifat-sifat
tersebut berdasar
kepada akal. Maka
tidak diragukan lagi
bahwa hal itu
merupakan bid'ah dan
perkara baru dalam
agama
Islam" (Ensiklopedia
Bid'ah, hal. 140).
Syaikh Muhammad bin
Musa Alu Nashr
berkata:
"Tetapi, apakah
Asya'irah dan
Maturidiyah itu
Ahlussunnah, ataukah
mereka termasuk Ahli
Kalam? Hakikatnya,
mereka ini termasuk
Ahli Kalam. Mereka
bukan termasuk
Ahlussunnah, walaupun
mereka ahlul-millah,
ahli qiblah (umat Islam).
Dikarenakan al-
Asya'irah dan
Maturidiyah itu
menyelisihi Ahlussunnah
Wal-Jama'ah" ( lihat
Majalah As-Sunnah,
edisi 01/tahun XII, April
208, hal. 35).
Ungkapan di atas
adalah sebuah fitnah
dan penipuan besar
terhadap Asy'ariyyah,
sebab tidak seorang pun
dari ulama yang
menyatakan hal seperti
itu kecuali kaum Salafi
& Wahabi.
Aqidah Ahlussunnah
Wal-Jama'ah memang
bukan hanya milik
Asy'ariyyah atau
Maturidiyyah saja. Siapa
saja yang berpegang
kepada al-Qur'an,
Sunnah Rasulullah Saw.,
dan atsar para Shahabat
beliau adalah termasuk
Ahlussunnah Wal-
Jama'ah, baik sebelum
Asy'ariyyah muncul atau
sesudahnya. Akan
tetapi, aqidah
(keyakinan)
Ahlussunnah Wal-
Jama'ah seperti itu
belumlah tersusun
secara rapi dan masih
terpencar-pencar di
masa ulama salaf,
mengingat pada masa
itu para ulama
menghadapi cobaan
berat dari penguasa
yang beraqidah
Mu'tazilah (lihat I'tiqad
Ahlussunnah Wal-
Jama'ah, KH. Siradjuddin
Abbas, Pustaka
Tarbiyah, Jakarta, hal.
16).
Barulah pada masa
berikutnya, muncul Abul
Hasan Al-Asy'ari yang
menyusun aqidah
Ahlussunnah Wal-
Jama'ah sebagai sebuah
perhatian khusus, dan
beliau bekerja keras
menyebarluaskannya di
kalangan umat sebagai
suatu rumusan yang rapi
sekaligus sebagai
bantahan-bantahan
terhadap aliran
Mu'tazilah. Dengan
sebab itulah maka Abul
Hasan al-Asy'ari
dianggap sebagai
pelopor atau pemimpin
Ahlussunnah Wal-
Jama'ah, dan para
pengikutnya yang
disebut Asya'irah secara
otomatis termasuk
Ahlussunnah Wal-
Jama'ah. Perhatikanlah
pernyataan para ulama
berikut ini:
إِذَا أُطْلِقَ أَهْلُ
السُّنَّةِ فَالْمُرَادُ
بِهِ اْلأَشَاعِرَةُ
وَالْمَاتُرِيْدِيَّةُ
(إتحاف سادات المتقين،
محمد الزبدي، ج. 2، ص. 6 )
"Apabila disebut nama
Ahlussunnah secara
umum, maka maksudnya
adalah Asya'irah (para
pengikut faham Abul
Hasan al-Asy'ari) dan
Maturidiyah (para
pengikut faham Abu
Manshur al-
Maturidi" (Ithaf Sadat
al-Muttaqin,
Muhammad Az-Zabidi,
juz 2, hal. 6. Lihat I'tiqad
Ahlussunnah Wal-
Jama'ah, KH. Siradjuddin
Abbas, hal. 17).
وأما حكمه على الإطلاق وهو
الوجوب فمجمع عليه في
جميع الملل وواضعه أبو
الحسن الأشعري وإليه
تنسب أهل السنة حتى
لقبوا بالأشاعرة
(الفواكه الدواني، أحمد
النفراوي المالكي، دار
الفكر، بيروت، 1415، ج:
1 ص: 38 )
"Adapun hukumnya
(mempelajari ilmu
aqidah) secara umum
adalah wajib, maka
telah disepakati ulama
pada semua ajaran. Dan
penyusunnya adalah
Abul Hasan Al-Asy'ari,
kepadanyalah
dinisbatkan (nama)
Ahlussunnah sehingga
dijuluki dengan
Asya'irah (pengikut
faham Abul Hasan al-
Asy'ari)" (Al-Fawakih
ad-Duwani, Ahmad an-
Nafrawi al-Maliki, Dar
el-Fikr, Beirut, 1415, juz
1, hal. 38).
كذلك عند أهل السنة وإمامهم
أبي الحسن الأشعري
وأبي منصور الماتريدي
(الفواكه الدواني ج: 1 ص :
103)
"Begitu pula menurut
Ahlussunnah dan
pemimpin mereka Abul
Hasan al-Asy'ari dan
Abu Manshur al-
Maturidi" (Al-Fawakih
ad-Duwani, juz 1 hal.
103)
وأهل الحق عبارة عن أهل
السنة أشاعرة وماتريدية
أو المراد بهم من كان على
سنة رسول الله صلى الله
عليه وسلم فيشمل من
كان قبل ظهور الشيخين
أعني أبا الحسن الأشعري
وأبا منصور الماتريدي
(حاشية العدوي، علي
الصعيدي العدوي، دار
الفكر، بيروت، 1412 ج.
1، ص. 151 )
"Dan Ahlul-Haqq (orang-
orang yang berjalan di
atas kebenaran) adalah
gambaran tentang
Ahlussunnah Asya'irah
dan Maturidiyah, atau
maksudnya mereka
adalah orang-orang
yang berada di atas
sunnah Rasulullah Saw.,
maka mencakup orang-
orang yang hidup
sebelum munculnya dua
orang syaikh tersebut,
yaitu Abul Hasan al-
Asy'ari dan Abu
Manshur al-
Maturidi" (Hasyiyah
Al-'Adwi, Ali Ash-Sha'idi
Al-'Adwi, Dar El-Fikr,
Beirut, 1412, juz 1, hal.
105).
والمراد بالعلماء هم أهل
السنة والجماعة وهم أتباع
أبي الحسن الأشعري
وأبي منصور الماتريدي
رضي الله عنهما (حاشية
الطحطاوي على مراقي
الفلاح، أحمد الطحطاوي
الحنفي، مكتبة البابي
الحلبي، مصر، 1318، ج.
1، ص. 4 )
"Dan yang dimaksud
dengan ulama adalah
Ahlussunnah Wal-
Jama'ah, dan mereka
adalah para pengikut
Abul Hasan al-Asy'ari
dan Abu Manshur al-
Maturidi radhiyallaahu
'anhumaa (semoga Allah
ridha kepada
keduanya)" (Hasyiyah
At-Thahthawi 'ala
Maraqi al-Falah, Ahmad
At-Thahthawi al-Hanafi,
Maktabah al-Babi al-
Halabi, Mesir, 1318, juz
1, hal. 4).
Pernyataan para ulama
di atas menunjukkan
bahwa tuduhan dan
fitnahan kaum Salafi &
Wahabi terhadap
Asy'ariyyah adalah tidak
benar dan merupakan
kebohongan yang diada-
adakan. Di satu sisi
mereka mengeliminasi
(meniadakan)
Asy'ariyyah dari daftar
kumpulan Ahlussunnah
Wal-Jama'ah, di sisi lain
mereka malah dengan
yakinnya menyatakan
diri sebagai kelompok
Ahlussunnah Wal-
Jama'ah yang
sebenarnya.
Boleh dibilang bahwa
aqidah Ahlussunnah
Wal-Jama'ah di masa
belakangan yang
diajarkan oleh para
ulama di dalam kitab-
kitab mereka tidak ada
yang tidak berhubungan
dengan Asy'ariyyah,
malah hubungan ini
seperti sudah menjadi
mata rantai yang baku
dalam mempelajari ilmu
aqidah. Hanya kaum
Salafi & Wahabi lah
yang menolak adanya
hubungan itu, dan
dalam mengajarkan
ilmu aqidah mereka
langsung berhubungan
dengan ajaran para
ulama salaf. Padahal
Abul Hasan al-Asy'ari
sudah lebih dulu
menjelaskan ajaran
para ulama salaf
tersebut jauh-jauh hari
sebelum kaum Salafi &
Wahabi muncul, apalagi
masa hidup beliau
sangat dekat dengan
masa hidup para ulama
salaf.
Sebutan Ahlussunnah
Wal-Jama'ah bagi
Asy'ariyyah dan
"pemimpin Ahlussunnah
Wal-Jama'ah" bagi Abul
Hasan al-Asy'ari,
hanyalah sebagai suatu
penghargaan dari para
ulama setelah beliau
atas jasa-jasa beliau
dalam menyusun aqidah
Ahlussunnah Wal-
Jama'ah serta
perjuangan beliau
dalam mempopulerkan
dan
menyebarluaskannya di
saat aqidah sesat
Mu'tazilah masih
berkuasa. Tentunya, ini
tidak berarti bahwa
faham Asy'ariyyah atau
Maturidiyyah adalah
satu-satunya yang sah
disebut sebagai
Ahlussunnah Wal-
Jama'ah, sebab baik
Abul Hasan al-Asy'ari
maupun Abu Manshur
al-Maturidi hanyalah
menyusun apa yang
sudah diyakini oleh para
ulama salaf yang
bersumber kepada al-
Qur'an, Sunnah
Rasulullah Saw., dan
atsar para Shahabat.
Jadi, mereka hanya
menyusun apa yang
sudah ada, bukan
mencipta keyakinan
yang sama sekali baru.
Di saat para ulama
Ahlussunnah Wal-
Jama'ah merasa
berbahagia dengan
mengakui diri sebagai
pengikut ajaran
Asy'ariyyah, kaum Salafi
& Wahabi justeru malah
melepaskan diri dari
ikatan itu, dan
memberlakukan
terminologi umum
tentang Ahlussunnah
wal-Jama'ah yang tidak
ada hubungannya
dengan Asy'ariyyah. Itu
memang hak mereka,
tetapi masalahnya, bila
di dalam mempelajari
aqidah tidak ada format
baku yang disepakati
atau tidak ada ikatan
yang jelas dengan para
ulama terdahulu dalam
memahami al-Qur'an
dan Sunnah Rasulullah
Saw. serta atsar para
Shahabat, maka akan
ada banyak orang yang
dapat seenaknya
mengaku sebagai
Ahlussunnah Wal-
Jama'ah dengan hanya
bermodal dalil-dalil
yang mereka pahami
sendiri. Dan keadaan ini
berbahaya bagi
keselamatan aqidah
umat Islam.
Sebagai contoh, kaum
Salafi & Wahabi boleh
saja mengaku sebagai
Ahlussunnah Wal-
Jama'ah yang tidak ada
hubungan sejarah
dengan Asy'ariyyah,
tetapi asal tahu saja,
ternyata tidak seorang
pun ulama Ahlussunnah
Wal-Jama'ah yang
berfatwa atau
berpendapat seperti
mereka bahwa memuji
dan menyanjung
Rasulullah Saw.,
bertawassul dengan
beliau setelah wafatnya,
dan bertawassul dengan
para wali atau orang
shaleh yang sudah
meninggal adalah
sebuah sarana
kemusyrikan. Jadi,
siapakah yang lebih
pantas disebut
Ahlussunnah Wal-
Jama'ah, kaum Salafi &
Wahabi yang memahami
aqidah para ulama salaf
dengan caranya sendiri
sehingga berbeda
kesimpulan dengan para
ulama salaf itu, ataukah
para pengikut
Asy'ariyyah yang
menerima ajaran aqidah
ulama salaf secara
turun temurun dari
generasi ke generasi
melalui para guru dan
kitab-kitab mereka?
sumber:
www.daarulmukhtar.org

Senin, 21 Februari 2011

IBLIS DI TUNTUT UNTUK JUJUR, KETIKA BERTAMU KE NABI MUHAMMAD S.A.W.W.





Dari Muadz bin Jabal dari Ibn Abbas: Ketika kami sedang bersama Rasulullah SAW di kediaman seorang sahabat Anshar, tiba-tiba terdengar panggilan seseorang dari luar rumah:
 "Wahai penghuni rumah, bolehkah aku masuk? Sebab kalian akan membutuhkanku."
 Rasulullah bersabda: "Tahukah kalian siapa yang memanggil?"
 Kami menjawab: "Allah dan rasulNya yang lebih tahu".
 Beliau melanjutkan, "Itu iblis, laknat Allah bersamanya".
 Umar bin Khattab berkata: "izinkan aku membunuhnya wahai Rasulullah".
 Nabi menahannya: "Sabar wahai Umar, bukankah kamu tahu bahwa Allah memberinya kesempatan hingga hari kiamat? Lebih baik bukakan pintu untuknya, sebab dia telah diperintahkan untuk ini, pahamilah apa yang hendak ia katakan dan dengarkan dengan baik."
 Ibnu Abbas RA berkata: pintu lalu dibuka, ternyata dia seperti seorang kakek yang cacat satu matanya. Di janggutnya terdapat 7 helai rambut seperti rambut kuda, taringnya terlihat seperti taring babi, bibirnya seperti bibir sapi. Iblis berkata: "Salam untukmu Muhammad. Salam untukmu para hadirin",
 Rasulullah SAW lalu menjawab: "Salam hanya milik Allah SWT. Sebagai mahluk terlaknat, apa keperluanmu?"
 Iblis menjawab: "Wahai Muhammad, aku datang ke sini bukan atas kemauanku, namun karena terpaksa". "Siapa yang memaksamu? " "Seorang malaikat utusan Allah mendatangiku dan berkata: Allah SWT memerintahkanmu untuk mendatangi Muhammad sambil menundukkan diri. Beritahu Muhammad tentang caramu dalam menggoda manusia. Jawabalah dengan jujur semua pertanyaannya. Demi kebesaran Allah, andai kau berdusta satu kali saja, maka Allah akan jadikan dirimu debu yang ditiup angin". "Oleh karena itu aku sekarang mendatangimu. Tanyalah apa yang hendak kau tanyakan. jika aku berdusta, aku akan dicaci oleh setiap musuhku. Tidak ada sesuatu pun yang paling besar menimpaku daripada cacian musuh.
ORANG YANG DI BENCI IBLIS
Rasulullah SAW lalu bertanya kepada Iblis:

 "Kalau kau benar jujur, siapakah manusia yang paling kau benci?" Iblis segera menjawab: "Kamu, kamu dan orang sepertimu adalah mahkluk Allah yang paling aku benci."
 "Siapa selanjutnya?" tanya Rasulullah. "Pemuda yang bertakwa yang memberikan dirinya mengabdi kepada Allah SWT."
 "Lalu siapa lagi?" "Orang Alim dan wara' (Loyal)"
 "Lalu siapa lagi?" "Orang yang selalu bersuci."
 "Siapa lagi?" "Seorang fakir yang sabar dan tak pernah mengeluhkan kesulitannnya kepada orang lain." "Apa tanda kesabarannya?" " Wahai Muhammad, jika ia tidak mengeluhkan kesulitannya kepada orang lain selama 3 hari, Allah akan memberi pahala orang-orang yang sabar"
. "Selanjutnya apa?" "Orang kaya yang bersyukur"
 "Apa tanda kesyukurannya?" "Ia mengambil kekayaannya dari tempatnya, dan mengeluarkannya juga dari tempatnya."
 "Orang seperti apa Abu Bakar menurutmu?" "Ia tidak pernah menurutiku di masa jahiliyah, apalagi dalam Islam."
 "Umar bin Khattab?" "Demi Allah setiap berjumpa dengannya aku pasti kabur."
 "Usman bin Affan?" "Aku malu kepada orang yang malaikat pun malu kepadanya."
 "Ali bin Abi Thalib?" " Aku berharap darinya agar kepalaku selamat, dan berharap ia melepaskanku dan aku melepaskannya. Tetapi ia tak akan mau melakukan itu."
 (Ali bin Abi Thalib selau berdzikir terhadap Allah SWT).


AMALAN YANG DAPAT MENYAKITI IBLIS

"Apa yang kau rasakan jika melihat seseorang dari umatku yang hendak saalat?" "Aku merasa panas dingin dan gemetar."
 "Kenapa?" "Sebab, setiap seorang hamba bersujud 1x kepada Allah, Allah mengangkatnya 1 derajat."
  "Jika seorang umatku berpuasa?" "Tubuhku terasa terikat hingga ia berbuka."
 "Jika ia berhaji?" "Aku seperti orang gila."
 "Jika ia membaca Alquran?" "Aku merasa meleleh laksana timah di atas api."
 "Jika ia bersedekah?" "Itu sama saja orang tersebut membelah tubuhku dengan gergaji."
 "Mengapa bisa begitu?" "Sebab dalam sedekah ada 4 keuntungan baginya. yaitu keberkahan dalam hartanya, hidupnya disukai, sedekah itu kelak akan menjadi hijab antara dirinya dengan api neraka dan segala macam musibah akan terhalau dari dirinya."
 "Apa yang dapat mematahkan pinggangmu?" "Suara kuda perang di jalan Allah."
 "Apa yang dapat melelehkan tubuhmu?" "Taubat orang yang bertaubat."
 "Apa yang dapat membakar hatimu?" "Istighfar di waktu siang dan malam."
 "Apa yang dapat mencoreng wajahmu?" "Sedekah yang diam - diam."  
 "Apa yang dapat menusuk matamu?" "Salat fajar"
 "Apa yang dapat memukul kepalamu?" "Saalat berjamaah."
 "Apa yang paling mengganggumu?" "Majelis para ulama."
 "Bagaimana cara makanmu?" "Dengan tangan kiri dan jariku."
 "Dimanakah kau menaungi anak - anakmu di musim panas?" "Di bawah kuku manusia." Manusia yang Menjadi Teman Iblis

 Nabi lalu bertanya:

 "Siapa temanmu wahai Iblis?" "Pemakan riba" "Siapa sahabatmu?" "Pezina"
 "Siapa teman tidurmu?" "Pemabuk"
 "Siapa tamumu?" "Pencuri"
 "Siapa utusanmu?" "Tukang sihir"
 "Apa yang membuatmu gembira?" "Bersumpah dengan cerai"
 "Siapa kekasihmu?" "Orang yang meninggalkan salat Jumaat"
 "Siapa manusia yang paling membahagiakanmu?" "Orang yang meninggalkan salatnya dengan sengaja"

IBLIS TIDAK BERDAYA DI HADAPAN ORANG IKHLAS
Rasulullah SAW lalu bersabda: "Segala puji bagi Allah yang telah membahagiakan umatku dan menyengsarakanmu." Iblis segera menimpali: " tidak, tidak. Tak akan ada kebahagiaan selama aku hidup hingga hari akhir. Bagaimana kau bisa berbahagia dengan umatmu, sementara aku bisa masuk ke dalam aliran darah mereka dan mereka tak bisa melihatku. Demi yang menciptakan diriku dan memberikan ku kesempatan hingga hari akhir, aku akan menyesatkan mereka semua. Baik yang bodoh, atau yang pintar, yang bisa membaca dan tidak bisa membaca, yang durjana dan yang saleh, kecuali hamba Allah yang ikhlas." "Siapa orang yang ikhlas menurutmu?" "Tidakkah kau tahu wahai Muhammad, bahwa barang siapa yang menyukai emas dan perak, ia bukan orang yang ikhlas. Jika kau lihat seseorang yang tidak menyukai dinar dan dirham, tidak suka pujian dan sanjungan, aku bisa pastikan bahwa ia orang yang ikhlas, maka aku meninggalkannya. Selama seorang hamba masih menyukai harta dan sanjungan dan hatinya selalu terikat dengan kesenangan dunia, ia sangat patuh padaku."


Iblis Dibantu oleh 70.000 anak - anaknya

Tahukah kamu Muhammad, bahwa aku mempunyai 70.000 anak. Dan setiap anak memiliki 70.000 syaithan. Sebagian ada yang aku tugaskan untuk mengganggu ulama. Sebagian untuk menggangu anak-anak muda, sebagian untuk menganggu orang- orang tua, sebagian untuk menggangu wanta-wanita tua, sebagian anak-anakku juga aku tugaskan kepada para Zahid. Aku punya anak yang suka mengencingi telinga manusia sehingga ia tidur pada salat berjamaah. Tanpanya, manusia tidak akan mengantuk pada waktu salat berjamaah. Aku punya anak yang suka menaburkan sesuatu di mata orang yang sedang mendengarkan ceramah ulama hingga mereka tertidur dan pahalanya terhapus. Aku punya anak yang senang berada di lidah manusia. Jika seseorang melakukan kebajikan lalu ia beberkan kepada manusia, maka 99% pahalanya akan terhapus. Pada setiap seorang wanita yang berjalan, anakku dan syaithan duduk di pinggul dan pahanya, lalu menghiasinya agar setiap orang memandanginya. Syaithan juga berkata, "keluarkan tanganmu", lalu ia mengeluarkan tangannya lalu syaithan pun menghiasi kukunya. Mereka, anak-anakku selalu meyusup dan berubah dari satu kondisi ke kondisi lainnya, dari satu pintu ke pintu yang lainnya untuk menggoda manusia hingga mereka terhempas dari keikhlasan mereka. Akhirnya mereka menyembah Allah tanpa ikhlas, namun mereka tidak merasa. Tahukah kamu, Muhammad? bahwa ada rahib yang telah beribadat kepada Allah selama 70 tahun. Setiap orang sakit yang didoakan olehnya, sembuh seketika. Aku terus menggodanya hingga ia berzina, membunuh dan kufur.


10 Permintaan Iblis kepada Allah SWT

Tahukah kau Muhammad, dusta berasal dari diriku? Akulah mahluk pertama yang berdusta. Pendusta adalah sahabatku. barangsiapa bersumpah dengan berdusta, ia kekasihku. Tahukah kau Muhammad? Aku bersumpah kepada Adam dan Hawa dengan nama Allah bahwa aku benar-benar menasihatinya. Sumpah dusta adalah kegemaranku. Ghibah (gosip) dan Namimah (adu domba) kesenanganku. Kesaksian palsu kegembiraanku. Orang yang bersumpah untuk menceraikan istrinya ia berada di pinggir dosa walau hanya sekali dan walaupun ia benar. Sebab barang siapa membiasakan dengan kata-kata cerai, isterinya menjadi haram baginya. Kemudian ia akan beranak cucu hingga hari kiamat. Jadi semua anak-anak zina dan ia masuk neraka hanya karena satu kalimat, Cerai. Wahai Muhammad, umatmu ada yang suka mengulur ulur salat. Setiap ia hendak berdiri untuk salat, aku bisikan padanya waktu masih lama, kamu masih sibuk, lalu ia manundanya hingga ia melaksanakan salat di luar waktu, maka shalat itu dipukulkannya kemukanya. Jika ia berhasil mengalahkanku, aku biarkan ia salat. Namun aku bisikkan ke telinganya 'lihat kiri dan kananmu', ia pun menoleh. Pada saat itu aku usap dengan tanganku dan kucium keningnya serta aku katakan 'salatmu tidak sah'. Bukankah kamu tahu Muhammad, orang yang banyak menoleh dalam salatnya akan dipukul. Jika ia salat sendirian, aku suruh dia untuk bergegas. Ia pun salat seperti ayam yang mematuk beras. Jika ia berhasil mengalahkanku dan ia salat berjamaah, aku ikat lehernya dengan tali, hingga ia mengangkat kepalanya sebelum imam, atau meletakkannya sebelum imam. Kamu tahu bahwa melakukan itu batal salatnya dan wajahnya akan diubah menjadi wajah keledai. Jika ia berhasil mengalahkanku, aku tiup hidungnya hingga ia menguap dalam salat. Jika ia tidak menutup mulutnya ketika menguap, syaithan akan masuk ke dalam dirinya, dan membuatnya menjadi bertambah serakah dan gila dunia. Dan ia pun semakin taat padaku. Kebahagiaan apa untukmu, sedangan aku memerintahkan orang miskin agar meninggalkan salat. Aku katakan padanya, "kamu tidak wajib salat, salat hanya wajib untuk orang yang berkecukupan dan sehat. Orang sakit dan miskin tidak. Jika kehidupanmu telah berubah baru kau salat." Ia pun mati dalam kekafiran. Jika ia mati sambil meninggalkan salat maka Allah akan menemuinya dalam kemurkaan. Wahai Muhammad, jika aku berdusta Allah akan menjadikanku debu. Wahai Muhammad, apakah kau akan bergembira dengan umatmu padahal aku mengeluarkan seperenam mereka dari Islam?"

"Berapa yang kau pinta dari Tuhanmu?" "10 macam" "Apa saja?" "Aku minta agar Allah membiarkanku berbagi dalam harta dan anak manusia, Allah mengizinkan. Allah berfirman, "Berbagilah dengan manusia dalam harta dan anak. Dan janjikanlah mereka, tidaklah janji setan kecuali tipuan." (QS Al-Isra :64) Harta yang tidak dizakatkan, aku makan darinya. Aku juga makan dari makanan haram dan yang bercampur dengan riba. Aku juga makan dari makanan yang tidak dibacakan nama Allah. Aku minta agar Allah membiarkanku ikut bersama dengan orang yang berhubungan dengan istrinya tanpa berlindung dengan Allah. Maka setan ikut bersamanya dan anak yang dilahirkan akan sangat patuh kepada syaithan. Aku minta agar bisa ikut bersama dengan orang yang menaiki kendaraan bukan untuk tujuan yang halal. Aku minta agar Allah menjadikan kamar mandi sebagai rumahku. Aku minta agar Allah menjadikan pasar sebagai masjidku. Aku minta agar Allah menjadikan syair sebagai Quranku. Aku minta agar Allah menjadikan pemabuk sebagai teman tidurku. Aku minta agar Allah memberikanku saudara, maka Ia jadikan orang yang membelanjakan hartanya untuk maksiat sebagai saudaraku. Allah berfirman, "Orang - orang boros adalah saudara - saudara syaithan. " (QS Al-Isra : 27) Wahai Muhammad, aku minta agar Allah membuatku bisa melihat manusia sementara mereka tidak bisa melihatku. Dan aku minta agar Allah memberiku kemampuan untuk mengalir dalam aliran darah manusia. Allah menjawab, "silahkan", aku bangga dengan hal itu hingga hari kiamat. Sebagian besar manusia bersamaku di hari kiamat. Iblis berkata: "Wahai Muhammad, aku tak bisa menyesatkan orang sedikitpun, aku hanya bisa membisikan dan menggoda." Jika aku bisa menyesatkan, tak akan tersisa seorangpun. Sebagaimana dirimu, kamu tidak bisa memberi hidayah sedikitpun, engkau hanya rasul yang menyampaikan amanah. Jika kau bisa memberi hidayah, tak akan ada seorang kafir pun di muka bumi ini. Kau hanya bisa menjadi penyebab untuk orang yang telah ditentukan sengsara. Orang yang bahagia adalah orang yang telah ditulis bahagia sejak di perut ibunya. Dan orang yang sengsara adalah orang yang telah ditulis sengsara semenjak dalam kandungan ibunya. Rasulullah SAW lalu membaca ayat: "mereka akan terus berselisih kecuali orang yang dirahmati oleh Allah SWT" (QS Hud :118 - 119). Juga membaca, " Sesungguhnya ketentuan Allah pasti berlaku" (QS Al-Ahzab: 38) Iblis lalu berkata: " Wahai Rasul Allah takdir telah ditentukan dan pena takdir telah kering. Maha Suci Allah yang menjadikanmu pemimpin para nabi dan rasul, pemimpin penduduk surga, dan yang telah menjadikan aku pemimpin mahluk- mahluk celaka dan pemimpin penduduk neraka. Aku si celaka yang terusir. Ini akhir yang ingin aku sampaikan kepadamu. Dan aku tak berbohong".

Pentingnya Sanad Ke-guru-an

Assalamu'alaikum.

 Sanad adalah silsilah atau rantai yang menyambungkan kita dengan yang sebelum kita, hubungan, sanad adalah hubungan kalau secara bahasa sanad adalah sesuatu yang terkait kepada sesuatu yang lain atau sesuatu yang bertumpu pada sesuatu yang lain, tapi didalam maknanya ini secara istilahi adalah bersambungnya ikatan bathin kita, bersambungnya ikatan perkenalan kita dengan orang lain, sebagian besar adalah guru-guru kita yaitu orang yang dijadikan guru sanadnya atau hadits, sanad hadits misalnya mengambil dari fulan, dari fulan, dari fulan itu salah satu contoh sanad dan sanad kita sanad keguruan dari guru saya, guru saya dari gurunya, dari gurunya, dari gurunya, sampai Rasul shallallahu 'alaihi wasallam atau dari saya bermadzhabkan syafi’i karena guru saya bermadzhab syafi’i, saya ikut guru saya, guru saya ikut guru nya mahdzabnya syafi’i terus sampai ke imam syafi ’i itu sanad namanya.
Imam madzhab dari guru lebih berhak di panut dari pada melihat hanya dari buku atau dari internet saja, orang yang berguru tidak kepada guru tapi kepada buku saja maka ia tidak akan menemui kesalahannya karena buku tidak bisa menegur tapi kalau guru bisa menegur jika ia salah atau jika ia tak faham ia bisa bertanya, tapi kalau buku jika ia tak faham ia hanya terikat dengan pemahaman dirinya, maka oleh sebab itu jadi tidak boleh baca dari buku, tentunya boleh baca buku apa saja boleh, namun kita harus mempunyai satu guru yang kita bisa tanya jika kita mendapatkan masalah.






 "Sanad adalah bagai rantai emas terkuat yg tak bisa diputus dunia dan akhirat, jika bergerak satu mata rantai maka bergerak seluruh mata rantai hingga ujungnya, yaitu Rasulullah saw," (Habib Munzir) Allah subhanahu wata'ala memberikan anugrah kepada kita guru, guru adalah panutan yang layak kita panut dan kita muliakan, guru adalah ayah Ruh, sedangkan ayah kita adalah ayah Jasad, guru adalah pewaris para Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, selama guru itu berjalan di jalan yang benar dan dia memanut gurunya, Guru yang baik itu adalah guru yang berusaha mengamalkan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan banyak para murid yang tidak mengerti, perbuatan gurunya itu sebenarnya perbuatan sunnah Rasul yang tidak di ketahui karna ia tidak tau, maka itu dia bertanya pada gurunya “guru setau saya di hadits begini, kenapa guru begini ?” oh begini ada Hadits lain, ini kenapa saya memilih ini ” hal seperti itu penting, dan ikuti guru yang mengikuti gurunya, kalau sudah guru tidak mengikuti gurunya, maka hati-hati guru ini dapat guru dari mana? sedangkan gurunya dapat dari yang lain, siapa guru yang lain...?      

                                                  

Jangan-jangan gurunya Syaitan, diliat gurunya mengikuti gurunya, berarti dia bisa belajar kepada guru dari gurunya, gurunya siapalagi diatasnya lagi, oh Imam anu, Syekh anu, dari anu, besar sanad gurumu 3 saja cukup apalagi Sanadnya sampai kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. sekarang banyak guru yang mengaku “saya bersambung kepada Rasulullah, tapi mengikuti gurunya tidak? Kalau dia tidak mengikuti gurunya maka tentunya kita juga berfikir, walaupun kau punya seribu sanad, kalau tidak mengikuti gurunya berarti siapa, sanadnya kemana..? 
Hati-hati mengikuti guru, kalian itu kalau berguru itu seakan-akan sedang makanan untuk ruh kalian itu, kitakan kalau makan kita lihat apa yang kita makan, apakan makanan itu halal atau haram, apakah yang kita makanan ini racun apakan makanan yang bermanfaat, kalau jasad saja begitu, lebih-lebih ruh, di dalam mencari guru yang benar, guru yang baik mengikuti ahlusunah waljamaah, yang memang tidak berbeda dengan guru yang lain sama tuntunannya, baik orangnya yang mengamalkan amalan-amalan sunnah, dan walaupun tidak sempurna, tiada manusia yang sempurna, dia mengikuti gurunya, mencintai gurunya, di cintai gurunya, demikian gurunya juga orang mulia, gurunya lagi juga berguru pada gurunya. Demikian,

Kita Insya Allah sanad kita bersambung kepada Guru Mulia al Musnid Al alamah Al Habib Umar bin Hafidz, beliau ini tentunya sama sanatnya denagn para imam-imam besar, di Jakarta maupun di seluruh Indonesia, dari para Habaib, dan para Ulama, dan Para Khiyai, sanatnya bersambung kepada Syekh Tabbani, Al Habib Ali bin Muhammad Abdurrahman Al Habsyi kwitang, kepada Habib Salim bin Jindan, kepada Habib syekh Ali allatos, kepada Habib Umar bin Hud, Habib Salim alathos, pada Salafushalihin, banyak para-para ulama dan khiyai, yang sanadnya satu persatu bersambung dan bersambung kembali kepada satu sanad hingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.

 Ingat Nabi allah Musa As, yang Allah subhanahu wata'ala beri teguran
Allah SWT: “adakah yang lebih alim dari engkau ?” 
Nabi Musa a.s.: tidak ada “aku orang yang paling alim” 
Maka Allah menurunkan malaikat Jibril,
Malaikat Jibri; “ada orang yang lebih alim dari engkau wahai Musa ” 
Nabi Musa a.s: siapa tunjukan “ Khidir As” “dimana bisa kutemukan?” 
Malaikat Jibril: di pecahan antara dua laut, 
Maka Nabi Musa pun mencarinya, di dalam surat Al Kahfi, jumpa dengan Nabiallah Khidir, bagaimana adab seorang Rasul, Nabi Musa lebih tinggi derajatnya dari Nabi Khidir dihadapan Allah, karna Nabi Musa adalah Rasul, Nabi Khidir adalah Nabi, Nabi Musa lebih tinggi derajatnya namun karna ingin belajar ia berkata,
Nabi Musa a.s: “bolehkah aku ikut engkau untuk mendapatkan ilmu yang telah Allah berikan padamu”, ini ucapan seorang Rasulullah As, Nabi Khidir yang padahal derajatnya di bawahnya, di dalam kedekatan kepada Allah, namun Nabi Khidir mempunya ilmu-ilmu yang tidak di ketahui Nabi Musa, Nabi Musa ingin belajar
Nabi Musa a.s: “bolehkah aku ikut denganmu tuk belajar ilmu-ilmu yang Allah berikan kepadamu ”, 
Maka Nabi Khidir as berkata :"kau tidak akan bisa sampai ikut aku, kenapa karna beda jalannya, Nabiallah Khidir di jalan Makrifah, Nabiallah Musa dengan jalan syari’ah sebagai Rasul As, Namun kita lihat adab seorang Rasul, bahkan seorang Nabi ingin belajar kepada yang dibawah derajatnya. Demikian indahnya, Juga Imam Ahmad bin Hambal alaihi Rahmatullah berkata 30 tahun aku mendo’akan guruku itu, yaitu Al Imam Syafi ’i, tiap malam selama 30 tahun mendoakan guruku, sehingga ia akhirnya sampai kepada kelompok Huffadhudduniya (orang-orang yang paling banyak hafalan haditsnya), di seluruh dunia ini diantaranya Imam Ahmad bin Hambal alaihi Rahmatullah, hadirin hadirat banyak contoh akan hal ini, banyak kemuliaan akan hal ini. Demikian pula adab Al Imam Fakhrul wujud Abu Bakar Bin Salim alaihi rahmatullah, ketika dikatakan oleh gurunya bahwa “siapa itu Fakhrul wujud?, fakhrul wujud Abu bakar bin salim tidak menyamai seujung kukuku ini..!!, seperti ujung kukuku.. !!” ini kata gurunya, maka sampai kabar kepada al Imam Fakhrul wujud Abu Bakar bin Salim, Abu Bakar bin Salim sujud sukur, lalu dia berkata, ditanya oleh murid muridnya : “koq sujud syukur Kau di hina oleh gurumu?, dikatakan kau seujung kukunya ” dia berkata “aku bersyukur pada Allah, aku sudah seujung kuku guruku, itu kemuliaan besar bagiku ” demikian adab dari Imam Fakhrul Wujud Abu Bakar Bin Salim alaihi Rahmatullah kepada gurunya, sehingga dia memuliakan oleh Allah subhanahu wata'ala, melebihi gurunya hingga Allah memuliakan dia hingga dia melebihi gurunya. Kita semua masing- masing mempunyai guru, masing-masing memilih guru, di wilayah-wilayah kalian, namun hati- hati memilih guru, siapa gurunya apakah ia mengikuti gurunya, apakah gurunya Cuma Google atau yahoo. hati- hati pada guru-guru yang seperti itu, akhirnya semuanya Bid ’ah, semuanya syirik dan lain sebagainya, padahal Cuma nukil-nukil saja di internet, guru yang seperti itu tidak usah dijadikan guru, dijadikan teman saja, boleh nasehati dengan baik. Kita Mohon Rahmatnya Allah subhanahu wata'ala dengan keberkahan Guru2 mulia kita , agar Allah subhanahu wata'ala melimpahkan Rahmatnya kepada kita dan semoga Allah swt selalu menguatkan kita dalam keluhuran dunia dan akhirat bersama guru guru kita hingga Rasul saw.... Amiin Allahumma Amiin. 


majelisdinding.blogspot.com

Sabtu, 19 Februari 2011

Habib Munzir Al Musawwa Cerita unik tentang sedekah sembunyi- sembunyi.


Al habib Munzir Almusawa menjelaskan : ada 3 macam sedeqah, yaitu sedekah secara sembunyi- sembunyi, sedekah secara terang- terangan, dan sedekah dengan MA'AF… contohnya

Diriwayatkan didalam Shahih Bukhari ketika salah seorang yang mengumpulkan hartanya yang banyak untuk bershadaqah sembunyi – sembunyi. Ia kumpulkan uang sampai berjumlah sekian ribu dinar dalam 1 tahun. Kerja khusus untuk bershadaqah tapi sembunyi – sembunyi. Sudah terkumpul, pergi keluar malam hari. Dilihat ada seorang wanita tidur di jalanan. “Wah ini orang susah”, kasih uang ia menutup wajahnya memberikan bungkusan uang itu dan lari supaya tidak diketahui wajahnya. Pagi hari gempar di kampung. Ada pelacur diberi shadaqah oleh orang sembunyi – sembunyi. Ia berkata “Subhanallah!! Salah beri, aku kira wanita susah ternyata pelacur”, “Ya Rabb aku setahun mengumpulkan uang untuk dapat pahala shadaqah yang sembunyi – sembunyi ternyata uangku untuk pelacur”. Tapi ia tidak putus asa, ia kumpulkan lagi uang sampai setahun yang jumlahnya sekian ribu dinar. Sekarang aku tidak mau tertipu, pilih – pilih dulu. Dilihatnya orang sedang duduk diam saja di satu tempat yang gelap. “ini pasti orang susah”, diberi padanya lalu lari. Paginya gempar lagi, pencuri sedang ingin mencuri mendapat uang shadaqah dengan jumlah uang yang besar. “Ya Rabb 2 tahun aku bekerja khusus untuk memberi nafkah orang yang susah dengan sembunyi – sembunyi. Tahun pertama pelacur, tahun kedua pencuri”. Ia tidak jera, kumpulkan lagi sampai 1 tahun. “Ya Rabb ini yang terakhir, kalau sudah masih lagi sampai shadaqah bukan kepada mustahiq, selesai Ya Rabb aku tidak mampu lagi”. Dia lihat orangtua tengah malam jalan sendiri dengan tongkatnya tertatih – tatih. “Wah ini orang yang pasti berhak, malam – malam begini orangtua jalan malam - malam dengan tongkat pasti orang susah”. Dilemparnya uang itu “ini untukmu” dan ia pun pergi. Pagi hari gempar lagi kampung, “ada kabar apa?” orang paling kaya dan paling kikir dapat uang semalam oleh orang yang shadaqah sembunyi – sembunyi. “Ya Rabb yang pertama pelacur, yang kedua pencuri, yang ketiga orang paling kaya dan paling kikir di kampungnya. Ya Rabb apa arti dari perbuatanku?”. Ia pun diam, sekian tahun kemudian… 20 tahun kemudian, Allah Swt sampaikan kabar padanya ada dua orang ulama besar adik kakak. Muridnya puluhan ribu dan ia termasuk orang yang asyik dengan ulama itu. Ini ulama adik kakak dua – duanya orang yang sangat luar biasa ilmunya luas, pengikutnya puluhan ribu. Ia berkata “Subhanallah!! ini ulama adik kakak siapa ayahnya?”. Kasak – kusuk tanya kesana – kemari ternyata 2 orang anak itu adalah ibunya seorang pelacur dulu tapi tengah malam ada yang memberi shadaqah sembunyi – sembunyi. Ibunya itu melacur untuk nafkah anaknya maka ia taubat dari pelacurannya dan ia sekolahkan kedua anaknya dengan hartanya itu. Allah jadikan dengan harta itu anak ini jadi orang baik menjadi ulama besar dan pahalanya kembali padanya. Airmatanya mengalir, ternyata yang kuberikan 20 tahun yang lalu Allah menjadikannya berlipat ganda sampai muncul 2 orang ulama shalih sampai puluhan ribu orang yang beribadah mengikuti ilmunya dan pahalanya untuk dia. Ini keikhlasan seseorang. Tidak lama kemudian ia dengar lagi ada seorang wali shalih wafat. Masya Allah ratusan ribu yang mengantar jenazahnya. Siapa orang itu? Orang itu dulu pencuri, saat ia sedang mencuri ia berdoa kepada Allah “Ya Rabb beri aku keluhuran kalau aku dapat rizqi malam ini aku taubat”. Ada yang melemparinya uang lantas ia bertaubat ia bershadaqah, ia masuk ibadah dan ia tidak keluar dari tempat ibadahnya sampai Allah angkat ia menjadi orang yang shalih.


Lantas ia (orang ygersedekah yg terharu atas dua kabar itu berkata) berdoa “Ya Rabb tinggal yang ketiga, bagaimana dengan orangtua yang paling kaya dan kikir di kampung kami”. “oo orang itu sudah wafat tapi ia pindah ke tempat lain berwasiat mengirimkan seluruh hartanya untuk membangun Baitul Maal bagi para anak yatim sampai sekarang itu hartanya masih makmur”. Kenapa? gara – gara dia malu tengah malam katanya, dia yg kaya kikir, tengah malam ada yang sedekahi. Dia berkata “ini orang sedekah padaku, sementara aku tidak pernah shadaqah. Aku nafkahkan seluruh hartaku dan harta ini untuk baitul maal” dan untungnya terus berlipat ganda sampai 20 tahun tidak berhenti. Ini pelipatgandakan di dunia dan pahalanya di hari kiamat dinaungi oleh Allah Swt. Rasulullah berdiri “siapa yang mau berinfak?” sayyidina Utsman berdiri “ aku ya Rasulullah 100 ekor onta” (1 ekor onta itu harganya 40 ekor kambing) 100 ekor onta sudah dengan pelananya “Siap”, sayyidina Utsman bin Affan ra, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata “jazakallah khair ya Utsman” duduk Sayyidina Utsman, Rasul berdiri lagi, “ ada lagi yang mau berinfak?” Sayyidina Utsman berdiri lagi “ ya Rasulullah, aku 200 ekor onta tambah yang tadi 100 jadi 300” Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam berkata “ cukup Utsman duduk, yang lain ada yang bantu?” diri lagi Sayyidina Utsman “ ya Rasulullah 300 ekor onta tambah 300 yang tadi 200 pertama 100, 200, 300 jadi jumlahnya 600 ekor onta dengan pelananya dengan perlengkapannya fisabilillah ” Maka berkatalah Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam “ tidak ada lagi yang akan musibah menimpa Utsman bin Affan setelah ini” seluruh biaya menuju perang Tabuk ditanggung Utsman bin Affan Ra. Jika ingin dimaafkan dari dosa-dosa, maka maafkan kesalahan orang lain
kepadamu dan kau akan
dibebaskan dan
mendapatkan cahaya
maaf dari Sang Maha
Pemaaf, karena Sang
Maha Pemaaf malu jika
tidak memaafkan hamba-
Nya yang pemaaf.
Sebagaimana sebuah doa
yang teriwayatkan dalam
riwayat yang shahih:
“ Wahai Allah,
sesungguhya Engkau
Maha pemaaf, menyukai
maaf maka maafkanlah
kami ”
Sumber:
blog.its.ac.id/syafii/
category/doa-amalan/

Jumat, 18 Februari 2011

Pembenci RasulullahTerpanggang Di atasQubbah Khadlra (QubahHijau Makam Rasulullah)



Terjemah:
Dikutip dari Syekh az-Zabidi: “Para musuh Rasulullah setelah mereka selesai menghancurkan makam-makam mulia di komplek pemakaman al Baqi ’; mereka pindah ke Qubah Rasulullah untuk
menghancurkannya. Salah seorang dari mereka lalu naik ke puncak Qubah untuk mulai menghancurkannya, tapi kemudian Allah mengirimkan petir/api menyambar orang tersebut yang dengan hanya satu kali hantaman saja orang tersebut langsung mati hingga -raganya- menempel di atas Qubah mulia itu. Setelah itu tidak ada seorang pun yang mampu menurunkan mayat orang tersebut dari atas Qubah; selamanya. Lalu ada salah seorang yang sangat saleh dan bertakwa mimpi
diberitahukan oleh Rasulullah bahwa tidak akan ada seorangpun yang mampu menurunkan mayat orang tersebut. Dari sini kemudian orang tersebut “ dikuburkan” ditempatnya (di atas Qubah; dengan
ditutupkan sesuatu di atasnya) supaya menjadi pelajaran ”. foto tahun 1427 H.


Selain Masjid Nabawi, tempat bersejarah dan penuh berkah lainnya di kota Madinah adalah kompleks pemakaman Baqi. Di tempat itulah dimakamkan para imam ahlulbait, keluarga nabi, dan juga para sahabat termasuk kalangan syuhada. Dahulu, tempat tersebut cukup rapi dengan bangunan dan kubah tempat orang berkumpul untuk berziarah. Sampai akhirnya, kelompok Wahabi menguasai Jazirah Arab. Secara bertahap dan dengan alasan yang rapuh, pada hari Rabu 8 Syawal 1345 H bertepatan dengan 21 April 1925, pemakaman Baqi dihancurkan secara total oleh Raja Abdul Aziz dari Arab Saudi. Pada tahun yang sama, ia juga menghancurkan makam manusia suci di Jannatul Mualla (Makkah) di mana ibunda Nabi Muhammad s.a.w.w (Siti Aminah as.), istri Nabi, kakek dan
leluhur Nabi dikuburkan.

                                   (Baca: Makam Keluarga dan Sahabat Nabi Dihancurkan)

Pemakaman Baqi tahun 1903

Ada satu bangunan berkubah yang belum dihancurkan: Kubah Hijau Nabi. Ada sebuah kisah tentang usaha penghancuran kubah Masjid Nabawi yang layak diambil hikmahnya oleh kita. Inilah sebuah mukjizat yang telah terjadi sekitar 90 tahun yang lalu yang disampaikan oleh Syekh Az-Zubaidi. Seseorang berusaha untuk menghancurkan Kubah Masjid Nabawi di mana di dalamnya terdapat makam Nabi Muhammad saw. Namun, ketika orang itu memanjat kubah dan memulai menghancurkannya, tiba- tiba sebuah kilat menyambarnya dan ia tewas seketika. Tidak ada seorangpun yang mampu memindahkan mayat tersebut dari atas kubah. Dikisahkan pula, ada orang saleh dari Madinah yang dalam mimpinya mendengar sebuah suara yang mengatakan bahwa tidak ada seorangpun yang bisa mengangkat mayat tersebut dari kubah. Hal itu sebagai sebuah peringatan dan pelajaran bagi mereka yang berpikir dan berusaha untuk menghancurkannya di masa mendatang! Akhirnya, mayat tersebut tetap berada di atas kubah dan ditutupi dengan kotak hijau agar tidak terlihat oleh orang- orang. Wallahualam.





Catatan: You don’t have to believe this article. Anda bisa mencari gambar Kubah Hijau yang lain dan menemukan semacam titik berwarna gelap karena kotak tersebut telah di ikat dengan tali. Informasi ini pertama kali saya dapat dari Ust. Abbas Alhabsyi. Jika ingin berbagai artikel ini jangan lupa sertakan sumbernya. Shallû ‘ala an-nabî wa âlih…

Rabu, 16 Februari 2011

AKSI TERORIS DI DALANGI WAHABI

“Zionist yahudi ingin menguasai dunia penghalangnya adalah Islam dan Kristen ” bagai mana yahudi untuk mengalahkan islam dan kristen?
 1. Yahudi mengadu islam vs kristen dengan membuat aliran-aliran radikal (spt majelis mujahidin indonesia (wahaby), noordin M top cs (wahaby), taliban (wahaby, taliban/alqaida adalah pendatang yang memecah balah umat islam di afgan dan yang merusak perjuangan suci rakyat afgan melawan penjajah, ia menegakan hukum wahaby bukan hukum islam), dsb.
2. Mengadu sesama umat islam (membuat aliran-aliran sesat seperti wahhaby, islam liberal, dsb.)
3. Mengadau sesama kristen (seperti membuat aliran-aliran radikal dalam kristen)


Yang Saya Maksud Wahabi Aliran Keras   
Tidak semua Wahabi, lho. Yang saya maksudkan adalah Wahabi aliran keras. Kelompok ini tidak mau berpartai, karena partai menurutnya kafir


Wahabi aliran keras. Itu yang dimaksudkan Hendropriyono ketika menyebut habitat Noordin M Top sehingga sulit untuk ditangkap. Kepada Sabili di Jogjakarta, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) itu menjelaskan siapa yang dimaksud dengan Wahabi di balik serangan bom di Indonesia .
Dalam sebuah wawancara di stasiun televisi swasta, Jenderal TNI (Purn) Dr. Ir. Drs. Abdullah Mahmud Hendropriyono SH, SE, MBA, MH menyebut Wahabi, terkait dengan rentetan pemboman yang terjadi di negeri ini. Ketika Sabili mengkonfirmasi wahabi yang dimaksud, Hendro menjelaskan panjang lebar.
“Ketika itu saya ditanya oleh Metro TV tentang teroris, kenapa masih terus terjadi? Saya bilang, selama lingkungan masih ada yang menerima Noordin M Top, maka terorisme akan terus berlangsung. Agama kita, memberi pengertian yang dalam, bahwa tujuan yang baik tidak harus menghalalkan segala cara. Yang rugi, jelas umat Islam dan negara kita sendiri. Karena itu, harus dihentikan. Tujuan baik kalau caranya salah tetap salah.”
Lantas siapa yang dimaksud dengan lingkungan atau habitat Noordin M Top? Dikatakan Hendro, doktrin klasik kita, cuma mengenal dua, yaitu: al mukminin dan al kafirin. Antara al mukminin dan al kafirin itu ada yang dipertajam, dan ada yang memperhalus. “Yang mengkafir-kafirkan sesama Muslim inilah yang saya maksud sebagai habitat. Abu Ghifari, mantan anggota Jamaah Islamiyah (JI) adalah salah satu yang tidak setuju doktrin mengkafir-kafirkan, makanya dia keluar dari JI, tapi bukan berarti dia tidak Islam. Kalau anggota JI punya pendirian seperti dia, Indonesia pasti aman.” Hendro memberi contoh, Yayasan Muaddib di Cilacap, justru menciptakan masyarakat sendiri. Inilah masyarakat yang menjadi habitat Noordin M Top. Sekarang polisi terus memburu ketua yayasan pesantren itu.

========================================================================



                                             Baca Buku Membongkar “Jamaah Islamiyah”


Menurut Hendro, Noordin M Top punya akses langsung ke Al Qaidah. Karenanya, dunia kecolongan. Usamah bin Ladin dan Aiman Az Zawahir, sudah masuk ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Begitu JI dikendalikan oleh Abu Rusydan dan Nasir Abbas, organisasi itu mulai moderat.

“Tidak semua Wahabi, lho. Yang saya maksudkan adalah Wahabi aliran keras. Kelompok ini tidak mau berpartai, karena partai menurutnya kafir. Kelompok keras ini beranggapan, dalam Islam tidak ada demokrasi. Menuru tsaya, setiap negara seyogianya punya filsafat dan ideologinya sendiri. Setelah itu, kita bisa hidup berdampingan secara damai. Tapi kalau mengusung ideologi internasionalisme, tidak bakal ketemu.” Dikatakan Hendro, bahasa yang digunakan dalam terorisme ternyata terbelah atas dua tata permainan bahasa; mengancam dan berdoa. “Para pelaku terorisme juga mengalami kegagalan kategori, yaitu ketidakmampuan untuk membedakan pengetahuannya sehingga mengakibatkan subjek dan objek terorisme menjadi tak terbatas, ” ungkap Hendro yang baru menyandang predikat doktor ilmu filsafat Universitas Gajah Mada (UGM) dan berhasil meraih cumlaude Sabtu lalu (25/7).

Subjek terorisme mempunyai kondisi kejiwaan yang memungkinkan berkembangnya fisik, emosi dan intelektual secara optimal, karena mereka adalah orang normal, buka orang gila. Semua tindak terorisme, termasuk di Indonesia saat ini, adalah implementasi cara berpikir para pelakunya. Terorisme sendiri terjadi akibat ideologi, bukan kepentingan. “Apa yang bisa menghentikan terorisme adalah dengan menghentikan cara berpikir seorang yang berkepribadian terbelah. Kalau itu berhenti, teroris berhenti.” Terorisme, kata Hendro, terjadi akibat benturan dua filsafat universal dunia, yakni demokrasi yang tidak dilaksanakan secara etis dan fundamentalisme. Selama keduanya belum berubah ke arah yang lebih baik dan menyatu, terorisme akan terus ada. Diakui Hendro, di antara ideologi itu, ada yang menginginkan liberalisme dan kapitalistik. Sedangkan Islam menginginkan kekhilafahan. Kalau kitaningin perdamaian dunia, maka harus merupakan sintesis dari dua tesis. Sekuler-liberal dengan Islam yang akomodatif- moderat. “Kalau tidak gitu, gak ketemu. Teror dibalas teror gak selesai. Dunia akan terus kecolongan, sebelum kita selesaikan. ”
Jadi yang ngebom-ngebom itu Wahabi, begitu? “Wahabi aliran keras lah yang mengakomodir Noordin M Top masih tetap hidup. Apa susahnya mencari Noordin M Top, dia orang Malaysia, logatnya saja kentara bahwa dia bukan orang Indonesia. Makanya lingkungan atau habitatnya harus dibersihkan. Yaitu aliran keras Wahabi yang kawin dengan aliran keras Ikhwanul Muslimin.” Bukankah Wahabi dengan Ikhwanul Muslimin berbeda? “Ya, akhirnya mengerucut di Al Qaidah. Jadi Usamah itu adalah gabungan salafi, wahabi, ikhwan, ” terang Hendropriyono. Seringkali Wahabi dijadikan stigma terhadap kelompok Islam tertentu. Yang ujung-ujungnya adalah Islamphobia. Menanggapi itu, Hendro mengatakan, “ Itu orang nggak ngerti. Apa gunanya kita punya kementrian agama, harusnya diberi penjelasan, apa itu wahabi, salafi, Ikhwanul Muslimin dan Al Qaidah, biar jelas. Kalau yang menjelaskan intelijen, saya disalahin melulu. Capek saya, ” ujar lelaki kelahiran Yogyakarta , 7 Mei 1945. Yang jelas, tudingan Wahabi pernah dilekatkan pada PKS dan ormas Islam lainnya. Mereka tidak terima. “ Memang, orang pasti akan bertanya, Wahabi yang mana? Salafi yang mana? Itu sama saja menyebut Jawa yang mana? Sekali lagi, yang saya maksudkan adalah Wahabi aliran keras yang tidak mau berpartai. Kalau ada yang mengikuti demokrasi, mereka akan mengkafirkan. Ini Wahabi yang saya maksud. Orang yang menyebut kafir karena menolak demokrasi, ini harus dibersihin. Terorisme akan hidup terus selama masih ada orang yang suka mengkafirkan !”

Apakah penyebutan Wahabi ini akan menjadi pukat harimau bagi gerakan Islam? Hendro yang mengaku dari kecil sekolah di Muhammadiyah pun juga Wahabi. Tapi, Hendro mengatakan, Muhammadiyah bukan Wahabi yang merusak. “ Mereka takut. Kan saya tidak mau pukul rata, saya bukan orang tolol, ini Wahabi yang mana dulu. Yang maksudkan ialah wahabi aliran keras. Memang yang lembut bisa menjadi keras. Itulah harus kita bersihin. Sebut saja Muhammadiyah, ada tarik menarik, untuk menjadi Wahabi, ada pula yang ingin menjadi Liberal. Posisi Muhammadiyah pun jadi rebutan ideologi. ” Perkembangan geopolitik global menjadi penyebab lahirnya terorisme global. Tapi tidak harus teror jawabannya, harusnya uswatun hasanah. Teror itu bukan perang. Hendro tidak setuju, dengan memunculkan Wahabi ini akan melemahkan spirit Islam sendiri. “Oh, nggak, bukan begitu. Kita tidak usah bergantung Wahabi. Kita berpedoman pada Al-Qur ’an dan Hadits. Kenapa kita harus ikut-ikutan yang bukan Nabi. Tujuan baik kalau jalannya salah, keliru.” Persoalannya bukan hanya di dalam internal umat Islam sendiri, melainkan juga keterlibatan unsur asing.
Hendro mengatakan, bukan tidak mungkin, ada keterlibatan CIA. Yang jelas, yang bisa menyelesaikan adalah kita sendiri, bukan orang lain. Sebab, jika dari luar, nambah gak karuan negeri ini. Menurut Hendro, untuk menghancurkan suatu jaringan ada empat poin yang bisa dilakukan.
Pertama, tangkap orang-orang kunci. Kedua, putuskan hubungan. Ketiga pangkas support logistic. Ke empat bersihkan lingkungan. Kempat inilah yang akan menghancurkan organisasi. Ketika bom berulangkali terjadi, ada kemirisan yang muncul, umat Islam kembali menjadi kambing hitam. “ Itulah yang membuat saya sedih. Makanya sebelum saya mati, mudah-mudahan saya masih bisa melihat Indonesia aman, dan menjadi ummatan wahidah, umat yang bersatu. Umat ini terbelah akibat Noordin M Top. ”

(sabili) (Oleh Adhes Satria & Eman Mulyatman)



http://swaramuslim.net/more.php?id=6307_0_1_0_M

Selasa, 15 Februari 2011

RIZKI

Semua rizki makhluk telah ditanggung oleh Allah SWT, maka suatu dawuh mengatakan:
”Bebaskan dirimu dari tadbir(mengatur). Engkau istirahatkan dirimu dari mengatur dirimu. ” Dalam segala bidang baik soal ekonomi, sandang, pangan papan dll. Janganlah kamu mengatur dirimu sendiri, janganlah merepotkan diri sendiri kangelan untuk mengatur itu. Sebab hal-hal yang sudah ada yang kompeten untuk mengurusnya, kamu jangan campur tangan. Hal-hal yang sudah diurus dan dirampungkan orang lain, jangan mencampurinya. Bidangmu, kewajibanmu masih banyak yang harus dikerjakan, jadi mudahnya bahwa tadbir itu mengatur. Misalnya soal ekonomi, soal makan itu sudah diatur,diurus oleh Tuhan.

”Dan tidak ada satu binatangpun di bumi (termasuk manusia)  melainkan Tuhan yang memberi rizki. Dan Tuhan yang Maha Mengetahui tempat tinggal dan tempat-tempat berlindungnya. ”(QS. Hud: 6)

“Daabbah” barang hidup yang ada di bumi ataupun yang ada dilainya bumi. Itu semua “ ILLA ‘ALALLOHI RIZQUHA” tidak ada selain Allah yang menanggung rizkinya. Jadi kalau rizkinya sudah ditanggung Tuhan, di cukupi Tuhan lalu ikut cawe-cawe soal yang sudah dicukupi itu maka: Pertama: tidak ada gunanya sebab dia masih ada tugas atau kewajiban yang lain.Kedua: namanya menggasab hak orang lain, kompetensi lain. Yaitu haknya Tuhan, sebab Tuhan yang mencukupi kenapa ikut campur. Maka semua makhluk yang hidup rizkinya sudah dicukupi Tuhan, jadi manusia tidak perlu memikirkan soal rizki. Rizki yang ditangung oleh Allah SWT itu adalah Rizki primer yaitu rizki yang kalau tidak ada rizki itu menyebabkan tidak bisa hidup atau mati. Ini yang ditanggung Tuhan, terbatas. Adapun lainya, itu tidak ditanggung Tuhan. Umumnya mengenai banyak sedikitnya yang dibutuhkan manusia itu relative, sekian kurang, sekian kurang tidak ada batasnya, umpamanya satu gelas air. Kalau tidak ada satu gelas ini bisa mati. Ya satu gelas ini yang di tanggung Tuhan. Adapun yang lain yang lebih bahkan berlimpah-limpah tidak ditanggung Tuhan. Dengan demikian mengatur atau mengusahakan, memperhatikan apa-apa yang sudah ditanggung Tuhan, itu namanya buang-buang waktu dan tenaga, tidak boleh. Maksudnya tidak boleh itu kalau tidak didasari LILLAH-BILLAH. Kalau LILLAH-BILLAH itu bukan ikut campur tapi melaksanakan perintah (LILLAH).

 Jadi jangan sampai salah penafsirkan. Memperhatikan dengan LILLAH-BILLAH, ini yang memperhatikan Tuhan (BILLAH). Jadi hanya ujud lahirnya saja memperhatikan, sedang sesungguhnya yang memperhatikan itu Allah (BILLAH). Disamping itu dengan dasar niat LILLAH dan BILLAH berarti melaksanakan perintah, bukan di dorong oleh keinginan nafsu atau kebutuhan hawa nafsu. Dengan demikian baik itu rizki yang ditanggung Tuhan, yang terbatas atau rizki yang tidak ditanggung yang tidak terbatas, mengusahakan, memikirkan atau memperhatikannya kalau tidak didasari LILLAH BILLAH itu terkecam. Tapi kalau didasari LILLAH-BILLAH dengan sendiri sudah tidak menjadi persoalan lagi. Rizki yang bertumpuk-tumpuk, yang melampaui batas, yang keterlaluan sekalipun dengan niat LILLAH tidak boleh. Sebab lalu “ISROF” namanya melampaui batas atau berlebih-lebihan. Ya harus sekedarnya, jangan sampai menyolok kekayaanya, padahal dimasyarakat masih banyak yang kelaparan. Jadi orang yang sudah banyak rizkinya sangat menyoloki lalu masih mempeng, maka mempengnya tidak boleh diniati LILLAH. Sebab isrof dan isrof itu dilarang Tuhan. Padahal perkara yang dilarang Tuhan tidak boleh diniati LILLAH, suul adab. Sebab jelas itu nanti kekayaanya hanya untuk menumpuk harta buat kepentingan pribadinya sendiri. Kalau memang dasar LILLAH mestinya hasil yang lebih itu harus digunakan untuk menolong kepada siapa- siapa yang wajar ditolong dan untuk membiayai apa-apa yang harus, patut dibiayai. Jadi soal LILLAH itu terbatas hanya buat soal-soal yang diridhai Allah SWT wa Rasuluhi SAW. Soal mengatur atau mengusahakan masalah ekonomi misalnya,

pertama: yang diridhai Allah SWT wa Rasulihi SAW. Dan jangan sampai merugikan pihak lain.
Kedua: harus didasari LILLAH dan BILLAH. Kalau sungguh-sungguh didasari LILLAH-BILLAH ini bukan ikut campur sebab BILLAH. Jadi bukan dia yang memperhatikan.
Dan LILLAH berarti melaksanakan perintah.

Dawuh Syekh Sahal At- Tustari: ”Barangsiapa mengecam usaha, berarti mengecam sunah Rasulullah SAW. ” “Dan barangsiapa mengecam tawakkal, berarti mengecam iman.” Memang sudah diqodar begini, begitu kemudian dikecam, ini sama saja mengecam iman. Soal usaha atau ikhtiyar misalnya, orang kok hanya usaha saja tidak mau tawakkal tidak mau pasrah saja pada Tuhan, mengecam begini sama dengan mengecam sunah Rasulullah SAW. Menyalahi sunah atau ajaran yang dibawa Rasulullah SAW, dibidang syari ’at. Begitu juga barangsiapa mengecam tawakkal tidak mau usaha, tidak mau ikhtiyar umpamanya, ini namanya mengecam atau meninggalkan iman. Maka kedua-duanya harus diisi. Mengisi bidang syari ’at, usaha, beramal, bekerja, tapi dalam pada itu harus yakin, iman bahwa segala sesuatu Tuhan yang menciptakan, yang menentukan. Bukan karena amalku, usahaku. Bahkan amalku, usahaku ini BILLAH Tuhan yang menciptakan, harus begitu. Ada istilah: ”Tawakkal itu bergerak tapi diam, diam tapi bergerak ”. ”Idltidrob” bergerak anti diam (aktif dan dinamis) Tapi “Wa salukunun bila idltirob” diam anti bergerak (pasrah, menyerah). Artinya lahiriyahnya harus bergerak usaha, jangan pasif, tapi hatinya tentram, tenang dan yakin iman kepada Allah SWT. ”BILA IDLTIROB” tidak goyang, tidak mamang, tidak bingung. Atau ada istilah lain, tapi soal kesadaran yaitu: ” AL-ARIF KAAINUN BAINUN” Orang yang sadar kepada Allah itu lahiriyahnya ditengah-tengah masyarakat KAAINUUN ” tapi batinya ”BAAINUN” jauh dari masyarakat. Hatinya senantiasa dihadapan Allah SWT wa Rasuluhi SAW. Jadi lahirnya berada ditengah-tengah masyarakat, berjuang untuk masyarakat tapi batinya senantiasa hudlur, senantiasa tawakkal, senantiasa berdepe-depe kepada Allah SWT.
Kegiatan mengusahakan apa-apa yang telah dijamin Allah bagimu yaitu rizkimu, disamping ketledoran dan keglonjomanmu melaksanakan apa-apa yang dikehendaki (diamanatkan) Allah kepadamu, itu menunjukkan butanya mata hatimu. Berusaha soal rizki jika sampai meneledorkan kewajiban terhadap ibadah kepada Allah SWT, sampai mengurangi amal- amal ibadah yang melancarkan jalan kesadaran kepada Allah SWT wa Rasulihi SAW, terkecam. Membuktikan mata hati yang buta, buta terhadap Allah SWT. Itu baru usaha rizki yang pokok yang sangat dibutuhkan, lebih-lebih kalau usaha melebihi dari pada itu, lebih terkecam. Malah dalam syari ’at dilarang berlebih-lebihan (isrof). Tidak boleh.
Kesemuanya itu jika usaha tidak didasarkan niat LILLAH, menurut istilah Wahidiyah, disamping kesadaran Billah. Yaitu bahwa yang menggerakkan usaha itu adalah atas titah Allah SWT. Maka usaha soal Rizki baik kebutuhan yang pokok maupun kebutuhan lain-lain asal didasari LILLAH-BILLAH dan LIRRASUL-BIRRASUL seperti ajaran Wahidiyah itu tidak menjadi persoalan. Sebab dengan begitu otomatis berarti melakukan amal ibadah yang akan membawa pendekatan diri kepada Allah SWT wa Rasulihi SAW. Disamping itu otomatis menurut perhitungan asal betul-betul tepat LILLAH-BILLAH, LIRRASUL-BIRRASUL tidak mungkin sampai teledor atau glonjom melaksanakan amanat-amanat Allah SWT.
Secara umum amanat atau kehendak atau perintah Allah SWT menciptakan bangsa manusia dan bangsa jin di dunia ini tiada lain supaya mengabdikan diri kepadaNya. Sebagai firman Allah SWT:
”Dan tiada Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya (mereka) mengabdikan diri kepadaKu ”.(QS. Adz- Dzaariyaat: 56)

Dengan demikian marilah kita senantiasa mengoreksi diri kita, apakah termasuk orang yang ngoyo soal ekonomi, soal dunia dan disamping itu tledor dalam melaksanakan ”Liya’ buduuni” ataukah kita betul-betul sudah tepat LILLAH-BILLAH LIRRASUL-BIRRASUL. Allahu a ’lam

Jangan Sembunyikan Yang Hak

“Dan janganlah kamu campur-adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui. ” (QS. Al Baqarah: 42)
Ayat di atas memberikan kaidah penting dalam cara ke Islaman yang kaffah (sempurna) da kholish (murni).
Pada ungkapan WALAA TAL BISUUL HAQQA BILBAATHIL (dan janganlah kamu campur_adukkan yang hak dengan yang bathil mengandung petunjuk agar kita semua kaum muslimin menghindari bid ’ah dholaalah (kreasi yang sesat) dalam beragama.
Sehingga dengan demikian, kita melaksanakan Islam secara lurus dan murni serta terhindar dari kesesatan.
Pencampuran Islam dengan kesesatan ini di dalam istilah Islam dinamakan bid ’ah. Nah, dalam kaitan dengan bid ’ah, maka kata bid’ah ini secara bahasa berasal dari kata bada ’a yang berarti menciptakan sesuatu tanpa contoh sebelumnya.
Dari sudut bahasa, maka seluruh kreasi manusia, baik dalam lingkup keagamaan ataupun dalam lingkup keduniawian dinamakan bid’ah. Dari sudut pandang bahasa inilah, maka Amirul Mukminin Umar bin Khatthab RA mengomentari shalat tarawih berjama ’ah,

“sebaik-baik bid’ah adalah ini.” (Riwayat Bukhari dan Malik).

Dari sudut pandang bahasa ini pulalah, maka Imam Asy Syafi ’i rahimahullah membagi bid’ah menjadi dua, yaitu bid’ah ghoiru madzmumah (kreasi yang tidak tercela), yaitu kreasi yang tidak menyalahi Al Qur ’an dan Sunnah dan bid’ah dholaalah (kreasi sesat), yaitu kreasi yang menyalahi (Manaqib Al Imam Asy Syafi ’I juz I hal. 469). Dari sudut pandang ini pulalah, maka para huffadz, seperti Al Hafidz Ibnu Abdil Barr, Al Hafidz Ibnul Atsir, Al Hafidz Ibnu Hajar dan lain-lain membagi bid’ah menjadi dua, yaitu kreasi baik (bid ’ah hasanah) dan kreasi tercela (bid’ah sayyi’ah). Yang menjadi masalah adalah pengertian bid ’ah secara syar’i.

Ketika Rasulullah SAW bersabda: ”Setiap bid’ah sesat.” (HR. Muslim),

maka apakah maksud bid ’ah dari ungkapan disini?
Ada perbedaan di kalangan manusia dalam memaknai bid ’ah secara syar’i yang dimaksudkan dalam hadits di atas.

       Kelompok pertama adalah mereka yang mengatakan bahwa bid ’ah adalah semua kreasi baru tanpa memperdulikan aspek-aspek duniawi atau keagamaan. Kelompok ini diwakili oleh salah seorang tokoh Saudi, Al  Utsaimin (Al Ibda’ fi kamalisy syar’i hal. 13).
Jika kita mengikuti kaidah kelompok pertama ini, maka seluruh kreasi manusia yang tidak ada di masa Rasulullah SAW adalah sesat dan masuk neraka. Sehingga dengan demikian, manusia tidak boleh menggunakan misalnya telephon, mobil, hp, internet dan lain-lain.

       Kelompok kedua adalah mereka yang mengatakan bahwa bid ’ah semua amalan yang tidak pernah dilakukan, diperintahkan dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam bidang keagamaan. Pengertian ini seringkali dikemukakan oleh pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab (Wahabi). Berdasarkan pengertian kelompok kedua ini, maka semua kreasi doa (seperti hizb Nawawi, Hizb Barqi), semua kreasi shalawat (seperti Shalawat Nariyah, Munjiyat, Shalawat Barzanji, termasuk shalawat Wahidiyah, dll) adalah bid ’ah, sesat dan tertolak.
     
        Kelompok ketiga adalah mereka yang mengatakan bahwa bid ’ah yang dimaksudkan dalam hadits di atas adalah segala sesuatu hal baru yang menyelisihi atau tidak bisa dikembalikan kepada Al Qur ’an, Sunnah atau Ijma’. Maka hal tersebut bukan bid’ah dhalaalah (bid’ah sesat) yang dimaksudkan dalam hadits di atas. Di antara penganut tafsir ini adalah Al Imam Asy Syafi ’i rahimahullah (Manaqib Al Imam Asy Syafi ’i juz I hal 469) dan para hufadz hadits.
Dari ketiga pendapat tersebut maka jika kita memilih pendapat pertama, nampaknyamustahil dan hal ini bertentangan dengan kenyataan dalam sejarah.

Sesungguhnya para sahabat Rasulullah SAW banyak melakukan hal-hal baru yang tidak ada pada masa Rasulullah SAW. Seperti penggunaan nama Amirul Mukminin pada Khalifah, pelaksanaan tarawih berjama ’ah secara terus menerus (pada masa Rasulullah SAW pernah berjama ’ah tapi kemudian sendiri-sendiri), pembukuan Al Qur ’an dan lain-lain.
Jika kita mengikuti kelompok kedua, maka kita pun akan menemui beberapa kontradiksi dengan kenyataan pada masa Rasulullah SAW maupun para sahabat. Jika kita mengatakan bahwa bila sesuatu itu baik, pastilah Rasulullah SAW akan paling dahulu melakukanya. Namun ternyata hal ini tidak sesuai dengan realita dalam kehidupan para sahabat dan tabi ’in. berikut ini beberapa contoh:

1. Dalam kasus pembukuan Al Qur ’an menjadi satu buku, ini baru dilakukan pada masa Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq RA.

2. Penunggalan kondifkasi model Al Qur ’an baru dilakukan dimasa Amirul Mukminin Utsman RA.

3. Dalam kasus pembacaan qunut, Umar bin Khaththab RA memilki doa qunut tersendiri yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW (Al Adzkar An Nawawi hal 49).

4. Dalam masalah doa, seorang tabi’in Imam Ali Zainal bin Husain bin Ali bin Abi Thalib RA mengarang rangkaian doa yang kemudian diberi nama Ash Shahifah As Sajadiyyah.

Menurut saya, kelompok ketiga yang mengatakan bahwa bid ’ah yang dimaksudkan dalam hadits di atas adalah segala sesuatu hal baru yang menyelisihi atau tidak bisa dikembalikan kepada Al Qur ’an, Sunnah atau Ijma’. Tetapi jika hal baru tersebut masih bisa dikembalikan kepada dasar Al Qur ’an, Sunnah atau Ijma’, maka hal tersebut bukan bid’ah dhalaalah (bid’ah sesat) yang dimaskudkan dalam hadits Rasulullah SAW di atas: KULLU BID ’ATTHUNN DHALAALAH (setiap bid ’ah adalah sesat). Ini lebih sesuai dengan realita dalam perjalanan sejarah Islam maupun kandungan hadits.

” Barangsiapa yang membuat perkara baru dalam perkara kami ini sesuatu yang bukan darinya, maka ia tertolak. ” (HR. Abu Dawud), justru menguatkan bolehnya berkreasi menyusun doa, shalawat dan kalimat-kalimat baik lainya. Karena hadits ini memiliki beberapa kandungan makna (mafhum) sebagai berikut:

     1. Bahwa dalam hadits tersebut, ada perkara baru dalam urusan agama yang tidak berasal dari agama (perkara yang tidak memiliki dasar baik secara umum maupun khusus).

     2. Perkara ini tertolak perkara baru dalam urusan agama yang tidak berasal dari agama (perkara yang tidak memiliki dasar baik secara umum maupun khusus ) ini tertolak.
Point 1 dan 2 ini disebut mafhum manthuq pemahaman eksplisit).

      3. Secara terisrat (implisit/ mafhum), ketika Rasulullah SAW menyatakan bahwa ada perkara baru dalam agama yang tidak berasal dari agama, hal ini mengisyaratkan adanya perkara baru dalam urusan agama yang berasal dari agama (perkara yang tidak memiliki dasar dari agama, baik secara umum maupun khusus).
      Berbeda jika redaksi hadits itu berbunyi:  “ Barang siapa yang 7membuat perkara baru dalam perkara ini, maka ia tertolak. ” Jika redaksi hadits demikian, maka seluruh kreasi baru secara mutlak ditolak. Tapi nyatanya dalam hadits di atas ungkapan, ”… hal-hal baru dalam perkara kami” masih
disifati dengan ungkapan” yang tidak berasal darinya”. Sehingga dengan demikian, ungkapan ini mengharuskan adanya hal-hal baru yang berasal dari agama.

     4. Perkara pada poin no. 3, yaitu perkara baru dalam urusan agama yang berasal dari agama (perkara yang memiliki dasar dari agama baik secara umum maupun khusus) tersebut secara
otomatis tidak tertolak oleh cakupan hadits di atas. Karena penolakan hadits hanya pada perkara baru yang tidak ada dasarnya dari agama. Poin 3 ini disebut dengan mafhum mukhalafah (pemahaman implisit). Inilah yang kemudian mendasari munculnya berbagai redaksi doa, shalawat atau bacaan-bacaan lain dari para sahabat maupun tabi ’in.

Karena itulah, sangat bijaksana ketika Al Imam Asy Syafi ’i rahimahullah berkata,: ”Setiap sesuatu yang mempunyai dasar dari dalil-dalil syara ’ bukan termasuk bid’ah meskipun belum pernah dilakukan oleh salaf. Karena sikap mereka meninggalkan hal tersebut terkadang karena udzur yang terjadi pada saat itu, atau karena ada amaliah lain yang lebih utama atau barangkali belum diketahui oleh mereka. ” (Itqaan Shin’ah fi tahqiiqi ma’na bid’ah hal. 5).

Pemahaman ini pulalah yang kemudian memunculkan istilah bahasa (bukan istilah syara’) bid’ah hasanah. Istilah bid’ah hasanah ini bukan berarti merupakan kontradiksi dari hadits ” kullubid’ah dholaalah”. Karena bid’ah dalam hadits “kullu bid’ah dholaalah” adalah bid’ah syar’i, sedangkan bid’ah hasanah yang diungkapkan oleh para huffadz merujuk pada istilah kebahasaan dengan pengertian ;”Sesuatu yang tidak dilakukan/dicontohkan oleh Rasulullah SAW, namun berada dalam keumuman atau kekhususan sebuah dalil.


Hadits Nabi Saw Yang Menganjurkan Berbuat Bid'ah Hasanah (Yang Baik) Dan Melarang Berbuat Bid'ah Dhalalah (Yang Buruk) !!! (2).
Diantara saudara2ku pengikut syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab memberi komentar menyangkut hadits Nabi Saw,
"mAN sANNA fIL iSLAM sUNNATAN hASANATAN ...,wA MAN SANNA FIL iSLAM sUNNATAN sAYYIATAN .."
sebagai berikut :
“Barangsiapa membuat satu sunnah (cara atau jalan) yang baik di dalam Islam maka dia mendapat pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun. Dan barangsiapa yang membuat satu sunnah yang buruk di dalam Islam, dia mendapat dosanya dan dosa orang-orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa mengurangi dosanya sedikitpun.” (Shahih, HR. Muslim no. 1017).
Bantahannya :
Pertama : Sesungguhnya makna dari (barangsiapa yang membuat satu sunnah) adalah menetapkan suatu amalan yang sifatnya tanfidz (pelaksanaan), bukan amalan tasyri’ (penetapan hukum). Maka yang dimaksud dalam hadits ini adalah amalan yang ada tuntunannya dalam Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam . Makna ini ditunjukkan pula oleh sebab keluarnya hadits tersebut, yaitu sedekah yang disyariatkan.
Kedua : Rasul yang mengatakan :
“Barangsiapa yang membuat satu sunnah (cara atau jalan) yang baik di dalam Islam.”
Adalah juga yang mengatakan :
“Semua bid’ah itu adalah sesat.”
Dan tidak mungkin muncul dari Ash-Shadiqul Mashduq (Rasul yang benar dan dibenarkan) suatu perkataan yang mendustakan ucapannya yang lain. Tidak mungkin pula perkataan beliau saling bertentangan.
Dengan alasan ini, maka tidak boleh kita mengambil satu hadits dan mempertentangkannya dengan hadits yang lain. Karena sesungguhnya ini adalah seperti perbuatan orang yang beriman kepada sebagian Al-Kitab tetapi kafir kepada sebagian yang lain.
Ketiga : Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam mengatakan (barangsiapa membuat sunnah) bukan mengatakan (barangsiapa yang membuat bid’ah). Juga mengatakan (dalam Islam). Sedangkan bid’ah bukan dari ajaran Islam. Beliau juga mengatakan (yang baik). Dan perbuatan bid’ah itu bukanlah sesuatu yang hasanah (baik).
Tidak ada persamaan antara As Sunnah dan bid’ah, karena sunnah itu adalah jalan yang diikuti, sedangkan bid’ah adalah perkara baru yang diada-adakan di dalam agama.
Keempat : Tidak satupun kita dapatkan keterangan yang dinukil dari salafus shalih menyatakan bahwa mereka menafsirkan Sunnah Hasanah itu sebagai bid’ah yang dibuat-buat sendiri oleh manusia.

-------------------------------T A N G G A P A N --------------------------------------

      1). Hadits Man Sanna Fil Islam Sunnatan Hasanatan yg diriwayatkan oleh Imam Muslim tersebut bersifat umum, lafazhnya sangat jelas yaitu

"BARANGSIAPA MERINTIS PERBUATAN BAIK DALAM ISLAM MAKA BAGINYA PAHALA DARI PERBUATAN TERSEBUT, JUGA PAHALA DARI ORANG2 YG MELAKUKAN (MENGIKUTI)-NYA SETELAHNYA TANPA BERKURANG SEDIKITPUN PAHALA MEREKA.

Dan barangsiapa merintis perbuatan buruk dalam Islam maka baginya dosa dari perbuatan tsb, juga dosa dari orang yg melakukan (mengikuti)-nya setelahnya tanpa berkurang dosa-dosa mereka sedikitpun."
Inilah petunjuk dari Nabi Saw menyangkut perkara baru alias bid'ah.
Hadits ini secara spesifik menjelaskan bahwa siapa saja yg merintis atau memulai di dalam Agama Islam perbuatan baik akan memperoleh pahala. Merintis perbuatan baik dalam Agama Islam artinya membuat perkara baru alias bid'ah yg baik.
Sebaliknya siapa saja yg merintis atau memulai di dalam Agama Islam perbuatan buruk akan berdosa. Merintis perbuatan buruk dalam Agama Islam artinya membuat perkara baru alias bid'ah yg buruk.
Karena itu kalau hadits ini ditafsirkan sebatas melakukan atau menghidupkan perbuatan yg telah dilakukan atau dicontohkan Nabi Saw seperti bersedekah maka lafazh hadits ini menjadi.

"MAN AHYAA SUNNATAN MIN SUNNATII.. 
( Barangsiapa menghidupkan sunnahku,.." sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Amru bin Auf.
Hadits ini lafazh nya sangat berbeda dengan hadits Man Sanna Fil Islam yg diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Hurairah.

      2). Penggunaan kata Sanna (Man Sanna) ini juga digunakan Nabi Saw untuk menunjukkan bahwa kata SANNA itu dimaksudkan Nabi Saw sebagai orang yg pertama kali melakukan suatu amalan, bukan mencontoh atau mengikuti amalan yg pernah dilakukan oleh orang lain. Hal ini kita temukan dalam hadits berikut ini : " Tiap-tiap jiwa yang terbunuh dengan penganiayaan.
MAKA PUTRA ADAM YG PERTAMA (QABIL) MENDAPAT BAGIAN DARI DOSA PENUMPAHAN DARAH, KARENA DIALAH ORANG PERTAMA YG MELAKUKAN PEMBUNUHAN [Man Sanna al-Qatl(a)]."
Dalam hadits yg diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Ibnu Mas'ud ini, Nabi Saw menggunakan kata SANNA utk menjelaskan bahwa Qabil adalah orang yg merintis (pertama kali melakukan) pembunuhan. Jadi kata Sanna tidak dapat ditafsirkan sebagai mengikuti atau mencontoh sunnah (perbuatan) Nabi Saw.
Perhatikanlah dengan seksama, Lafazh hadits ini sejalan dan memperkuat maksud hadits " WA MAN SANNA FIL ISLAM SUNNATAN SAYYIATAN......(Dan barangsiapa merintis perbuatan buruk dalam Islam maka baginya dosa dari perbuatan tsb, juga dosa dari orang yg melakukan (mengikuti)-nya setelahnya tanpa berkurang dosa-dosa mereka sedikitpun)"

      3). Penggunaan kata SANNA tidak dapat ditafsirkan sebagai melaksanakan amalan yg dicontohkan atau dilakukan Nabi Saw karena akan menimbulkan kontradiksi dengan lafazh hadits "Man SANNA Fil Islam Sunnatan Sayyiatan..(Barangsiapa merintis dalam Islam Sunnah(perbuatan) Nabi yang buruk. Jelas tidak ada seorang muslim pun yg meyakini adanya Sunnah Nabi yg buruk !

      4). Kata MERINTIS (SANNA) yang artinya sebagai membuat perkara baru yg tidak pernah dilakukan sebelumnya oleh siapapun juga ditegaskan oleh para ahli bahasa.
Imam Azhari dan Az-Zabidi sebagaimana pernah dirujuk oleh ustadz Firanda Andirja berkata : "Setiap orang yang memulai suatu perkara lalu dikerjakan setelahnya oleh orang-orang maka dikatakan dialah yang telah merintisnya" (Tahdziib al-Lughoh, karya al-Azhari, tahqiq Ahmad Abdul Halim, Ad-Daar Al-Mishriyah, 12/306)
Hal ini juga sebagaimana disampaikan oleh Az-Zabidi dalam kitabnya Taajul 'Aruus min Jawahir al-Qoomuus, 35/234, Ibnul Manzhuur dalam kitabnya Lisaanul 'Arob 13/220)

     5). Menafsirkan perkataan Nabi Saw : "KULLA BID'ATIN DHALAALAH.." sebagai semua bid'ah sesat jelas keliru dan sangat-sangat keliru. Anggapan saudaraku itu, seolah2 hadits Kulla Bid'atin Dhalaalah bertentangan dengan hadits MAN SANNA Fil Islam Sunnatan Hasanatan jelas sangat salah.Y Kedua hadits tersebut tidak bertentangan bahkan saling menguatkan. Karena kata KULLA/KULLUN tidak bersifat umum, menyeluruh tanpa ada pengecualian sebagaimana diyakini syaikh Utsaimin. Perkataan Nabi Saw "KULLA BID'ATIN DHALAALAH" yg terjemahannya Setiap bid'ah sesat memiliki pengecualian.

i].. Di dalam al-Qur'an, surat Al Kahfi ayat 78-79 Allah Swt berfirman :
' Khidir berkata : " Inilah perpisahan antara aku dengan kamu, Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan2 yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. Adapun perahu itu adalah kepunyaan orang2 miskin yg bekerja dilaut , dan aku bertujuan merusakkan perahu itu karena dihadapan mereka ada seorang penguasa yang merampas setiap perahu [KULLA SAFIINATIN GHASHBA(n)]'
kedua ayat ini menjelaskan bahwa kata KULLA tidak menunjukkan arti umum, menyeluruh, dan tidak boleh ada pengecualian.
Kata KULLA di dalam firman Allah Swt ini menunjukkan bahwa tidak semua perahu (hanya perahu yg baik) akan dirampas sang penguasa. Sedangkan perahu yg rusak tidak akan dirampas. Itulah sebabnya Nabi Khidir merusak perahu milik orang2 miskin agar tidak dirampas perahu milik orang2 miskin itu, yg mana perbuatan tersebut dicela oleh Nabi Musa.
Jadi menurut Allah Swt, kata KULLA tidak bersifat umum, menyeluruh, tanpa pengecualian, dan tidak berarti semua sebagaimana diyakini syaikh Utsaimin.
ii]. Nabi Saw juga bersabda :

"BARANGSIAPA MEMBUAT PERKARA BARU DALAM SYARIAT INI YG TIDAK SESUAI DENGANNYA, MAKA IA TERTOLAK ( Man Ahdatsa fii amrina hadzaa maa laisaminhu fahuwa raddun") [HR. Muslim]

Dengan demikian Nabi Saw memberi petunjuk bahwa membuat perkara baru alias bid'ah yg tidak sesuai syariat akan tertolak, sebaliknya membuat perkara baru alias bid'ah yg sesuai dengan syariat tidak tertolak.
Dengan kata lain kata KULLA/KULLUN menurut Nabi Saw bukan dimaksudkan sebagai menyeluruh, tanpa pengecualian. Bid'ah yg yg tidak sesuai syariat alias bid'ah dhalaalah (buruk) tertolak bahkan dalam hadits lainnya disebutkan berdosa mengerjakannya. Sedangkan Bid'ah yang sesuai syariat alias bid'ah hasanah yg baik tidak tertolak bahkan akan mendapat pahala mengerjakannya.
Jadi kedua hadits tersebut sangat berkaitan dan saling menguatkan.

     6). Mengenai mengapa Nabi Saw tidak menggunakan kata bid'ah di dalam hadits Man Sanna fil Islam Sunnatan Hasanatan/ Sayyiatan itu hanya masalah sinonim atau persamaan kata. Nabi juga menggunakan kata MAN AHDATSA FI AMRINAA sebagai kata persamaan utk menunjukkan perbuatan bid'ah !
Semoga dengan penjelasan ini saudara2ku pengikut syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menyadari kekeliruan dan kesalahannya selama ini, yg bertaklid buta kepada fatwa dan perkataan syaikh Utsaimin.


 ”Allahu a’lam

Uwais Al-Qorniy

(Pelajaran Buat Kita yang Terjebak dengan Atribut Kehidupan)

Dari Abu Hurairah ra.. : Telah bersabda Rasulullah saw :
“ Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla mencintai makhluk-Nya yang bersifat : 
(i) al-asfiyaa` (yaitu orang-orang yang mempunyai hati dan ruhani yang bersih, suci, jernih dan tulus dan benar-benar dekat dengan Allah swt 
(ii) al-akhfiyaa`(yaitu orang-orang yang mengasingkan diri dari orang ramai, yang diam-diam, yang sembunyi-sembunyi, karena Allah swt)
(iii) al-abriyaa` (yaitu berdebu/kumuh, maksudnya orang-orang yang kehidupannya sangat miskin, penuh pengorbanan dan kesabaran di atas kesusahan dan keperihan hidup yang mereka lalui karena Allah swt) 
(iv) asy-sya'ithah ruusuhum (yaitu orang-orang yang rambut mereka kusut, tidak teratur, mungkin karena sibuk dengan urusan-urusan ukhrowi dan juga menghadapi liku-liku kemiskinan hidup dan juga pengorbanan atas agama Allah swt)
 (v) al-mughobbaroh wujuuhuhum (yaitu orang-orang yang wajah mereka penuh berlumuran debu, lantaran liku-liku kesusahan yang dihadapi dalam hidup mereka yang serba sederhana dan kekurangan karena Allah swt)
(vi) al-khomsoh butuunuhum (yaitu orang-orang yang sangat kempis perut-perut mereka karena kelaparan dan kurang makan
(vii) Orang-orang yang bila mengajukan usul kepada pemimpin- pemimpin mereka tidak diperkenankan
(viii) Jika mereka meminang wanita-wanita yang berharta atau berkedudukan, maka pinangan mereka ditolak.
(ix) Jika mereka pergi dari suatu majlis atau tempat, maka mereka tidak akan dicari oleh orang lain (yaitu orang ramai tidak peduli dengan keperrgian mereka)
(x) Jika mereka hadir dalam suatu majlis, maka orang ramai tidak gembira atas kemunculannya
(xi) Jika mereka jatuh sakit, mereka tidak dijenguk
(xii) Jika mereka meninggal, mereka tidak dilayat Setelah mendengar sabda Rasulullah saw, maka para sahabat bertanya : Wahai Rasulullah, bagaimanakah kami bisa menemui orang-orang yang dicintai Allah swt yang mempunyai sifat-sifat tersebut di atas ?

Rasul saw bersabda : Itulah Uwais Al-Qorniy. 
Para sahabat bertanya lagi : Bagaimanakah ciri-cirinya ?
Sabda Nabi saw : Dia mempunyai mata yang agak kebiru-biruan dan juga rabut berwarna kemerah-merahan/pirang, bidang dadanya, badannya lurus tegak seimbang bila berdiri, mempunyai warna kulit sawo matang, senantiasa dagunya menempel ke dadanya (menundukkan kepalanya karena tawadhu' dan banyak berzikir), pandangan matanya selalu terarah pada tempat sujudnya, selalu meletakkan tangan kanannya di atas yang tangan kirinya, selalu tilawah Al-Quran, selalu menangisi dirinya, mempunyai dua helai kain usang/lusuh, tidak diperhatikan dan dipedulikan orang ramai, selalu memakai kain yang dibuat dari suuf (bulu) dan selalu memakai selendang yang juga dibuat dari suuf (bulu), tidak dikenal (majhuul) oleh penduduk bumi, sangat dikenal (ma'ruuf) oleh ahli langit, seandainya dia bersungguh-sungguh memohon kepada Allah swt pastilah Allah swt akan memperkenankannya, ketahuilah bahwa sesungguhnya di bawah bahunya yang kiri terdapat bintik putih, ketahuilah bahwa bila datang hari kiamat nanti dikatakan kepada hamba-hamba: Masuklah kalian ke dalam syurga!, dan dikatakan kepada Uwais : Berhenti, dan mintalah syafaa'at ! Maka Allah 'Azza wa Jalla pun menerima syafaa'atnya seperti Robii'ah dan Mudhor. Wahai 'Umar! Wahai 'Ali, apabila kalian berdua berjumpa dengannya maka mohonlah kalian berdua kepadanya supaya dia memohon istighfar kepada Allah swt untuk kalian berdua, niscaya Allah akan mengampuni kalian berdua.
Perawi melanjutkan : Maka mereka berdua(yaitu 'Umar dan 'Ali r.huma) terus menanti dan mencari Uwais rah.a. selama sepuluh tahun, tetapi mereka berdua tidak mampu untuk bertemu dengannya. 
Tetapi pada akhir tahun kewafatan 'Umar r.a,. 'Umar .r.a. terus naik ke Bukit Abu Qubais yang berdekatan dengan Masjidil Haram, lalu Beliau menyeru dengan suara yang kuat: 
Wahai jama`ah haji dari Yaman ! Adakah Uwais di kalangan kalian ?
 Lalu berdirilah seorang tua yang berjanggut panjang dan menjawab: Sesungguhnya kami tidak tahu siapa itu Uwais. Akan tetapi, saya ada seorang anak dari saudara saya yang dipanggil Uwais, namanya tidak dikenal orang, lagi pula dia sangat miskin, dia mengembala unta kami, dan pada pandangan kami dia adalah orang yang tidak dipandang orang. 

Dari penjelasan itu, 'Umar r.a. masih belum jelas, seolah beliau tidak menduga. Kemudian
'Umar r.a. pun bertanya lagi: Anak saudara kamu itu, adakah dia berada di Haram saat ini ?
Jawab orang tua yang berjanggut panjang itu : ya, ada
Tanya 'Umar lagi: Di manakah ia bisa saya temui ?
Jawab orang tua itu: dia akan memperlihatkan dirinya pada tuan di 'Arafah.

Perawi melanjutkan ceritanya lagi: Maka 'Umar dan 'Ali r.huma pun dengan segera menuju ke 'Arafah, maka disana mereka berdua mendapati seorang yang sedang berdiri solat, ke arah sebatang tiang, dan ada unta di sekelilingnya yang sedang merumput.
Maka mereka berdua r.a. pun menambat kedua ekor himar mereka kemudian mendekati lelaki itu sambil mengucapkan :
Assalaamu'alaikum wa rahmatullaah!
Uwais rah.a. memendekkan shalatnya kemudian menjawab : Assalaamu'alaikumaa warohmatullaah!
Mereka berdua r.a. bertanya: siapa Anda?
Jawab Uwais rah.a.: Saya adalah seorang pengembala unta dan juga seorang pelayan?
Mereka berdua r.huma membalas: kami tidak bertanya tentang pekerjaan Anda. Siapa nama Anda ?
Jawab Uwais rah.a: 'Abdullah (hamba Allah).
Balas mereka berdua r.huma. lagi: Sesungguhnya kami sudah mengetahui bahwa semua ahli langit dan ahli bumi adalah 'Abiidullah. 
Siapakah nama Anda yang telah diberi oleh ibu Anda ?
Jawab Uwais rah.a: Oh tuan berdua ini ! Sebenarnya apakah yang tuan berdua kehendaki dari saya ?
Jawab mereka berdua: Telah menjelaskan kepada kami Nabi Muhammmad saw akan sifat-sifat Uwais Al-Qorniy, maka sesungguhnya kami telah kenal akan kemerah-merahan dan kebiru-biruan (matanya), dan baginda saw telah mengkhabarkan kepada kami bahwa di bawah bahunya yang kiri ada bintik putih maka terangkanlah kepada kami berdua, apa sekiranya tanda-tanda itu ada pada Anda ?
Maka Uwais rah.a. pun menunjukkan tanda di bawah bahunya, maka memang benar terdapat bintik yang disebut, kemudian mereka berdua r.huma saling berebut-rebut untuk mengecup keningnya.
Keduanya berkata: Kami naik saksi bahwa saudaralah Uwais Al- Qorniy. Maka beristighfarlah, mohonlah ampunan kepada Allah untuk kami berdua, semoga Allah swt memberikan maghfiroh untuk Anda !
Jawab Uwais rah.a.: Tidak aku khususkan dengan istighfarku itu hanya untuk diriku sendiri, akan tetapi saya hanya merangkum semua mu`minin dan mu`minat, muslimin dan muslimat, di daratan dan di lautan. Oh tuan berdua bagaimana sampai Allah swt menyingkapkan keadaan saya kepada tuan berdua, dan Allah swt telah memperkenalkan urusan saya kepada tuan berdua ! Maka sebenarnya siapakah
tuan berdua ini ?
Lalu 'Ali r.a. menjawab: Ini adalah 'Umar, Amiirul Mu`miniin, dan saya 'Ali bin Abi Tholib.
(Setelah mendengar penerangan 'Ali r.a.) maka berdirilah Uwais rah.a. sambil berkata:
Assalaamu'alaika Yaa Amiirol Mu`miniin, Warohmatullaahi Wa Barokaatuh! Dan tuan, Ya 'Ali bin Abi Tholib, semoga Allah membalas tuan berdua (karena berkhidmat) kepada ummat ini dengan penuh kebaikan!
Lalu membalaslah mereka berdua r.huma: Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan.
Maka berkatalah 'Umar r.a. kepada Uwais rah.a.: saya akan beri nafkah Anda dan sedikit pakaian untuk dipakai dan juga tempat. 
Kemudian Uwais rah.a. membalas: Waktu yang telah ditentukan diantara saya dan tuan, saya mungkin tidak akan melihat atau bertemu tuan lagi selepas hari ini, maka beritahu saya apa yang saya harus perbuat dengan nafkah itu dan dengan kain pakaian itu?
Bukankah tuan melihat bahwa saya masih sedang memakai kain sarung dan juga kain selendang ini?
Tuan juga melihat sarung dan selendang ini tidak robek? 
Juga saya masih pakai sandal ? Apa yang saya pakai semua masih layak untuk dipakai?
Saya telah mengambil empat dirham sebagai upah penggembalaan, maka bilakah tuan melihat saya makan dengan uang itu)? 
Wahai Amirul Mu`miniin, sesungguhnya di hadapan saya dan di hadapan tuan ada suatu rintangan yang tersangat sulit untuk diatasi, di mana seorang pun tidak akan dapat melepaskan diri dari rintangan sulit itu kecuali seorang yang sangat kurus kering badannya lagi ringan bebannya (ya'nii sedikit sekali hartanya / miskin), maka ringanlah, semoga Allaah swt merahmati tuan!
Tatkala telah mendengar 'Umar r.a. akan nasihat Uwais rah.a. itu maka terdiamlah ia dan tidak bergerak sedikitpun,
kemudian beliau r.a. menjerit dengan suara kuat : Alangkah baiknya sekiranya ibu 'Umar tidak melahirkan 'Umar! Alangkah baiknya sekiranya ibu 'Umar seorang perempuan yang mandul yang tidak merawat kandungannya!
Kemudian Uwais rah.a. berkata: Wahai Amirul Mu`miniin, mulailah tuan untuk bertindak sewajarnya di sini. Dan saya pun akan memulai bertindak sewajarnya di sini juga.
Maka (dengan haru dan lemas) 'Umar r.a. pun bergerak meninggalkan tempat itu menuju ke arah Makkah dan Uwais Al-Qorniy rah.a. pula terus menggiringkan untanya. Dan dengan tiba-tiba kaumnya ( kaum Uwais) telah datang dengan unta-unta mereka. Dan (dengan persetujuan bersama) akhirnya Uwais Al-Qorniy rah.a. berhenti kerja penggembalaan dan beliau rah.a. pun sepenuhnya beribadah sampai beliau rah.a. menemui Allah 'Azza wa Jalla.


Terjemahan Kitab Sifah As-Sofwah, susunan Al- Imam Al-'Aalim Jamaaluddiin Abil Faroj Ibnu Al-Jauziyy rah.a, jilid 3, halaman 45, 46, 47 dan 48. Daarul Ma'rifah, Beirut, Lebanon.


Sumber:
http://buntetpesantren.org/index.php?option=com_content&view=article&id=689:uwais-al-qorniy&catid=39:tasawuf&Itemid=80